Anam berjalan kaki ke sekolah. Dia mengajak Zayan ikut serta bersamanya. Dia selalu mengajak Zayan untuk ikut karena jika dibiarkan di rumah sendirian pasti akan sangat berbahaya. Lagipula, Zayan merupakan bocah yang cengeng dan sedikit penakut. Mana mau dia ditinggal seorang diri di rumah tanpa ada siapapun di sana.
"Bang.. Sandalku putus." Seru Zayan memberi tahu.
"Lah, kok bisa. Kamu kalo jalan itu yang bener! Jangan segala batu kamu tendang-tendangin. Putus kan, sandalnya."
Anam berhenti untuk memeriksa keadaan sandal jepit milik adiknya, dan rupanya memang putus tidak bisa diperbaiki.
"Ayo." Tukas Anam.
"Aku nggak mau jalan! Sandalku putus!"
Rengek Zayan sedikit berulah, dia duduk di tanah dan hampir menangis.
"Ayo, Abang gendong! Kamu cengeng banget sih Za. Dikit-dikit hiii, dikit-dikit aduh, dikit-dikit nangis." Anam berjongkok bersiap menggendong adiknya.
"Nanti sampai rumah minta bapak beliin aku sandal ya bang." Ucap Zayan naik ke punggung Anam.
"Hmmm."
Anam bukan tak ingin banyak bicara dengan adiknya tapi dia menghemat tenaga. Adiknya ini, tubuhnya lumayan gempal dan dia sendiri termasuk ukuran kurus dan tinggi. Jika terus bicara menanggapi adiknya yang sedang dia gendong, alhasil belum sampai sekolahan sudah megap-megap dia.
Dan ketika sudah sampai di sekolah Anam, Anam pun menurunkan adiknya yang dari tadi dia gendong di punggungnya.
"Bang.. Aku tunggu di sini ya." Dia menunjuk bangku panjang di bawah pohon mangga.
"Iya. Jangan keluyuran. Kalau ada orang yang kamu nggak kenal ngasih makan minum, jangan mau. Jangan bicara dengan orang asing. Dan-"
"Teriak kalo ada orang yang nakalin aku. Ya kan?" Sambung Zayan sudah hafal apa saja yang akan kakaknya katakan.
"Hmmm. Ini uang, misal kamu mau jajan. Tapi jangan keluar dari pagar sekolahan. Jajan di sekitar sini aja." Masih memberi nasehat agar adiknya itu mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan.
Zayan mengangguk patuh. "Bang. Makasih ya. Selamat belajar bang! Semangat ya bang! Harus dapet nilai seratuuss!!" Teriak Zayan bersemangat.
Anam tersenyum mengacungkan satu jempolnya dan menjauh pergi. Kasihan sebenarnya meninggalkan Zayan seorang diri seperti itu, tapi ini bukan kali pertama.. Ya hampir setiap hari mereka melakukan kegiatan ini.
Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Anam duduk di bangku kelas empat SD, dia juga ikut berbaur bersama temannya untuk masuk ke dalam kelas guna mengikuti pelajaran.
Dan Zayan, dia sedikit bosan. Dia ingin segera pulang ke rumah sebenarnya. Ingin bercerita dengan ayahnya, ingin mengadu jika sandalnya putus, dan ingin bilang kalo abangnya berbaik hati menggendongnya sampai ke sekolah. Tadinya Zayan ingin bilang jika kakaknya itu nakal karena tadi pagi sempat meledeknya. Tapi, urung dia lakukan karena melihat abangnya itu begitu perhatian pada dirinya.
Zayan iseng berjalan mendekati ruang kelas kakaknya. Pintunya ditutup. Jendela kacanya tinggi. Hmm.. Padahal Zayan ingin melihat bagaimana kakaknya di dalam sana belajar.
"Hei nak. Sedang apa kamu di situ?"
Tegur seorang guru olahraga pada Zayan yang berusaha mengintip dari celah lubang pintu.
"Ah."
Zayan memekik terkejut. Dia sampai melonjak karena suara dari guru itu yang cukup membuat kaget.
"Abang ku ada di dalam pak guru." Jawab Zayan kemudian setelah menenangkan degup jantungnya.
"Ooowh. Ke sini mau liat abang belajar? Tapi jangan seperti itu ya, jika ada yang membuka pintu dari dalam, kamu akan jatuh nanti. Sekarang, kamu tunggu abangmu sambil ikut pak guru olah raga. Mau?"
"Tidak mau." Tolak Zayan seketika tanpa berpikir.
"Lho, kenapa tidak mau? Kamu bisa bermain bola, atau bermain lompat tali. Lari-lari di lapangan, itu lebih baik dari pada mengintip abangmu ketika belajar nak. Siapa nama kamu?"
"Zayan."
"Zayan, Zayan umurnya berapa?"
Tidak langsung menjawab. Zayan teringat pesan abangnya 'Jangan bicara dengan orang asing.'
Seketika mulut Zayan dia tutup sendiri dengan tangannya. Dia menggeleng keras. Dia sudah melanggar ucapan abangnya. Dari tadi dia berbicara dengan orang asing! Meski dia adalah guru di sini, tapi Zayan tidak pernah melihatnya sebelum ini. Apakah dia guru baru? Zayan mundur ingin berlari. Tapi alih-alih berlari, dia lebih memilih... Menangis. Ya Zayan ketakutan dan menangis di depan ruang kelas empat. Otomatis pintu terbuka dan beberapa orang keluar dari sana, termasuk Anam.
"Zayan. Kamu kenapa?" Anam mendekati adiknya.
Zayan sudah bergetar ketakutan. Mukanya yang putih bersih berubah jadi memerah dan belepotan air mata bercampur ingus.
"Bang.. Aku udah bicara sama orang asing bang... Aku nggak nurut apa kata abang. Huaaaa.. Hiks hiks."
Sambil berhambur ke pelukan Anam, Zayan menunjuk ke arah guru olah raga. Zayan pikir dia benar-benar melakukan kesalahan. Dan pasti Anam akan memarahinya. Begitu pikir Zayan. "Dia guru abang Za. Kamu ini.."
Anam ingin menonyor kepala adiknya saat itu juga tapi ada rasa kasihan juga melihat Zayan menangis seperti itu.
Kegaduhan di depan ruang kelas Anam berakhir kala Zayan diminta menunggu Anam di area musholla sekolah saja. Karena memang dia tidak diperbolehkan untuk ikut masuk ke dalam kelas, bisa mengganggu kegiatan belajar mengajar nanti.
Di kantor polisi.
"Pak. Dia tetap tidak mau mengaku." Lapor seorang polisi yang baru keluar dari balik jeruji besi untuk mengintrogasi Tegar.
Mengintrogasi di sini bukan lah adu pertanyaan dan akan diberi jawaban, bukan seperti itu. Tapi menghajar orang yang dituduh sebagai tersangka tanpa belas kasihan sedikitpun.
"Biarkan saja. Kita sudah punya bukti otentik. Di bajunya banyak noda darah dari temannya yang meninggal itu, juga beberapa pil ekstasi. Terlebih dua kilo ganja kering juga kita temukan ditubuh mayat lelaki itu. Mau mengelak apa lagi. Jelas hukuman mati sudah di depan matanya." Ucap sang pimpinan dengan muka sangarnya.
"Dia bilang ingin bertemu anak-anaknya pak. Dia hanya kuli serabutan di pasar induk."
"Apa kamu percaya padanya? Hei.. Kita sudah ratusan bahkan ribuan kali menangani kasus seperti ini. Mereka memang pandai berbaur dengan masyarakat dan menyamar menjadi apa saja. Pengemis, pemulung, pengamen, apapun itu! Mereka menggunakan rasa simpati kita untuk mengelabuhi penyamarannya sebagai pengedar narkoba! Ingat! Mereka itu adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas rusaknya moral bangsa. Karena dengan tangan mereka, dengan kesengajaan mereka, mereka menyebarluaskan narkoba hingga bisa dijangkau oleh masyarakat kita."
"Siap pak!"
"Dia bilang punya anak-anak di rumah? Bahkan otaknya tidak dipakai saat menjadi pengedar, dia memberi makan anak-anaknya dengan uang haram! Ck.. Siapa tahu malah anak-anaknya juga terlibat. Selidiki orang itu. Cari tahu alamatnya dan siapa saja keluarganya."
"Siap pak! Laksanakan!" Jawab polisi itu memberi hormat lalu pergi meninggalkan atasannya.
Muka garang polisi berpangkat kepala satuan narkotika (sat narkoba) itu menatap ke arah Tegar. Dia mendekati sel tahanan yang mengurung kebebasan Tegar sekarang.
"Kamu mengaku atau tidak, hukuman sudah ada di depan mata. Saran ku, kamu berkata terus terang saja. Bekerja sama lah dengan kepolisian maka aku akan mengusahakan untuk melakukan remisi padamu."
"Ak--ku tidak ber--salaah paak... Anaak-aanaakku.. Uhuuuk.. Anak-anakkuu.. Di rumah.. pastii menungguu ku pulaang." Desah suara bergetar dan tersengal-sengal, Tegar berusaha memberitahu jika dirinya tidak tahu apapun tentang apa yang dituduhkan padanya.
"Keras kepala! Anak-anakmu pasti kecewa jika tahu ayahnya sebenarnya adalah pengedar narkoba! Kasihan."
Tegar ditinggal sendiri. Dalam hati dan pikirannya dipenuhi tentang kedua anaknya. Air mata Tegar jatuh tak bisa dia tahan. Bukan menangisi sakit yang menggerogoti tubuhnya tapi membayangkan anak-anaknya yang kebingungan mencari dirinya. Tangisan itu menjadi tanda hancurnya hati seorang ayah, tangisan yang menjadi bukti jika hatinya tak setegar namanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
𝐔 𝐏 𝐈 𝐋 𝐈 𝐍
kasihan sekali..
begitulah keadilan bagi kaum lemah..
bahkan pembelaan pun sama sekali tak dihiraukan..
yang terpenting bagi mereka kasusnya tutup buku, tak peduli itu memang pelaku atau bukan yang mereka adili itu..
bukan 1 atau 2 kasus korban salah tangkap, tapi yang mirisnya itu mereka seolah tak bercermin akan kasus yang sudah²..
2025-01-15
2
5 🌼 ɪḶЦらɪ𒈒⃟ʟʙᴄ
wahai oknum pak polisi yang terhormat.. anda mempunyai kuasa. gunakan kuasa anda untuk selidiki yg benar. jangan gunakan asumsi sendiri untuk menyelidiki kasus. kasihan para korban yang salah tangkap dan keluarganya.. tolong jangan hanya tajam dibawah tumpul keatas..
2025-01-16
1
𝑳𝒂𝒑𝒊𝒔 𝑳𝒆𝒈𝒊𝒕🎐ᵇᵃˢᵉ
bapak sudah melakukan visum pada pak tegar belum? kalau belum di tes Positif atau gak,jangan di paksa untuk mengakui kesalahan yang tidak di lakukan donk pak....
2025-01-16
1