3 tahun yang lalu.
"Pagi Tuan. Hari ini Tuan memiliki jadwal untuk makan malam keluarga," ucap seorang pria paruh baya yang tak lain adalah asisten pribadinya atau wakil kepala pelayan di rumahnya.
"Jam berapa?" tanya pria berpakaian santai yang sedang duduk menikmati sarapan.
"Tepatnya jam 7 malam," jawab sang asisten.
Pria itu hanya memicingkan matanya dan kembali menyantap makanannya tanpa bertanya lebih lanjut lagi.
"Jadi untuk hari ini Tuan harus mengosongkan jadwal Tuan," saran sang asisten meskipun selalu diabaikan.
Makanan yang begitu lezat mulai terasa hambar karena perasaan yang turun drastis. Pria berwajah dingin dan datar itu mulai menghentikan kegiatannya. Bibirnya yang tebal dan seksi menghembuskan nafas kasar.
"Tentu saja Pak Diar saya akan meluangkan waktu saya yang sangat tidak bermanfaat bukan?" Senyum sinis itu terlontar begitu saja.
"Apakah ini masalah tentang diriku yang selalu melakukan hal tidak berguna?" imbuhnya, lalu melanjutkan kegiatannya kembali.
Pak Diar hanya bisa terdiam dan merasa canggung dengan apa yang di ucapkan tuannya. Tapi sebagai pelayan yang sudah menjaga tuannya sejak kecil, dia menyikapi dengan sangat bijaksana. Layaknya father material.
"Untuk itu saya tidak tahu, tapi Tuan pasti bisa menebaknya." Seringai tipis terlihat pada wajah tegas pria tersebut.
Tanpa menghabiskan sarapannya pria itu langsung pergi meninggalkan meja makan. Sebelum pergi dia berbalik pada Pak Diar.
"Kalau begitu hari ini aku akan bermain lebih awal," ucapnya dengan mata biru yang tersenyum seraya meninggalkan Pak Diar.Tak lupa lambaian tangannya. Pak Diar hanya bisa menghela nafas ringan. Lalu memerintahkan para pelayan untuk membersihkan meja makan.
.
.
.
"Waaah bukankah cuacanya begitu bagus," ungkap pria tersebut sambil melihat langit yang begitu cerah.
"Haruskah kubeli es krim? Tentu saja Lumi." Senyuman nakal diiring pekikan ketawa Lumi pergi bergegas ke garasi untuk mengendarai mobilnya.
"Let's Go!" Lumi pun melaju dengan mobil sport putih kesayangannya.
......................
Matahari tepat berada di atas puncak. Panas menyengat terasa mengenai kulit. Keringat bercucuran membasahi tubuh mereka. Mereka begitu cekatan dan aktif bergerak. Lemparan demi lemparan terus menghantam ring basket. Ada sekitar enam orang disana termasuk Lumi. Tim dibagi menjadi 2 yang berisikan 3 orang.
"Lumi lempar kesini!" Lumi pun melempar bola tersebut dengan sigap.
Teriakan para wanita mulai terdengar keras dibandingkan beberapa menit yang lalu. Kerumunan ini mulai mengerumuni mereka karena rasa ketertarikan mereka akan mata yang merasa begitu tercuci begitu bersih. Mereka yang hanya berjalan-jalan di taman tiba-tiba melihat sesuatu yang memanjakan mata dan tentu juga hati mereka, dengan sigap mengerubungi enam pria tampan yang sedang bermain basket.
Tinggi badan yang semampai dan tubuhnya yang atletis membuat para kaum hawa menjerit. Di tambah satu pria yang paling menonjol di antara mereka, yaitu Lumi.
Lumi merupakan perbincangan topik yang pertama ketika mereka menonton permainan bola basket.
Keringat yang melewati pipi Lumi begitu tampan dilihat. Apalagi raut wajahnya yang begitu menikmati bermain basket begitu indah dilihat. Rambut yang basah dan tidak karuan tidak mengurangi ketampanannya. Terlihat sexy. Apalagi bajunya yang basah akibat keringat menambah aura panas yang menggoda. Hingga antusiasme dan hati yang berdebar-debar dirasakan para wanita tersebut. Sampai ada yang tersipu melihatnya. Begitu meleleh para wanita tersebut oleh permainan pria-pria tersebut.
Prrriiiiiiit....
Alarm waktu dari ponsel berbunyi, waktu habis. Tim Lumi menang. Lumi dan tim besorak gembira. Para wanita pun bertepuk tangan.
"Ayo istirahat sebentar, kita beli minum!" ungkap salah satu teman Lumi.
"Siap Bos! Ayo!" sahut teman Lumi yang lain.
Saat mereka berdua hendak pergi, tiba-tiba wanita yang menonton dari tadi sedikit demi sedikit menghampiri mereka.
"Kak, tolong ambil minumannya." Minuman itu tersodor dari masing-masing tangan tiga wanita tersebut.
"Oh terima kasih. Kami terima dengan senang hati." Senyum hangat mereka tunjukan pada tiga wanita tersebut. Wanita tersebut hanya berteriak kegirangan.
"Selamat tinggal! Kalian semua tampan!" puji keras beberapa wanita tersebut sembari pergi meninggalkan mereka.
Ternyata tidak hanya mereka tapi masih ada yang lain yang menunggu mereka. Wanita dengan minuman ditangan mereka siap menghujani mereka. Lumi dan teman yang lainnya hanya bisa tersenyum canggung dan tidak bisa berkata-kata.
.
.
.
.
"Terima kasih." Tangan Lumi menerima hangat minuman itu.
"Itu yang terakhir sepertinya," sahut teman Lumi.
"Iya nih." Lumi menghampiri temannya dan menaruh minuman itu dengan minuman yang lain.
Beberapa menit berlalu, puluhan minuman terpampang di lapangan. Kata terima kasih tak terhitung keluar dari mulut mereka.
"LARRRISSS MANIIIIS! Makasih anak muda sudah bermain disini!" Teriak sang pedagang minuman akan jualannya yang habis terjual. Puluhan uang yang membentuk kipas itu dia kibas-kibas, menikmati hasil jualannya seraya meninggalkan taman.
Lumi dan teman-temannya hanya saling melirik melihat pedagang itu mulai pergi menjauh dengan raut wajah bahagia.
"SEMOGA SUKSES SELALU!" teriak Hans sambil melambai.
"Waaaah.... bisa kembung kita kalau begini," celetuk salah satu teman Lumi melihat botol minum yang berjejer dipermukaan lapangan.
"Iya bisa kembung tinggal lo tambahin ikan jadi akuarium diperut lo," canda Lumi diiringi tawa teman yang lain.
"Segini banyak mau di apain?"
"Di jual aja," ujar Yuri.
"Ya sudah, lu yang jual gue siapin topi sama kotak buat lu keliling nanti kasih ke gua setorannya."
"Enak di lu gak enak di gue sialan lu," tukas Yuri.
"Tapi kita minum sebanyak ini gak jadi mermaid kan?"
"Alaaaah kaki lu buluk!" sahut mereka bersamaan sambil tertawa dan melempar botol minum kearah Hans.
"Kalau Dugong cocok sih hahahaha.... " Jari tengah muncul akibatnya.
"Bawa aja sebagian," saran Lumi pada teman-teman.
Mereka menyetujui saran tersebut dan mulai mengambil satu per satu. Kecuali Lumi, Lumi hanya meminum 2 dan tidak ikut mengambil.
"Lu gak mau bawa satu Mimi?" Satu tepukan keras melayang pada Yuri yang membuatnya kesakitan.
"Berhenti sebut gue Mimi!" Lumi mulai merangkul keras leher Yuri yang membuat dia sesak nafas. Teman yang lain hanya tertawa melihatnya.
"Setidaknya ambil satu lah ....." Ada jeda dalam kalimatnya, diraih lah tangan kiri Lumi yang membuat kekangannya lepas pada Yuri. "Lulu Hahahaha...." Dikta pun segera menjauh dari Lumi yang mulai mengamuk dan mengincar dirinya.
Tawa bahagia dengan kehangatan yang mengalir begitu alami tak ternilai kenangannya. Panasnya matahari dengan langit biru yang begitu terang begitu menyilaukan. Silau itu menyinari mereka yang membuat silau itu indah dan menyatu dengan suasana mereka.
Waktu berlalu begitu cepat, Pak Diar sudah menanti Lumi dari kejauhan. Lumi mengetahui hal itu. Melihat Pak Diar dari sebrang taman, teman Lumi langsung mengerti. Lumi pun bergegas berpamitan dan segera pergi untuk acara makan malam keluarga.
...Dinner yang tidak menyenangkan....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
florenna
emang ya kalo ngeliat cowok2 ganteng tuh bawaannya excited hahahaha
2025-03-02
1
Diana (ig Diana_didi1324)
wkwkwk ngakak bacanya, kalau jadi marmide bneran gmn ya? ada2 aja
2025-02-20
1
Author15🦋
waduh waduh gak dosa ni gue bayaginnya wkwk
2025-03-19
1