Pagar hitam kokoh itu menjulang begitu tinggi, melindungi — membatasi area luar dari jangkauan lingkupnya. Kelajuan yang datang terhenti, menanti izin untuk melintas. Di balik jeruji besi hitam itu, bertengger gagah — sebuah mobil Rolls-Royce hitam mengkilap.
Menjangkau tajam, menyidik dari balik pos keamanan. Pandangannya, menyisir kendaraan yang terhadang pagar. Seorang penjaga melangkah mendekat, tak tergesa namun sigap. Kaca mobil perlahan terbuka hingga batas, menyingkap dua wajah muda—seorang pria dan seorang wanita.
Pria itu tersenyum ramah pada penjaga. Tanpa perlu perbincangan, karena wajah mereka sudah tidak asing baginya. Segera pintu gerbang terbuka, menyambut kehadiran mereka.
Hening, begitu teduh dan menenangkan — memanjakan mata mereka dari balik kaca mobil. Halaman luas seperti taman botani yang tersusun rapih. Tanah yang telah terlindas putaran ban, remaja perempuan berparas dewi menurunkan kembali jendela kaca mobil. Setengah wajahnya keluar dari jendela mobil, membiarkan udara sejuk membelai halus kulitnya. Matanya terpejam menikmati udara segar, dibalut aroma tanah lembab dan kayu kering pepohonan — menilik penciumannya.
Rambut hitam bergelombang mulai usik akan hembusan angin. Kelopak matanya perlahan terbuka, pandangannya menoleh ke atas. Langit biru dengan cahaya senja berwarna jingga keemasan itu terlihat mengintip, bersembunyi di balik dedaunan hijau segar yang rimbun.
Di sepanjang jalan, cahaya matahari menembus lembut celah-celah dedaunan lebat di atas sana, menciptakan bias hijau berbaur dengan warna jingga keemasan di langit-langit dedaunan — bayangannya menari-nari semu di permukaan tanah berlapis batu-bata. Pepohonan peneduh, tinggi menjulang dengan batang kokoh dan daun-daun lebat membentuk kanopi alam.
Di antara semak dan akar pohon yang menjalar, terlihat bunga-bunga liar bermekaran, mewarnai tanah dan rerumputan hijau dengan sentuhan merah, ungu, dan kuning cerah.
Sinar matahari yang hampir meredup — masih meninggalkan kehangatan, menyentuh kulit seperti pelukan lembut alam, sementara angin semilir menggoyangkan dahan-dahan perlahan, membuat dedaunan berdesir seperti bisikan rahasia antara mereka.
Di akhir kehijauan pepohonan peneduh, dimana jalan bertabur daun kering — pandangannya terpana akan taburan bunga yang mekar, berjatuhan tertiup angin, laksana hujan kelopak dari langit musim semi. Tanah di bawahnya pun berubah menjadi karpet alami merah muda. Tangan remaja perempuan itu mulai terulur seraya tersenyum hangat. Dia biarkan serpihan itu berjatuhan, membelai halus sejenak telapak tangannya.
Pohon Tabebuya di sepanjang jalan, mulai mereka jamah. Bunganya merekah serempak, menggantung seperti lonceng-lonceng kecil berwarna merah muda. Layaknya bunga sakura yang bermekaran di negeri orang. Sepertinya bunga sakura sedang melakukan migrasinya, menurut imajinasi.
Langit luas mulai nampak terbuka. Lembayung senja begitu jelas melukis langit begitu indah. Tepat di depan sana, rumah megah menunjukkan pintu besarnya berwarna coklat. Tanaman bonsai yang artistik, bertengger mengapit jalur.
Di tengahnya berdiri sebuah air mancur besar berwarna putih gading, berornamen klasik dengan pahatan malaikat kecil yang mengucurkan air dari tempayan batu. Gemericik airnya lembut, menciptakan irama yang menenangkan dan menghidupkan suasana.
Air mancur itu dikelilingi oleh bunga lavender, mawar putih, dan tanaman verbena yang memikat kupu-kupu. Di sekelilingnya, rerumputan hijau dibabat rapi, membingkai setiap sisi dengan kesegaran yang simetris.
Rolls-Royce itu berbelok menuju garasi. Pintu kayu otomatis terbuka, memperlihatkan interior yang luas dan berestetika tinggi.
Garasi yang terbuka itu, menyuguhkan ketenangan seperti di dalam kuil yang lapang. Perpaduan antara kesederhanaan nuansa Jepang yang clasic dan kemewahan mobil yang berjejer seperti sebuah pameran. Tempat ini terlihat seperti galeri seni bergaya vintage dan timeless.
Langit-langit tinggi dengan panel geometris dan pencahayaan LED tersebar merata, menciptakan kesan modern dan lapang. Lantai berlapis ubin abu-abu besar yang mengkilap, memantulkan cahaya dan mempertegas kesan eksklusif. Dinding sisi kanan terdiri dari shoji screen besar (panel kayu dan kertas) khas Jepang yang menghadirkan cahaya alami lembut. Di sisi kiri, terdapat struktur atap bergaya kuil Jepang, lengkap dengan genteng lengkung hitam elegan dan pilar kokoh berwarna gelap, dihiasi lukisan tinta klasik bergaya sumi-e dan pot tanah liat yang berjajar rapi di rak panjang.
Akhirnya mobil menemukan lahan pemberhentian dan terparkir. Pintu mobil gagah itu bergeser, menurunkan dua remaja berperangai ramah, dengan daya tarik kuat akan anugrah keindahan wajah mereka. Kaki yang sudah menapaki lantai abu-abu seraya merapihkan dan memantaskan diri mereka.
Dari seberang halaman, sosok seorang wanita paruh baya sudah tampak berdiri tegak. Anggun, berwibawa, dan memancarkan pesona tajam yang membuat siapa pun segan kepadanya. Tapi, tidak bagi kedua anaknya, sosok wanita tegas di hadapannya adalah simbol kelembutan kasih sayang yang abadi. Matanya yang tajam menusuk menjangkau mereka — dimata mereka tetap terlihat hangat dan mengayomi.
Senyum hangat terpoles, menyambut netra sang Ibu.
"Ibu!" seru mereka berdua hampir bersamaan seraya menghampiri sang Ibu.
Remaja perempuan itu mulai berlari kecil, menghamburkan dirinya pada pelukan kasih lembut sangat Ibu. Pelukannya hangat dan erat. Sementara sang anak laki-laki menyusul berjalan santai.
"Ibu datang lebih awal rupanya," ujar sang anak perempuan sambil tersenyum.
Senyuman hangat khas seorang Ibu terpoles dalam wajah cantik yang tajam itu. Satu per satu Ibu itu mengelus puncak kepala anaknya.
"Iya," jawab sang ibu sambil menghela napas. "Ibu ingin bicara dulu dengan kakekmu sebelum pertemuan—"
Kalimat itu menggantung. Matanya menyipit, rahangnya sedikit mengeras.
"—tapi sudah kuduga. Kakekmu tidak mau menemui Ibu," lanjutnya dengan nada kecewa yang terselip dalam intonasi tajam.
Anak laki-laki itu menatap ibunya, sedikit gelisah. Dia tahu betul: kekecewaan itu bukan sekadar urusan komunikasi. Kasih sayang dan kelembutan seorang Ibu yang dia miliki — ada sisi gelap yang tak bisa dianggap sepele. Bagaimana ibunya sangat terobsesi pada kepemimpinan terutama kuasa yang diwariskan dari sang kakek. Warisan yang selama ini menjadi bayangan besar dalam hidup ibunya.
Namun, sebelum suasana makin mengeruh, dia buru-buru mengalihkan topik.
"Oh, Ibu... Ayah di mana?"
"Ayahmu sedang dalam pengadilan, pekerjaannya sebagai hakim belum selesai. Jadi kemungkinan dia agak terlambat," jawabnya.
Sang anak mengangguk paham.
Cahaya alami dari luar menelusup masuk, menyoroti ruangan. Kepala mereka menoleh akan kedatangan seseorang. Mobil camry mewah berwarna hitam pekat yang elegan melenggang masuk.
Pintu mobil itu terbuka. Menampilkan seseorang yang persis sama dengan mobilnya — pemiliknya lebih dari itu. Tampan rupawan memberkati wajahnya, tubuhnya atletis serta kulitnya yang tan begitu sexy dan maskulin. Meski di usianya yang sudah kepala tiga. Kharismatik dan juga elegan ikut ambil bagian.
"Hallo Paman!" Sang keponakan perempuan melambaikan tangannya dengan sumringah.
Pria itu membalas dengan senyuman lembut dan hangat saat kakinya menyentuh dataran padat. Segera kaki panjang itu melangkah menghampiri mereka. Pelukan hangat pun tak terelakkan. Terutama sang keponakan perempuan yang begitu erat memeluknya, membuat ibunya menggelengkan kepalanya.
Satu tarikan dari kerah baju belakang membuat perempuan itu terkejut. Pelukan lepas begitu saja secara paksa oleh kakaknya.
"Berhentilah menempel seperti parasit pada Paman Artemis!" titah Arguro.
Artemis mendengus kesal pada kakaknya. Dengan kasar dia menghempas tangan kakaknya dari kerah bajunya. Bibir bebek itu terpampang saat Artemis menatap kakaknya. Arguro hanya menatap datar, sementara pamannya hanya bisa tersenyum.
"Hema tidak biasanya kau ikut datang? Pasienmu biasanya lebih kau prioritaskan dari acara ini."
Hema hanya bisa tertawa tipis. Tangannya mulai merogoh saku dari dalam jasnya yang berwarna hijau zamrud. Bungkus rokok dan pemantik tergenggam. Satu batang rokok dia keluarkan. Bibir tebal itu kini menahan rokok tersebut. Jentikan pemantik begitu renyah terdengar, api keluar membakar ujung rokok. Satu hembusan asap keluar dari mulut Hema.
"Sebenarnya aku tidak ingin datang tapi seperti biasa Ayah memiliki berbagai cara, dia mengatakan aku harus datang karena Ayah ingin aku memeriksa kesehatannya." Satu hembusan asap keluar kembali.
"Kau tahu sifat Ayah, tiba-tiba saja rombongan pengawal datang. Terpaksa aku pergi dan menyerahkan tugasku pada dokter lain. Lalu —" Kalimat itu terjeda begitu lama karena Hema ingin menikmati rokok sementara.
Kalimat yang terjeda membuat Ibu kedua anak kembar itu penasaran dan menatap tajam adiknya.
Semirik tipis tersungging. Hema mengetahui kakaknya penasaran dan mengawasinya. Rokok dalam tawanan bibirnya belum habis seutuhnya, meski tidak memuaskan — tapi cukup untuk menghilangkan rasa stress yang akan datang menghampiri.
Jempol dan jari tengah itu mulai merenggut rokok dari hisapan terakhirnya. Kebul asap keluar dari mulutnya, lalu — jari yang mengapit rokok itu sengaja dia renggangkan. Alhasil rokok itu jatuh dan tergeletak di lantai. Warna merah pada puntung rokok masih terlihat. Satu injakan oleh sepatu Hema dengan sedikit gesekan — rokok itu mati. Serbuk tembakau dan sekar menodai lantai itu dengan warna hitam keabu-abuan.
"Lalu — Kak Leta pasti sudah bisa menebaknya. Apa yang Kakak pikirkan mungkin akan keluar menjadi kenyataan, out of the box," sambung Hema membuat Leta membulatkan matanya.
Melihat reaksi itu si kembar mengetahui bahwa hal itu pasti berkaitan dengan kepemimpinan dan juga warisan. Sepertinya apa yang ditakuti ibunya akan terjadi.
Pintu gerbang kembali terbuka — mobil sport putih di ambang pintu. Sorot lampu itu begitu sengaja menyala menyoroti mereka, seakan menyergap kawanan pejahat. Silaunya sorot lampu tak membiarkan mereka luruh menatap mobil tersebut, termasuk Leta. Amarah terlihat dalam kepalan tangannya dengan mobil putih itu melenggang mulus, melaju menghampiri mereka.
"Sepertinya yang kita bicarakan — dia sudah datang."
Mitologi Yunani, simbolik dari kegelapan dan bayangan. Itu tersemat pada dia yang mereka pandang. Sosoknya membawa dendam yang gelap dan dingin. Bayangannya merupakan kehancuran bagi Leta — dalam mencapai puncak tujuannya. Bagi Leta, anak itu merupakan penghalang — kutukan.
Erebus is coming.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
evrensya
aku suka nama karakter nya. keren2.
2025-03-20
1
Cakrawala
Hallo paman.
eh aku jd keinget
Jangan panggil aku anak kecil paman/Facepalm/
2025-03-23
1
florenna
tabebuyaa kebetulan bgt kyk di rumah ku ada tabebuya wkwkwk
2025-03-02
1