Bab 15 Rumah Baru

Alvano memarkirkan mobil di depan rumah besar yang berdiri megah di tengah hamparan taman yang asri. Cahaya matahari sore memantul lembut di dinding rumah berwarna krem, membuatnya tampak hangat sekaligus elegan. Halamannya penuh bunga-bunga berwarna-warni, menambah kesan hidup dan menenangkan.

Aqila turun dari mobil dengan langkah pelan, matanya terpaku pada rumah itu.

"Ini rumah kita, kak Vano?" tanyanya dengan suara hampir berbisik, tak berkedip memandang keindahan yang ada di depannya.

"Iya," jawab Alvano sambil melirik Aqila, tersenyum melihat ekspresi kagum di wajahnya. "Kenapa? Kamu suka nggak?"

"Suka banget, kk. Rumahnya... Masya Allah, indah sekali. Aku nggak nyangka kk Vano bakal beli rumah sebagus ini untuk kita," jawab Aqila dengan mata berbinar.

Alvano tersenyum lembut, lalu mendekati Aqila. "Aku kan sudah janji, Qila. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk kamu. Rumah ini adalah salah satu bentuk janji itu."

Aqila menatap Alvano, hatinya hangat mendengar ketulusan dalam suaranya.

"Ayo, kita masuk," ajak Alvano lembut. Ia membuka bagasi mobil, mengeluarkan koper miliknya dan Aqila, lalu membawanya ke dalam rumah.

Ketika pintu utama terbuka, pemandangan yang lebih menakjubkan menyambut mereka. Interior rumah itu terasa megah namun hangat. Lantai marmer putih berkilau berpadu dengan perabotan kayu berwarna cokelat gelap. Sebuah ruang tamu yang luas dihiasi sofa empuk berwarna krem, sementara di tengah ruangan tergantung lampu gantung kristal yang indah.

Alvano meletakkan koper mereka di sudut ruangan. "Kita taruh barang-barangnya di sini dulu aja, ya. Aku tahu pasti kamu capek," katanya sambil menggiring Aqila duduk di sofa.

Aqila mengangguk, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenyamanan sofa yang empuk. "Kk Vano, aku nggak tahu harus bilang apa. Ini semua terlalu indah untukku."

Alvano duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dengan lembut. "Qila, kamu nggak perlu merasa seperti itu. Kamu berhak mendapatkan semua ini. Mulai sekarang, rumah ini adalah tempat di mana kita memulai hidup baru kita bersama."

Aqila tersenyum kecil, hatinya penuh rasa syukur. "Terima kasih, kk. Aku nggak pernah membayangkan bakal punya rumah seindah ini. Terima kasih udah memperjuangkan aku."

Alvano mengangguk. "Aku selalu ingin yang terbaik untukmu."

Setelah Aqila beristirahat sejenak di sofa, Alvano berdiri sambil tersenyum. "Qila, ayo aku ajak kamu lihat-lihat rumah ini. Aku yakin kamu akan suka."

Aqila bangkit dari sofa, matanya masih penuh kekaguman. "Rumah ini sudah luar biasa dari ruang tamunya saja, kak. Aku penasaran ada apa lagi di dalam."

Mereka mulai berjalan menyusuri rumah. Alvano menunjukkan ruang makan dengan meja panjang yang dihiasi lilin dan vas bunga segar, dapur modern yang rapi, hingga kamar tamu yang terasa nyaman. Namun, yang paling menarik perhatian Aqila adalah taman belakang.

Taman itu seperti surga kecil, dengan kolam ikan kecil yang dikelilingi bunga-bunga bermekaran. Di tengah taman ada bangku kayu berpayung, seolah menjadi tempat sempurna untuk menikmati pagi atau senja.

"Kak Vano... ini luar biasa," gumam Aqila, suaranya penuh kekaguman. Ia melangkah mendekati kolam ikan, menyentuh permukaan air dengan lembut.

Alvano berdiri di belakangnya, tersenyum melihat ekspresinya. "Aku pilih rumah ini bukan cuma karena besar atau mewah, Qila. Tapi karena aku ingin kamu punya tempat yang bisa bikin kamu merasa tenang. Aku tahu kamu suka tempat yang damai."

Aqila menoleh, matanya sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, kk. Aku nggak tahu harus gimana untuk membalas semua ini. Aku cuma... kadang aku masih takut, apakah aku pantas untuk semua yang kakak lakukan."

Alvano melangkah mendekat, menggenggam tangan Aqila. "Jangan pernah berpikir seperti itu lagi, Qila. Kamu layak mendapatkan yang terbaik. Kamu sudah cukup menderita, dan aku ingin memastikan kamu nggak akan mengalami itu lagi. Ini semua bukan tentang pantas atau nggak, tapi tentang aku ingin kamu bahagia."

Hati Aqila terasa hangat mendengar ucapan Alvano barusan. mata Aqila berkaca-kaca baru kali ini ada orang yang sangat pengertian dan peduli kepadanya. Tampa aba-aba ia langsung memeluk erat tubuh Alvano. "T-terima kasih kak Vano, aku benar benar bersyukur memiliki kamu," ucapnya sedikit terisak.

Alvano tersenyum, ia membalas pelukan itu, dan mengusap lembut punggung Aqila.

"Iya Aqila, aku hanya ingin kamu bahagia dan nggak sedih lagi. Sekarang kamu udah jadi istri aku, dan aku hanya ingin yang terbaik untuk istri aku.. " Ucap Alvano lembut. Ia mengecup lembut puncak kepala Aqila.

Aqila merasa nyaman, namun detik berikutnya ia terkejut atas apa yang baru saja ia lakukan. buru buru ia melepaskan pelukannya dari Alvano.

"M-maaf Kak Vano.. aku nggak sengaja," cicitnya pelan. Wajah Aqila memerah karna malu.

Sedangkan Alvano yang melihat reaksi Aqila makin mengulum senyumnya. Dengan cepat ia kembali menarik tangan Aqila hingga tubuh gadis itu terbentur ringan dengan tubuhnya. Alvano kembali memeluk tubuh Aqila erat.

"K-Kak Vano?" Aqila kaget, dan ia jadi gugup.

"Kamu nggak perlu canggung untuk meluk aku Qila, aku ini udah jadi suami kamu. Kita ini udah sah. Jadi kamu boleh lakuin apa aja ke aku. Aku ini cuma milik kamu. Kalau kamu mau peluk, kamu cium atau kamu apain aja, aku pasrah" Ucap Alvano semakin mengeratkan pelukannya. Sementara Aqila merasa pipinya memanas.

Tak lama setelah itu, Alvano melepas pelukannya. Ia tersenyum lembut ke arah Aqila. Tamba aba-aba ia mencium sekilas bibir Aqila. Dan itu sontak membuat Aqila membulatkan matanya. Ia tak percaya dengan apa yang barusan di lakukan Alvano.

"Kk? " Aqila menutup mulut mulutnya, wajahnya memerah.

"Udah mau gelap nih, ayo kita masuk!" ucap Alvano yang menghiraukan keterkejutan Aqila. Ia menarik tangan gadis itu agar masuk ke dalam rumah.

🌸🌸🌸🌸🌸

Aqila duduk di tepi tempat tidur, matanya menjelajahi kamar yang begitu luas dengan dinding putih bersih. Segala sesuatunya terlihat sempurna. Furnitur yang elegan, pencahayaan lembut, dan barang-barang yang tertata rapi. Ia masih tertegun, merasa seperti sedang bermimpi.

"Ini... kamar kita, kk?" tanyanya pelan, masih takjub.

Alvano, yang baru saja menyimpan koper di sudut kamar, tersenyum kecil. "Iya, Qila. Kenapa? Kamu suka?"

"Suka, banget. Kamarnya bagus," jawab Aqila dengan suara lembut, tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.

Melihat Aqila tersenyum, hati Alvano terasa lega. "Baguslah kalau kamu suka," ucapnya, lalu berjalan mendekati tempat tidur. Ia merebahkan diri di atas kasur yang empuk, melepas lelah setelah perjalanan panjang.

"Aqila, aku mau istirahat sebentar. Capek banget," ujarnya sambil mulai memejamkan mata. Aqila hanya mengangguk pelan, membiarkannya beristirahat.

Namun, udara dalam kamar terasa gerah, membuat Aqila memutuskan untuk mandi. Ia melangkah ke kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Air dingin menyentuh tubuhnya, memberi rasa segar setelah hari yang melelahkan. Tapi begitu selesai, ia tersadar, ia lupa membawa pakaian dan handuk.

"Aduh... gimana ini..." gumamnya sambil menatap pintu kamar mandi. Tidak mungkin ia keluar hanya dengan pakaian dalam. Tapi jika meminta bantuan Alvano, membayangkan itu saja membuat wajahnya panas.

Aqila mengintip melalui celah pintu. Alvano tampak tertidur pulas, napasnya teratur. Dengan jantung berdebar, ia melangkah perlahan keluar, berharap tidak membuat suara yang membangunkannya. Tubuhnya hanya ditutupi pakaian dalam, membuat rasa gugupnya semakin besar.

Begitu sampai di koper, Aqila meraih handuk dan segera melilitkannya di tubuh. Tapi ketika ia tengah mencari baju, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari bawah koper, seekor kecoak kecil muncul dan berjalan perlahan di lantai.

"Aaaaa!" Teriakan Aqila memenuhi kamar, membuat pakaian yang dipegangnya terlempar. Ia melompat mundur, ketakutan, sementara kecoak itu bergerak santai.

Alvano terbangun dengan kaget. "Aqila? Ada apa?" tanyanya dengan suara serak, matanya masih berat.

Tanpa berpikir panjang, Aqila langsung berlari ke arah Alvano dan memeluknya erat. "Itu, kk! Ada kecoak! Aku takut!" suaranya penuh kepanikan, tubuhnya gemetar.

Alvano, yang masih setengah sadar, mencoba menenangkan. "Kecoak? Mana, nggak ada kok," ujarnya lembut sambil memeluk Aqila. Tapi saat ia sepenuhnya sadar, matanya menangkap kenyataan yang membuat dadanya berdebar.

Aqila hanya mengenakan handuk.

"A... Aqila..." suara Alvano tercekat, ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi tatapan mereka bertemu. Aqila, yang baru menyadari posisinya, langsung memerah seperti tomat.

"Aaaaa!" teriaknya, lebih keras dari sebelumnya. Dengan wajah merah padam, ia melepas pelukan, meraih pakaiannya yang tergeletak di lantai, dan berlari ke kamar mandi tanpa menoleh lagi.

Alvano terdiam, napasnya berat. Ia mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. "Ya Allah... cobaan macam apa ini..." gumamnya pelan, namun senyum tipis mulai tersungging dibibir nya.

Di dalam kamar mandi, Aqila bersandar di pintu, menutupi wajahnya yang memanas. "Aduh, Aqila... " Aqila meremas gusar wajahnya. "Malu banget, kok aku sampe lupa kalau aku cuman pake handuk.. " gumamnya dengan wajah memerah karna malu.

🌸🌸🌸🌸🌸

Kini keduanya tengah berada di meja makan. Rasa canggung menyelimuti keduanya. Karna kejadian tadi, Aqila menjadi lebih banyak diam. Ia masih malu untuk memulai obrolan dengan Alvano. Begitu pun Alvano, ia juga merasa canggung jika mengingat kejadian tadi.

"Mmm Aqila, karna kita baru pindahan ke sini, dan belum ada apa-apa yang bisa kita makan, gimana kalau kita pesan makanan aja? " Ucap Alvano memecah keheningan.

"Iya kak Vano nggak papa," Jawab Aqila pelan.

Alvano mulai meraih ponselnya yang berada di atas meja, lalu mulai memesan makanan.

Setelah memesan makanan, Alvano meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Ia melirik Aqila yang duduk diam dengan kepala sedikit tertunduk, tampak sibuk memainkan ujung lengan bajunya.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Alvano berdeham pelan, mencoba menghilangkan rasa canggung yang terus menggantung di udara.

"Kejadian tadi..." Alvano mulai berbicara, namun suaranya terhenti di tengah. Ia tampak ragu.

Aqila langsung mengangkat wajahnya, menatap Alvano dengan sorot mata bingung. "Apa, kk?" tanyanya pelan.

Alvano menggaruk tengkuknya dengan gugup. "Ya... tadi aku nggak sengaja lihat. Aku beneran nggak maksud, Qila. Maaf, ya..." ucapnya sambil menunduk sedikit.

Wajah Aqila langsung memerah, rasa malu kembali menyeruak. "Iya... aku juga salah, kk. Aku ceroboh. Jadi... ya nggak papa," balasnya dengan suara kecil, bahkan hampir tak terdengar.

"Aqila, aku tau semuanya serba baru buat kamu. Kita juga baru mulai hidup bareng. Tapi... aku mau kamu tahu, aku akan pelan-pelan menyesuaikan diri supaya kamu nyaman."

Aqila menatapnya sejenak, lalu menunduk. "Aku juga, kk. Aku akan berusaha buat nggak terlalu kaku," balasnya lirih, tapi tulus.

Alvano tersenyum, lega mendengar itu. "Terima kasih, Qila. Kita jalanin pelan-pelan aja, ya."

"Iya kak." Jawab Aqila mencoba tersenyum.

Setelah cukup lama menunggu, bel pintu tiba-tiba berbunyi, membuat keduanya sedikit tersentak. Alvano segera bangkit. "Makanannya datang. Aku ambil dulu ya," ujarnya cepat sebelum berjalan menuju pintu.

Aqila hanya mengangguk, hatinya masih berdebar mengingat percakapan barusan. Ia menatap punggung Alvano yang berjalan pergi, menyadari bahwa lelaki itu tidak terlihat seperti marah atau risih. Sebaliknya, ia tampak mencoba menenangkan situasi.

Alvano kembali dengan kantong makanan di tangannya. Ia menaruhnya di meja, lalu membuka isinya dengan hati-hati. "Aku pesen nasi goreng sama ayam goreng. kamu suka, kan?" tanyanya dengan senyum kecil.

Aqila mengangguk lagi, masih sedikit gugup. "Iya, aku suka. Terima kasih, kk," jawabnya pelan.

Melihat reaksi Aqila, Alvano ikut tersenyum. Mereka mulai makan bersama, suasana tetap hening, tapi tidak seberat sebelumnya.

Terpopuler

Comments

Agung Antarini

Agung Antarini

Thor rumah mewah kok ada kecoak nya ya🤭🤭🤭🤭

2025-01-21

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2 Bab 2 Pengkhianatan
3 Bab 3 Diusir dari Rumah
4 Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5 Bab 5 Perhatian Alvano
6 Bab 6 Kehidupan Baru
7 Bab 7 Calon mantu?
8 Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9 Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10 Bab 10 Perjodohan
11 Bab 11 Persetujuan Alvano
12 Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13 Bab 13 Pernikahan
14 Bab 14 Pindahan
15 Bab 15 Rumah Baru
16 Bab 16 Cemburu?
17 Bab 17 Sakit Perut
18 Bab 18 Khawatir
19 Bab 19 Perhatian
20 Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21 Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22 Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23 Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24 Bab 24 Alvano yang selalu ada
25 Bab 25 Tuduhan Areta
26 Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27 Bab 27 Kehadiran Bianka
28 Bab 28 Jebakan Bianka
29 Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30 Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31 Bab 31 Penjelasan
32 Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33 Bab 33 Cemburu
34 Bab 34 Ngambek
35 Bab 35 Mual
36 Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37 Bab 37 Sepupu Amel
38 Bab 38 Rencana Balas Dendam
39 Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40 Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41 Bab 41 Posesifnya Alvano
42 Bab 42 Masa Lalu Rania
43 Bab 43 Ngidam
44 Bab 44 Kecemburuan Alvano
45 Bab 45 Aqila Hilang
46 Bab 46 Kemarahan Alvano
47 Bab 47 Hancur
48 Bab 48 Jebakan Daniel
49 Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50 Bab 50 Kesedihan
51 Bab 51 Keajaiban
52 Bab 52 Membaik
53 Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54 Bab 54 Lahiran
55 Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56 Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57 Bab 57 Sosok Laura
58 Bab 58 Zayyan yang Rewel
59 Bab 59 Sakit
60 Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61 Bab 61 Salah Paham
62 Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63 Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64 Bab 64 Cemas
65 Bab 65 Aqila Sakit
66 Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67 Bab 67 Rencana Arga
68 Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69 Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70 Bab 70 Pergi Dari Rumah
71 Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72 Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73 Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74 Bab 74 Penculikan Aqila
75 Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76 Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77 Bab 77 Kritis
78 Bab 78 Secercah Harapan
79 Bab 79 Alvano Sadar
80 Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2
Bab 2 Pengkhianatan
3
Bab 3 Diusir dari Rumah
4
Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5
Bab 5 Perhatian Alvano
6
Bab 6 Kehidupan Baru
7
Bab 7 Calon mantu?
8
Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9
Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10
Bab 10 Perjodohan
11
Bab 11 Persetujuan Alvano
12
Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13
Bab 13 Pernikahan
14
Bab 14 Pindahan
15
Bab 15 Rumah Baru
16
Bab 16 Cemburu?
17
Bab 17 Sakit Perut
18
Bab 18 Khawatir
19
Bab 19 Perhatian
20
Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21
Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22
Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23
Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24
Bab 24 Alvano yang selalu ada
25
Bab 25 Tuduhan Areta
26
Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27
Bab 27 Kehadiran Bianka
28
Bab 28 Jebakan Bianka
29
Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30
Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31
Bab 31 Penjelasan
32
Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33
Bab 33 Cemburu
34
Bab 34 Ngambek
35
Bab 35 Mual
36
Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37
Bab 37 Sepupu Amel
38
Bab 38 Rencana Balas Dendam
39
Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40
Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41
Bab 41 Posesifnya Alvano
42
Bab 42 Masa Lalu Rania
43
Bab 43 Ngidam
44
Bab 44 Kecemburuan Alvano
45
Bab 45 Aqila Hilang
46
Bab 46 Kemarahan Alvano
47
Bab 47 Hancur
48
Bab 48 Jebakan Daniel
49
Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50
Bab 50 Kesedihan
51
Bab 51 Keajaiban
52
Bab 52 Membaik
53
Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54
Bab 54 Lahiran
55
Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56
Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57
Bab 57 Sosok Laura
58
Bab 58 Zayyan yang Rewel
59
Bab 59 Sakit
60
Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61
Bab 61 Salah Paham
62
Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63
Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64
Bab 64 Cemas
65
Bab 65 Aqila Sakit
66
Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67
Bab 67 Rencana Arga
68
Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69
Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70
Bab 70 Pergi Dari Rumah
71
Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72
Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73
Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74
Bab 74 Penculikan Aqila
75
Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76
Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77
Bab 77 Kritis
78
Bab 78 Secercah Harapan
79
Bab 79 Alvano Sadar
80
Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!