Bab 3 Diusir dari Rumah

Pagi itu, Aqila tiba di tempat kerjanya seperti biasa. Hari Jumat adalah hari yang berbeda di tempat ia bekerja. Restoran tempatnya mencari nafkah selalu tutup lebih awal setiap Jumat karena pemiliknya mengadakan pertemuan mingguan dengan seluruh staf.

"Qila, jangan lupa ya, kita tutup lebih cepat hari ini," ujar supervisornya saat melihat Aqila sedang menata meja pelanggan.

"Iya, Pak. Saya ingat," jawab Aqila sambil tersenyum.

Setelah beberapa jam bekerja, seperti yang direncanakan, restoran mulai tutup lebih awal. Aqila merasa hari ini ia punya sedikit waktu luang. Sebuah ide melintas di pikirannya. "Mungkin aku bisa menemui Daniel. Aku jarang ada waktu untuknya belakangan ini. Dia pasti senang kalau aku datang"

Dengan langkah cepat, Aqila memutuskan untuk pergi ke kampus tempat Daniel kuliah, yaitu Mahendra Luminary University. Kampus itu adalah salah satu universitas terbaik di Indonesia. terkenal dengan lingkungannya yang megah dan fasilitasnya yang luar biasa.

Saat tiba di gerbang kampus, Aqila merasa sedikit gugup. "Kampus ini besar sekali. Semoga aku bisa menemukannya tanpa mengganggu kegiatannya"

Ia mencoba menghubungi Daniel, tapi panggilannya tak diangkat. Mungkin dia sedang sibuk di kelas, pikir Aqila sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas.

Setelah beberapa menit mencari, Aqila akhirnya tiba di taman kampus yang tenang dan asri. Di sanalah ia melihat dua sosok yang sangat dikenalnya. Langkah Aqila terhenti saat matanya tertuju pada salah satu dari mereka.

"Itu Kak Areta!"

Namun, perhatian Aqila segera tertuju pada pria di sebelah Areta. Hatinya mencelos saat mengenali pria itu, Daniel.

Awalnya, Aqila mencoba berpikir positif. Mungkin mereka sedang membicarakan tugas. Kak Areta memang bilang tadi pagi kalau dia akan menyerahkan tugas Daniel. Namun, tubuhnya membeku ketika melihat Daniel merangkul pinggang Areta dengan mesra. Tak hanya itu, Daniel menatap Areta penuh kasih sayang sebelum mengecup keningnya.

Aqila merasa seluruh dunianya runtuh. Air matanya mulai menggenang tanpa ia sadari. Ia mencoba menyangkal kenyataan pahit itu, tapi pemandangan di depan matanya terlalu jelas untuk disalah artikan.

Dengan tangan gemetar, Aqila berjalan mendekati mereka. "Daniel!" serunya dengan suara bergetar.

Daniel dan Areta sama-sama menoleh ke arah suara itu. Wajah Daniel langsung berubah panik, sementara Areta terlihat santai, bahkan tersenyum kecil.

"Apa-apaan ini?" Aqila bertanya dengan suara pecah, menatap Daniel dengan mata penuh air mata. "Kenapa kamu melakukan ini? Dengan kakakku sendiri?"

Daniel tampak bingung, tidak tahu harus menjawab apa. Namun, Areta langsung melangkah maju, ekspresinya santai seperti tidak ada yang salah.

"Oh, jadi kamu akhirnya tahu juga?" katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Aqila menatap Areta dengan tatapan penuh luka. "Kak, kamu tahu dia pacarku! Kenapa… kenapa Kakak tega?"

Areta tertawa kecil, suaranya terdengar sinis. "Pacar? Dia nggak pernah anggap kamu pacar, Qila. Kamu itu cuma alat buat dia. Tugas kuliah, urusan kecil lainnya.itu aja fungsi kamu."

Aqila menoleh ke Daniel, berharap ada pembelaan darinya. "Daniel, katakan kalau ini nggak benar!"

Namun, Daniel hanya menunduk tanpa berkata apa-apa, seperti seorang pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan.

Areta menatap Aqila dengan dingin. "Kamu tuh nggak pantes buat dia, Qila. Daniel butuh wanita yang bisa bikin dia bahagia, bukan cewek miskin yang cuma bisa kerja jadi pelayan."

Ucapan itu menusuk hati Aqila. Tangannya terkepal kuat, tubuhnya bergetar hebat. "Kak, aku ini adikmu! Kenapa Kakak tega ngomong kayak gitu?"

Areta mendengus. "Karena aku nggak peduli! Kamu tuh cuma beban di rumah, nggak ada gunanya sama sekali. Kalau aku jadi Mama, aku udah buang kamu sejak lama."

Pernyataan itu meledakkan emosi Aqila. "KAKAK KETERLALUAN! ASAL KAKAK TAU, KALAU BUKAN KARNA AKU, MUNGKIN KAKAK JUGA NGGAK AKAN BISA KULIAH DISINI! "teriaknya, air mata mengalir deras di pipinya.

Areta mendekat dengan tatapan penuh kebencian. "BERANI BANGET KAMU NGOMONG GITU SAMA AKU!" katanya sambil menjambak rambut Aqila dengan kasar.

Aqila meringis kesakitan, tapi kali ini ia tidak diam saja. Dengan sekuat tenaga, ia melawan, mendorong Areta hingga kakaknya hampir terjatuh. "AKU NGGAK TAKUT SAMA KAKAK LAGI! KAMU JAHAT! KAMU MENGHANCURKAN HIDUPKU!"

Areta tidak menyangka Aqila akan melawan. Wajahnya memerah karena marah. "DASAR ANAK KURANG AJAR!" teriaknya sambil kembali maju, mencoba mencengkeram Aqila.

Melihat keributan itu, Daniel akhirnya bergerak untuk melerai. "SUDAH, BERHENTI KALIAN!" katanya sambil memisahkan mereka berdua.

Namun, alih-alih membela Aqila, Daniel justru menatap Areta dengan penuh kekhawatiran. "Areta, kamu nggak apa-apa?"

Aqila tertegun. "Daniel, aku yang diserang, tapi kamu malah membelanya? Kamu pacarku, bukan dia!"

Daniel menghela napas berat, ekspresinya datar. "Qila, kamu ini ribet banget. Kamu pikir aku serius sama kamu? Kamu nggak pernah selevel sama aku."

Kata-kata itu membuat Aqila merasa seperti ditampar berkali-kali. Air matanya mengalir semakin deras. Dengan suara serak, ia berkata, "Kalau begitu, hubungan kita selesai. Aku nggak mau lagi ada urusan dengan kalian berdua!"

Daniel dan Areta sama-sama terkejut mendengar pernyataan itu. "APA?" tanya Areta, tidak percaya Aqila berani mengambil keputusan itu.

Aqila menatap mereka dengan penuh kepedihan. "Kalian boleh bersama, tapi ingat ini, aku tidak akan pernah memaafkan kalian!"

Tanpa menunggu jawaban, Aqila berlari keluar dari taman kampus. Air matanya terus mengalir saat ia melewati gerbang, merasa seluruh dunianya runtuh.

Sementara itu, beberapa mahasiswa yang menyaksikan keributan itu mulai berbisik-bisik. Tatapan mereka penuh rasa tidak percaya.

"Itu kan Areta? Kakaknya sendiri?"

"Dan Daniel… dia pacarnya Aqila, kan? Kok bisa sejahat itu?"

Areta merasa risih dengan tatapan-tatapan itu, sementara Daniel hanya berdiri terpaku, menyadari bahwa situasinya telah menjadi semakin rumit. Untuk pertama kalinya, mereka merasakan malu yang begitu besar.

Langkah Aqila terhenti sesaat saat tubuhnya menabrak seseorang. tubuh aqila langsung jatuh ke lantai. sementara pria itu hanya terhuyung kebelakang tapi tidak sampai jatuh. mata yang masih basah oleh air mata, ia mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya. Tinggi, tegap, dengan sorot mata tajam yang memancarkan wibawa.

"Aku minta maaf," gumam Aqila terburu-buru.

Pria itu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Namun, Aqila segera bangkit sendiri, menundukkan kepala, dan bergegas pergi tanpa menunggu reaksi. Pria itu hanya berdiri diam, memperhatikan punggungnya yang semakin menjauh.

“Dia menangis…” gumam pria itu pelan.

Ia termenung sesaat. "Tapi… dia tidak terlihat seperti mahasiswa di sini," bisiknya, memerhatikan pakaian Aqila yang sederhana.

Saat ia masih memikirkan gadis itu, suara lembut namun penuh hormat membuyarkan lamunannya.

"Selamat datang, Nak Alvano. Senang sekali melihat Anda kembali ke kampus ini," sapa seorang pria paruh baya berpakaian rapi, penjaga gerbang utama.

Alvano Raffael Mahendra tersenyum tipis dan mengangguk sopan. "Terima kasih, Pak Arif. Lama sekali rasanya tidak mampir ke sini."

Pak Arif tersenyum hangat. "Tentu saja, kampus ini selalu menunggu kehadiran Anda. Bagaimana kabarnya, Nak Alvano?"

"Baik, Pak," jawab Alvano singkat. Ia melirik ke arah gerbang, masih memikirkan gadis yang baru saja menabraknya.

Pak Arif, yang sudah bertahun-tahun bekerja di kampus itu, mengerti bagaimana reputasi Alvano. Pria muda ini adalah putra tunggal Dimas Rasyid Mahendra, pemilik Mahendra Luminary University, salah satu kampus paling terkenal di negeri ini. Tidak hanya berasal dari keluarga terpandang, Alvano juga seorang dosen muda yang dikenal cerdas dan berwibawa. Dengan gelar doktor di bidang manajemen bisnis yang diraihnya di usia muda, Alvano menjadi idola banyak mahasiswa.

Senyum, tatapan dingin tapi karismatik, dan wajah tampannya membuatnya dikejar banyak wanita. Namun, Alvano selalu menjaga batas, menunjukkan profesionalitas tanpa celah.

"Kabar yang saya dengar, Anda akan mulai mengajar lagi di semester ini?" tanya Pak Arif dengan nada sopan.

Alvano mengangguk. "Benar, saya mengambil beberapa mata kuliah untuk semester ini. Saya pikir sudah saatnya kembali aktif di sini, meskipun jadwal di perusahaan masih padat."

Pak Arif terkagum. "Memang sulit menemukan seseorang seperti Anda, Nak. Pemilik perusahaan besar sekaligus pengajar di universitas. Mahasiswa pasti sangat antusias."

Alvano tertawa kecil. "Saya hanya melakukan apa yang saya bisa, Pak Arif. Lagipula, mengajar memberikan saya perspektif baru."

Mereka melanjutkan obrolan ringan sejenak sebelum Alvano meminta izin untuk masuk ke gedung utama. Namun, pikiran Alvano masih tertuju pada sosok gadis tadi. Ada sesuatu dalam cara gadis itu menangis yang mengganggunya, seperti ada cerita besar yang tersimpan di balik air matanya.

"Siapa dia sebenarnya?" gumamnya sambil melangkah ke dalam kampus.

🌸🌸🌸🌸🌸

Aqila membuka pintu rumah dengan langkah gontai, tubuh lelah dan air matanya terus saja mengalir tanpa henti. Saat ia masuk, suara langkahnya yang berat, membuat Miranda menghampiri nya dengan wajah tak sabar.

"Kamu kenapa menangis seperti itu? "tanya Miranda dengan nada datar, tapi sorot matanya, jelas terlihat bahwa ia tak peduli. "jangan-jangan kamu bikin masalah di tempat kerja? aku nggak mau dengar kabar buruk kalau kamu dipecat! kalau kamu dipecat, kita mau makan apa, hah? "

Kata kata itu menghujam hati Aqila seperti sembilu. Miranda bahkan tidak tahu apa yang baru saja ia alami. Dan tetap saja semua yang keluar dari mulut wanita itu hanyalah amarah.

Dengan suara parau, aqila mencoba menjelaskan.

"Aku nggak bikin masalah, ma.."

"Kalau begitu jangan buang waktu mu menangis disini! Lihat itu dapur, berantakan.Cepat kerjakan tugasmu!" Potong Miranda tampa sedikitpun rasa simpati. Ia berbalik, meninggalkan Aqila yang hannya bisa mengangguk lemah sambil menahan sakit di hatinya.

Didapur, Aqila mulai mencuci piring. Tangannya gemetar, pikirannya melayang pada apa yang baru saja terjadi.Air matanya kembali jatuh, bercampur dengan air sabun yang memenuhi wastafel.

Namun, ketenangan saat itu terhenti ketika terdengar suara pintu dibanting keras. Areta baru saja pulang dari kampus. Suaranya terdengar nyaring memanggil dari ruang tamu.

"AQILA DIMANA KAMU?" Areta berteriak, suaranya penuh amarah. Aqila yang mendengar langsung gugup. Ia tau sesuatu yang buruk akan terjadi.

Areta masuk kedapur dengan langkah cepat,wajahnya memerah karena amarah yang meluap. Tampa basa basi, ia langsung menjambak rambut Aqila dengan kasar. Aqila meringis kesakitan, mencoba melepaskan diri. Tetapi Areta menariknya semakin kuat.

"KAMU TAU NGGAK? KAMU SUDAH MEMPERMALUKAN AKU DI KAMPUS TADI!" Areta berteriak tepat di wajah Aqila.

"Aku nggak bermaksud begitu kak... a.. aku cuma.. "

"DIAM KAMU! teriak Areta semakin kuat menarik rambut Aqila.

"Kak, sakit! " rintih Aqila, mencoba melawan dengan tangan kecilnya. namun, Areta jauh lebih kuat.

Keributan itu kemudian terdengar oleh Miranda yang sedang bersantai di kamarnya. Dengan langkah cepat ia masuk kedapur, dan melihat dua anaknya saling tarik menarik.

"ADA APA INI? " Duara Miranda menggema.

Areta melepas jambakan rambut Aqila. Ia menunjuk Aqila dengan penuh kebencian. "Tanya anak nggak tau diri ini Ma! dia bikin aku malu tadi di kampus! Semua orang ngomongin aku gara gara dia! "

Miranda memandang Aqila dengan tatapan tajam. "Apa maksudnya ini Aqila? Apa lagi yang kamu lakukan? "

"Ma aku nggak salah, kk Areta yang.. "

"Kamu selalu punya alasan ya? AKU SUDAH MUAK DENGAR OMONG KOSONG KAMU!" Miranda langsung mengambil sapu yang berada di sudut dapur dan menghantam punggung Aqila dengan keras.

"Akhhh... sa.. sakit Ma.. " Aqila benar-benar merasa kesakitan saat kayu sapu itu menghantam punggungnya.

"Hikss.. ampun Ma.. Ma aku nggak salah, aku cuma mau ngejelasin apa yang aku liat tadi" Ucap aqila mencoba membela diri sambil menahan rasa sakit di badannya.

"KAMU LIHAT APA? KAMU ITU SELALU SAJA CARI CARI MASALAH! " Miranda memukuli Aqila berkali kali sementara Areta berdiri disampingnya dengan senyum sinis.

"Ma aku nggak sengaja liat kk Areta dan Daniel di kampus tadi, mereka.. "

"CUKUP!! AKU NGGAK PEDULI DENGAN APA YANG KAMU LIHAT! KAMU PIKIR AKU BODOH! KAMU CUMA CARI CARI ALASAN UNTUK BIKIN MASALAH DIRUMAH INI! " Miranda memukul Aqila lebih keras, hingga gadis itu jatuh tersungkur ke lantai.

"Akhhhh.. sakit Ma! hikss.. " Aqila benar benar kesakitan. Ia rasa tulang punggungnya itu sudah retak sekarang. Bahkan Aqila merasa badannya sudah lengket. mungkin itu darah.

Areta mendekati aqila. Ia melempar piring yang ada didekatnya hingga pecah berantakan. Pecahannya sempat mengenai wajah aqila.

"akhhh sakitt.. " lirih aqila saat merasakan darah segar mengalir kening aqila. melihat itu Miranda tak peduli. "Aku nggak nyangka kamu berani ngelaporin aku ke Mama! kamu mau cari mati ya?"

"Kk.. a... aku nggak ngelaporin apa apa ke Mama, a..aku cuma.. "

"DIAM! " Areta kembali menjambak rambut Aqila hingga gadis itu berteriak kesakitan.

"Akhh..sakit kk! sakitt"

”Cukup Areta! biar mama yang urus dia!" Miranda mendorong Areta kesamping dan kembali menghantam tubuh Aqila dengan sapu. "KAMU INI ANAK NGGAK TAU DIRI! AKU UDAH SABAR SELAMA INI URUS KAMU! "

"Ma.. tolong hentikan ma! dengerin aku dulu! hikss.. sakitt" ucap Aqila memohon sambil menangis.

"DENGAR APA? KAMU ITU CUMA ANAK PEMBAWA SIAL! KALAU BUKAN KARENA KAMU, HIDUP KAMI NGGAK AKAN SUSAH SEPERTI INI! Miranda kembali menghantam tubuh Aqila dengan sapu hingga gadis itu tak sanggup berdiri lagi.

Miranda lalu berdiri dengan penuh amarah, menunjuk pintu rumah. ”KAMU KELUAR DARI RUMAH INI SEKARANG JUGA! AKU UDAH NGGAK MAU LIAT MUKA KAMU LAGI! "

"Ma.. tolong jangan usir aku. A.. aku udah nggak punya tempat tinggal lagi ma.. hikss" Aqila memohon dengan air mata yang teru mengalir.

"KELUAR! " Miranda kembali menampar wajah Aqila hingga darah segar mengalir di hidung dan bibir nya. ia menyeret Aqila dengan menarik rambutnya hingga keluar rumah.

"SEKARANG KAMU PERGI DARI SINI! DAN JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI! " Miranda menatap penuh kebencian pada aqila.

Saat itu juga areta datang dengan membawa semua baju baju aqila yang sudah dimasukkan ke dalam tas. dia melempar kasar ke tubuh Aqila dimana terduduk tak berdaya.

"Ma.. to.. tolong jangan usir aku hikss.. ma.. maafin aku kk" ucapnya pilu.

Namun areta dan Miranda hanya mengacuhkan tangisan Aqila. Mereka menatap Aqila dengan dingin dan tajam , lalu akhirnya menutup pintu dengan keras, meninggalkan Aqila yang sudah tak berdaya diluar rumah.

*******

Mau lanjut nggak nih? terus dukung aku dengan like, vote and komennya ya... ☺

Episodes
1 Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2 Bab 2 Pengkhianatan
3 Bab 3 Diusir dari Rumah
4 Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5 Bab 5 Perhatian Alvano
6 Bab 6 Kehidupan Baru
7 Bab 7 Calon mantu?
8 Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9 Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10 Bab 10 Perjodohan
11 Bab 11 Persetujuan Alvano
12 Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13 Bab 13 Pernikahan
14 Bab 14 Pindahan
15 Bab 15 Rumah Baru
16 Bab 16 Cemburu?
17 Bab 17 Sakit Perut
18 Bab 18 Khawatir
19 Bab 19 Perhatian
20 Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21 Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22 Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23 Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24 Bab 24 Alvano yang selalu ada
25 Bab 25 Tuduhan Areta
26 Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27 Bab 27 Kehadiran Bianka
28 Bab 28 Jebakan Bianka
29 Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30 Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31 Bab 31 Penjelasan
32 Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33 Bab 33 Cemburu
34 Bab 34 Ngambek
35 Bab 35 Mual
36 Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37 Bab 37 Sepupu Amel
38 Bab 38 Rencana Balas Dendam
39 Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40 Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41 Bab 41 Posesifnya Alvano
42 Bab 42 Masa Lalu Rania
43 Bab 43 Ngidam
44 Bab 44 Kecemburuan Alvano
45 Bab 45 Aqila Hilang
46 Bab 46 Kemarahan Alvano
47 Bab 47 Hancur
48 Bab 48 Jebakan Daniel
49 Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50 Bab 50 Kesedihan
51 Bab 51 Keajaiban
52 Bab 52 Membaik
53 Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54 Bab 54 Lahiran
55 Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56 Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57 Bab 57 Sosok Laura
58 Bab 58 Zayyan yang Rewel
59 Bab 59 Sakit
60 Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61 Bab 61 Salah Paham
62 Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63 Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64 Bab 64 Cemas
65 Bab 65 Aqila Sakit
66 Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67 Bab 67 Rencana Arga
68 Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69 Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70 Bab 70 Pergi Dari Rumah
71 Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72 Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73 Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74 Bab 74 Penculikan Aqila
75 Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76 Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77 Bab 77 Kritis
78 Bab 78 Secercah Harapan
79 Bab 79 Alvano Sadar
80 Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2
Bab 2 Pengkhianatan
3
Bab 3 Diusir dari Rumah
4
Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5
Bab 5 Perhatian Alvano
6
Bab 6 Kehidupan Baru
7
Bab 7 Calon mantu?
8
Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9
Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10
Bab 10 Perjodohan
11
Bab 11 Persetujuan Alvano
12
Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13
Bab 13 Pernikahan
14
Bab 14 Pindahan
15
Bab 15 Rumah Baru
16
Bab 16 Cemburu?
17
Bab 17 Sakit Perut
18
Bab 18 Khawatir
19
Bab 19 Perhatian
20
Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21
Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22
Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23
Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24
Bab 24 Alvano yang selalu ada
25
Bab 25 Tuduhan Areta
26
Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27
Bab 27 Kehadiran Bianka
28
Bab 28 Jebakan Bianka
29
Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30
Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31
Bab 31 Penjelasan
32
Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33
Bab 33 Cemburu
34
Bab 34 Ngambek
35
Bab 35 Mual
36
Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37
Bab 37 Sepupu Amel
38
Bab 38 Rencana Balas Dendam
39
Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40
Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41
Bab 41 Posesifnya Alvano
42
Bab 42 Masa Lalu Rania
43
Bab 43 Ngidam
44
Bab 44 Kecemburuan Alvano
45
Bab 45 Aqila Hilang
46
Bab 46 Kemarahan Alvano
47
Bab 47 Hancur
48
Bab 48 Jebakan Daniel
49
Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50
Bab 50 Kesedihan
51
Bab 51 Keajaiban
52
Bab 52 Membaik
53
Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54
Bab 54 Lahiran
55
Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56
Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57
Bab 57 Sosok Laura
58
Bab 58 Zayyan yang Rewel
59
Bab 59 Sakit
60
Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61
Bab 61 Salah Paham
62
Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63
Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64
Bab 64 Cemas
65
Bab 65 Aqila Sakit
66
Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67
Bab 67 Rencana Arga
68
Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69
Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70
Bab 70 Pergi Dari Rumah
71
Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72
Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73
Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74
Bab 74 Penculikan Aqila
75
Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76
Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77
Bab 77 Kritis
78
Bab 78 Secercah Harapan
79
Bab 79 Alvano Sadar
80
Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!