Bab 2 Pengkhianatan

Aqila baru sampai dirumahnya pukul 9 malam. Ia benar benar merasa sangat lelah. sesampai nya dirumah ia langsung mandi untuk membersihkan badannya yang sudah terasa sangat lengket setelah seharian bekerja. Setelah selesai mandi. Qila segera mengerjakan tugas pacarnya Daniel.Walaupun tidak kuliah, bisa dibilang Aqila adalah anak yang sangat pintar. Cuman terhalang ekonomi aja. Jika papanya masih hidup, ia yakin pasti bisa merasakan kuliah seperti teman teman seusianya pada umumnya.

"Qila!" terdengar suara teriakan Areta di balik pintu kamar aqila.

"Iya kk"

"Buka pintunya! Aku mau ngomong sama kamu" Ucapnya, dan Aqila langsung berjalan menuju pintu kamarnya lalu membukanya. Areta langsung masuk ke kamar aqila dan memberikan Aqila 1 buah buku kosong dan 1 buku materi yang bisa dibilang cukup tebal.

"I.. ini apa kk? Kenapa kakak ngasih aku buku? "

"Itu tugas, aku! Aku disuruh rangkum tu isi buku sama dosen aku dari bab 1 dan bab 2, besok aku juga ujian. Jadi kamu kerjain ya.. aku mau keluar" Ucapnya santai.

"Ta.. tapi kk, aku.. aku nggak bisa"

"Maksud kamu apa Qila? kamu nggak mau bantuin aku? aku ini kakak kamu lo Qila? masa kamu malas sih nolongin kakak sendiri" Ucap areta sedikit emosi.

"Bukan gitu kk, tapi sekarang aku juga lagi ngerjain tugasnya Daniel. Tadi dia sempat minta tolong sama aku buat ngerjain tugasnya. Katanya, dia ada urusan ngejenguk temannya yang sakit. Jadi nggak sempat ngerjain.Dia nyuruh aku" Ucap Qila lembut.

"Ha? Daniel nyuruh kamu ngerjain tugasnya? dan dia bilang dia mau ngejenguk temannya? " tanya areta dengan kening berkerut. Namun detik berikutnya ia malah tersenyum.

Qila mengangguk. "iya kk, kakak kenapa senyum senyum gitu? " Aqila menatap aneh Areta karna wanita itu senyum senyum sendiri.

"Aku nggak papa, tapi walaupun kamu ngerjain tugas Daniel, kamu juga harus ngerjain tugas aku Qila. Aku nggak mau tau pokok nya, kamu harus bisa selesain tugas ini, besok dikumpul! " Ucap Areta penuh penekanan.

"Ta.. tapi kk? "

"Nggak ada tapi tapian Qila! udah aku mau pergi dulu bay" Ucapnya berlalu pergi meninggalkan Aqila yang menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Setelah kepergian kakaknya, Qila segera menutup pintu kamar dan meremas wajahnya gusar.

"Aku capekkk! ini bener semua orang nggak ada yang ngertiin aku? " Ucapnya marah sekaligus kesal. Bagaimana tidak? Aqila baru saja pulang kerja seharian. Bahkan saat tiba dirumah ia juga tidak bisa istirahat karna harus mengerjakan tugas Daniel. Belum kelar tugas Daniel sekarang malah ditambah lagi tugas Areta yang juga lumayan banyak. Qila rasa ia benar benar tidak akan tidur malam ini.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Areta melangkah masuk ke klub malam yang penuh gemerlap lampu-lampu neon, dengan musik menghentak yang mengisi ruangan. Ia mencari sosok pria yang sudah membuat janji dengannya. Di sudut ruangan, Daniel terlihat gelisah, mengetuk meja dengan ujung jarinya sambil sesekali memeriksa jam tangan.

"Hy, sayang," sapa Areta dengan suara lembut, menghampirinya.

Daniel mendongak dengan tatapan tajam. "Kamu kok lama banget sih? Aku udah hampir setengah jam nunggu di sini. Tau nggak, capek!"

Areta hanya tersenyum tipis dan mengecup pipinya sekilas. "Maaf, sayang. Tadi macet banget di jalan. Tapi sekarang aku di sini, kan?" katanya sambil duduk di sebelahnya.

Daniel mendengus, tapi kemudian menghela napas. "Ya udahlah. Untung aku nggak pulang."

Areta terkikik kecil. "Kamu marah beneran?" godanya, sambil memainkan rambutnya.

Daniel menggeleng, lalu memesan minuman untuk mereka berdua. Namun, sorot matanya berubah serius saat bertanya, "Ngomong-ngomong, Aqila nggak tau kan kalau kita ketemuan?"

Areta tersenyum penuh percaya diri. "Tenang aja, dia nggak akan pernah tau. Lagi pula, sekarang dia sibuk di rumah."

Daniel mengernyit heran. "Sibuk? Kamu yakin?"

"Tentu. Kamu kan nyuruh dia ngerjain tugas kuliah kamu, kan?" jawab Areta santai.

Daniel tertawa kecil. "Kok kamu tau?"

Areta mendekat, tatapannya tajam tapi penuh dengan godaan. "Ya iyalah, aku juga nyuruh dia ngerjain tugas aku. Jadi sekarang, aku yakin dia lagi lembur ngerjain tugas dua orang. Kasian ya?"

Daniel terdiam sejenak sebelum tertawa keras. "Serius kamu? Aduh, Areta, kamu kejam banget. Tapi aku suka caramu."

Areta tersenyum licik. "Sayang, kalau aku nggak kejam, aku nggak bakal cocok sama kamu."

Daniel tertawa keras.Tapi aku jujur, aku nggak pernah bosen manfaatin Aqila. Dia itu gampang banget disuruh ini-itu."

Areta mengangkat alis. "Tapi kenapa kamu nggak putus aja sama dia? Bukannya lebih gampang kalau nggak ada drama?"

Daniel menatap Areta dengan senyuman penuh rencana. "Kamu nggak ngerti ya? Aqila itu aset, sayang. Dia nggak bakal nolak apa pun yang aku suruh. Mau tugas kuliah, mau bantu kerjaan, semuanya dia kerjain tanpa nanya-nanya."

Areta tertawa kecil sambil mengaduk minumannya. "Berarti dia cuma pacar di atas kertas, ya? Sementara aku yang kamu datengin buat bersenang-senang?"

"Kurang lebih begitu," jawab Daniel, menyesap birnya dengan puas. "Aqila itu backup plan. Kamu yang utama."

Areta mengangguk setuju, lalu menatap Daniel dengan tatapan tajam. "Kalau dia tau semua ini, kamu pikir dia bakal gimana?"

Daniel tertawa sinis. "Dia? Paling cuma nangis. Udah gitu, selesai. Dia nggak punya nyali buat ninggalin aku. Aku tahu dia terlalu lemah buat itu."

Areta tersenyum penuh arti, lalu mengangkat gelasnya. "Kalau begitu, untuk malam ini dan rahasia kita yang manis."

Daniel menyambut gelasnya. "Dan untuk Aqila, wanita bodoh yang bikin hidup kita jadi mudah."

Detik itu mereka langsung tertawa terbahak- bahak sambil menikmati bir yang terus dipesan Daniel.

Pukul dua dini hari, Aqila akhirnya menyelesaikan semua tugas milik Daniel dan Areta. Puluhan lembar kertas penuh dengan tulisan tangannya tergeletak di atas meja belajarnya. Jemarinya terasa pegal karena menulis tanpa henti selama berjam-jam.

Ia menghela napas panjang, merasa lega. "Akhirnya selesai juga," gumamnya sambil merapikan kertas-kertas tersebut.

Meski tubuhnya lelah, Aqila tersenyum kecil. Setidaknya tugas-tugas itu bisa segera diberikan kepada pemiliknya esok hari. Dengan gerakan pelan, ia menumpuk semua kertas, menyusunnya dengan rapi di atas meja, lalu bangkit dari kursinya.

Saat hendak merebahkan diri di kasur, suara bising tiba-tiba terdengar dari luar kamar. Aqila mengerutkan kening, berjalan pelan menuju pintu, dan mendengar jelas suara Miranda memarahi Areta.

"Areta! Jam segini kamu baru pulang? Kamu kira ini rumah kos apa?" suara Miranda terdengar lantang, penuh amarah.

"Ya ampun, Ma, bisa nggak sih nggak ribut? Aku capek banget, mau tidur," balas Areta santai, sama sekali tidak terpengaruh oleh nada tinggi ibunya.

Aqila terdiam di balik pintu, mendengar percakapan itu dengan cermat. Miranda masih melanjutkan omelannya. "Kamu itu perempuan, Areta! Pulang larut malam begini, apa kamu nggak mikir?"

Areta hanya mengangkat bahu, melepas sepatunya dengan malas. "Mikir? Ma, aku udah gede. Terserah aku dong mau pulang jam berapa."

"Areta! Kamu nggak bisa seenaknya!" Miranda semakin geram, tapi Areta tak memedulikan.

"Udahlah, Ma. Aku ngantuk," jawab Areta, menaiki tangga menuju kamarnya tanpa sedikit pun menoleh. "Mau marah-marah lagi, besok aja ya."

Miranda mendesah frustrasi, membiarkan putrinya berlalu.

Dari balik pintu, Aqila tertegun. Jam dua pagi? Kak Areta ada urusan apa sampai pulang selarut ini? pikirnya, tak habis pikir.

Namun, detik berikutnya ia menggelengkan kepala, menepis rasa ingin tahunya. Toh, itu bukan urusannya. Jika ia mencoba menegur Areta, ia tahu persis apa yang akan terjadi. Areta pasti akan memarahi, bahkan membentaknya habis-habisan.

"Aku nggak mau cari masalah," gumam Aqila pelan. Ia menutup pintu kembali, berjalan menuju kasurnya, dan merebahkan tubuhnya yang lelah.

Meski pikirannya masih dihantui rasa penasaran, rasa kantuk segera mengambil alih. Dalam hitungan menit, Aqila pun terlelap.

🌸🌸🌸🌸🌸

Pagi itu, seperti biasa, Aqila bangun lebih awal dari siapa pun di rumah. Meski tubuhnya masih lelah setelah begadang menyelesaikan tugas Areta dan Daniel, ia tetap melangkah ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Di meja makan, ia menata piring dan sendok dengan rapi, memastikan semuanya siap sebelum kakaknya dan Miranda bangun.

Setelah selesai makan sendiri, Aqila membawa tumpukan kertas tugas milik Areta ke ruang tengah. Saat ia hendak keluar rumah, suara langkah kaki Areta terdengar menuruni tangga.

"Kak, ini tugas Kakak yang sudah selesai," kata Aqila, menyodorkan kertas itu dengan hati-hati.

Areta meraih tugas itu dengan ekspresi malas, menatap sekilas lalu meletakkannya di meja tanpa sepatah kata. "Kak aku pamit ya. Aku mau ke tempat kerja," tambah Aqila, mencoba tersenyum meski hatinya terasa perih.

Namun sebelum Aqila sempat melangkah pergi, Areta memanggilnya. "Eh, tunggu dulu."

Aqila menghentikan langkahnya dan berbalik. "Iya, Kak?"

"Tugasnya Daniel mana?" tanya Areta sambil menatap Aqila tajam.

"Udah selesai, Kak. Aku rencananya bawa ke tempat kerja aja, nanti biar Daniel jemput di sana," jawab Aqila dengan tenang.

Mendengar itu, Areta mengerutkan dahi. "Jangan, kamu kasih tugas itu ke aku aja. Nanti aku yang kasih ke dia."

Aqila menatap Areta bingung. "Kenapa Kakak repot-repot? Biasanya Kakak nggak peduli soal kayak gini."

Areta menghela napas panjang, menatap Aqila dengan wajah datar. "Aku sekampus sama dia, jadi lebih gampang buat aku kasih tugasnya. Lagi pula aku nggak mau nanti Daniel ke tempat kerja kamu, bikin kamu nggak fokus. Kalau kamu sampai bikin masalah di sana, Mama pasti bakal marah besar."

Aqila sempat tertegun, mencoba mencerna ucapan kakaknya. Tumben sekali Areta bersikap seperti ini. Namun, ia memilih mengangguk saja. "Baiklah, Kak. Terima kasih."

Areta mendengus kecil. "Aku cuma nggak mau ribet aja. Udah sana berangkat."

Saat itu, Miranda muncul dari ruang tengah, duduk di meja makan sambil menunggu Areta menyusul. Tanpa sedikit pun menoleh ke Aqila, Miranda berkata, "Hari ini kamu pulang lebih cepat, kan? Kerjaan rumah numpuk, cepetan selesaikan semuanya."

"Iya, Ma," jawab Aqila pelan, menunduk dalam.

Saat Aqila berbalik untuk pergi, Miranda menambahkan dengan nada dingin, "Dan jangan bikin masalah di tempat kerja. Kalau sampai kamu dipecat, aku nggak tahu lagi siapa yang bisa kami andalkan di rumah ini."

Aqila menggigit bibirnya untuk menahan air mata yang hampir jatuh. Ia tahu, bagi Miranda dan Areta, dirinya hanya dianggap alat untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencari uang. Namun, ia memilih tetap diam.

"Baik, Ma," balasnya dengan suara hampir tak terdengar.

Setelah berpamitan, Aqila melangkah keluar rumah. Hatinya terasa berat, tapi ia mencoba tersenyum, meski senyum itu hanya untuk menutupi luka yang semakin dalam. Ia melangkah menuju tempat kerjanya dengan doa di hati, berharap hari ini tidak membawa beban lebih berat lagi.

*********

Tetap dukung cerita ini dengan vote, like, and komennya ya... jangan lupa follow juga akun ini..☺

Episodes
1 Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2 Bab 2 Pengkhianatan
3 Bab 3 Diusir dari Rumah
4 Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5 Bab 5 Perhatian Alvano
6 Bab 6 Kehidupan Baru
7 Bab 7 Calon mantu?
8 Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9 Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10 Bab 10 Perjodohan
11 Bab 11 Persetujuan Alvano
12 Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13 Bab 13 Pernikahan
14 Bab 14 Pindahan
15 Bab 15 Rumah Baru
16 Bab 16 Cemburu?
17 Bab 17 Sakit Perut
18 Bab 18 Khawatir
19 Bab 19 Perhatian
20 Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21 Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22 Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23 Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24 Bab 24 Alvano yang selalu ada
25 Bab 25 Tuduhan Areta
26 Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27 Bab 27 Kehadiran Bianka
28 Bab 28 Jebakan Bianka
29 Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30 Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31 Bab 31 Penjelasan
32 Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33 Bab 33 Cemburu
34 Bab 34 Ngambek
35 Bab 35 Mual
36 Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37 Bab 37 Sepupu Amel
38 Bab 38 Rencana Balas Dendam
39 Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40 Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41 Bab 41 Posesifnya Alvano
42 Bab 42 Masa Lalu Rania
43 Bab 43 Ngidam
44 Bab 44 Kecemburuan Alvano
45 Bab 45 Aqila Hilang
46 Bab 46 Kemarahan Alvano
47 Bab 47 Hancur
48 Bab 48 Jebakan Daniel
49 Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50 Bab 50 Kesedihan
51 Bab 51 Keajaiban
52 Bab 52 Membaik
53 Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54 Bab 54 Lahiran
55 Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56 Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57 Bab 57 Sosok Laura
58 Bab 58 Zayyan yang Rewel
59 Bab 59 Sakit
60 Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61 Bab 61 Salah Paham
62 Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63 Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64 Bab 64 Cemas
65 Bab 65 Aqila Sakit
66 Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67 Bab 67 Rencana Arga
68 Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69 Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70 Bab 70 Pergi Dari Rumah
71 Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72 Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73 Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74 Bab 74 Penculikan Aqila
75 Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76 Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77 Bab 77 Kritis
78 Bab 78 Secercah Harapan
79 Bab 79 Alvano Sadar
80 Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2
Bab 2 Pengkhianatan
3
Bab 3 Diusir dari Rumah
4
Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5
Bab 5 Perhatian Alvano
6
Bab 6 Kehidupan Baru
7
Bab 7 Calon mantu?
8
Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9
Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10
Bab 10 Perjodohan
11
Bab 11 Persetujuan Alvano
12
Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13
Bab 13 Pernikahan
14
Bab 14 Pindahan
15
Bab 15 Rumah Baru
16
Bab 16 Cemburu?
17
Bab 17 Sakit Perut
18
Bab 18 Khawatir
19
Bab 19 Perhatian
20
Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21
Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22
Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23
Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24
Bab 24 Alvano yang selalu ada
25
Bab 25 Tuduhan Areta
26
Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27
Bab 27 Kehadiran Bianka
28
Bab 28 Jebakan Bianka
29
Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30
Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31
Bab 31 Penjelasan
32
Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33
Bab 33 Cemburu
34
Bab 34 Ngambek
35
Bab 35 Mual
36
Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37
Bab 37 Sepupu Amel
38
Bab 38 Rencana Balas Dendam
39
Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40
Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41
Bab 41 Posesifnya Alvano
42
Bab 42 Masa Lalu Rania
43
Bab 43 Ngidam
44
Bab 44 Kecemburuan Alvano
45
Bab 45 Aqila Hilang
46
Bab 46 Kemarahan Alvano
47
Bab 47 Hancur
48
Bab 48 Jebakan Daniel
49
Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50
Bab 50 Kesedihan
51
Bab 51 Keajaiban
52
Bab 52 Membaik
53
Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54
Bab 54 Lahiran
55
Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56
Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57
Bab 57 Sosok Laura
58
Bab 58 Zayyan yang Rewel
59
Bab 59 Sakit
60
Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61
Bab 61 Salah Paham
62
Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63
Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64
Bab 64 Cemas
65
Bab 65 Aqila Sakit
66
Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67
Bab 67 Rencana Arga
68
Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69
Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70
Bab 70 Pergi Dari Rumah
71
Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72
Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73
Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74
Bab 74 Penculikan Aqila
75
Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76
Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77
Bab 77 Kritis
78
Bab 78 Secercah Harapan
79
Bab 79 Alvano Sadar
80
Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!