Bab 7 Calon mantu?

Setelah beberapa hari di rumah Alvano, Aqila mulai merasa sedikit bosan. Meski rumah ini luas dan nyaman, dia merasa seperti tidak punya tempat. Hanya berdiam diri di dalam rumah tanpa ada yang bisa dikerjakan membuatnya merasa hampa. Tiba-tiba, Aqila merasa ingin keluar dan menikmati udara segar.

Ia berjalan keluar rumah, terpesona dengan keindahan halaman rumah Alvano yang luas dan penuh dengan tanaman hijau yang subur. Di sisi lain, ada kolam ikan dengan air jernih, dikelilingi tanaman hias yang menambah kesan alami di sekitar rumah. Aqila berdiri di dekat kolam, memandangi ikan-ikan yang berenang dengan lincah. Ia merasa sedikit tenang melihat pemandangan itu, meskipun hatinya masih bergejolak.

"Ah, indah sekali..." bisiknya sambil menikmati pemandangan sekitar.

Aqila tersenyum melihat keindahan ikan-ikan itu. Ia duduk di tepi kolam dan mulai mengusap air, senang dengan suasana tenang yang membawa kenangan masa kecilnya. Dulu ia juga sempat memelihara ikan, tetapi sayangnya, ikan-ikan itu mati satu per satu. Sekarang, melihat ikan-ikan di kolam ini membuat hatinya sedikit lebih ringan.

Saat itu, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan rumah. Alvano baru pulang dari kampus dengan pakaian rapi. Ia membuka pintu mobil dan melangkah keluar, namun tiba-tiba berhenti karna mendengar suara percikan air. Penasaran, ia menoleh ke samping rumah dan melihat Aqila yang sedang asyik bermain air di kolam.

Alvano tersenyum tipis, menyaksikan Aqila yang tampak begitu bahagia, tidak menyadari kedatangannya. Tanpa sadar, Aqila melangkah lebih dekat ke kolam, terlalu fokus pada ikan-ikan yang ada di dalamnya membuatnya menginjak batu dan tergelincir hampir jatuh ke dalam kolam, namun sebelum itu tangan Alvano dengan sigap menariknya.

Aqila terkejut, dan langsung menatap wajah Alvano yang kini begitu dekat dengannya. Tatapan mata mereka bertemu untuk kedua kalinya. Aqila merasa jantungnya berdebar, dan Alvano pun tidak kalah terkejut, meskipun ia berusaha tetap tenang.

"Aqila, hati-hati," ujar Alvano, matanya tetap tertuju pada wajah Aqila yang sedikit memerah karena rasa malu.

“Eh! Kk Vano, kamu... kamu lagi-lagi menolongku,” ujarnya dengan suara pelan dan malu.

Alvano tersenyum lebar, sedikit mengernyitkan dahi. “Nggak masalah, kamu hampir jatuh. Untung aku ada di sini,” katanya dengan nada yang tenang. Ia membiarkan tangan Aqila yang ia pegang sebentar, lalu perlahan melepaskannya.

"Makasih ya kk Vano.. "

"iya, kenapa kamu disini, apakah kondisi mu sudah baik sekarang? "

"iya kk, aku sudah baikkan sekarang, aku kesini karna aku bosan di dalam rumah sendiri. Aku hanya ingin berjalan jalan sebentar keluar untuk mencari udara segar"

"Emangnya mama kemana? "

"Katanya sih tadi, dia ada urusan sebentar kk. Dia pergi keluar, aku nggak tau kemana"

Alvano manggut manggut, "lalu kamu ngapain dikolam ikan ini aqila? "

Aqila menundukkan wajahnya, merasa malu karena kejadian tadi. “ Aku cuma mau lihat ikan ikannya aja kk, Aku suka ikan-ikan ini. Dulu aku pelihara ikan juga,” katanya, berusaha mengalihkan perhatian. “Tapi... ya, mereka mati semua,” tambahnya dengan senyum kecut.

Sayang sekali,” ujar Alvano, mencoba meredakan ketegangan. “Kamu suka ikan ya?”

Aqila mengangguk. “Iya, aku suka. Mereka... mereka bikin aku tenang.”

Alvano memandang Aqila dengan penuh perhatian. “Kalau gitu, kalau kamu mau ikan, biar aku ambilkan,” tawarnya dengan nada serius, meskipun ia merasa sedikit aneh mendengar dirinya sendiri menawarkan ikan untuk Aqila.

Aqila terkejut mendengarnya. “Eh? Kamu... mau ambilkan?” tanyanya, sedikit bingung.

“Iya,” jawab Alvano sambil tersenyum. Namun, begitu ia mendekat untuk menangkap ikan, langkahnya malah tergelincir. Dalam sekejap, Alvano jatuh ke dalam kolam.

"K..kak Vano!" Aqila berlari menghampiri, tidak tahu harus berbuat apa. Ia melihat Alvano yang tercebur ke kolam. Alvano jadi basah kuyup dan bajunya jadi kotor, bahkan penampilannya terlihat sangat berantakan sekarang.

Alvano mengusap wajahnya yang tertutup air kolam, kemudian berdiri dengan kesulitan. "Aku... baik-baik saja," ujarnya sambil sedikit tersenyum, namun wajahnya tampak sedikit kesakitan. Kakinya terlihat terluka karena kerasnya benturan dengan tembok kolam.

Aqila merasa sangat khawatir. "Kak Vano, kamu jangan paksakan diri," ucapnya dengan nada panik. Alvano keluar dari kolam dan berjalan pelan menuju rumah, namun Aqila merasa tak enak hati dan mengikutinya.

"Biarkan aku bantu," ucap Aqila saat melihat Alvano berjalan pelan dengan kesakitan. Ia bisa melihat luka kecil di kaki Alvano dan memutuskan untuk menolongnya.

Langkah Alvano terhenti saat ia akan menaiki tangga menuju kamarnya, Aqila berdiri di sampingnya dengan penuh perhatian. "Kak Vano, biar aku obati lukamu, ya?" tawarnya dengan suara lembut.

Alvano menatapnya sejenak, merasa canggung dengan kedekatan mereka. "Nggak usah repot-repot," jawabnya pelan, namun Aqila sudah bersikeras. "Jangan khawatir, aku bisa bantu. Biarkan aku."

Aqila membantu Alvano duduk di kursi dan mulai membersihkan luka di kakinya dengan hati-hati. Tangan Aqila yang lembut menyentuh kulit Alvano, membuat suasana terasa semakin canggung. Mereka berdua saling menatap sejenak, namun keduanya merasa tidak bisa menahan perasaan yang muncul di dalam hati mereka.

Aqila merasa canggung saat menyentuhnya, dan Alvano merasa ada perasaan aneh setiap kali melihat Aqila, meskipun mereka baru beberapa hari saja kenal. "Kamu nggak perlu merasa bersalah," ucap Alvano pelan, memecah keheningan. "Aku yang ceroboh."

Aqila hanya tersenyum canggung. "Aku merasa harus bertanggung jawab," katanya dengan suara yang hampir berbisik.

Saat Aqila membersihkan pakaian Alvano yang kotor akibat jatuh ke dalam kolam, tatapan mereka berdua semakin dalam. Sebuah momen diam yang terasa sangat panjang dan penuh makna. Mereka tidak bisa mengalihkan mata mereka dari satu sama lain.

Tiba-tiba, pintu rumah terbuka, dan Mama Alvano Ratna masuk dengan wajah terkejut. "Vano! Apa yang terjadi denganmu?" tanyanya, terkejut Melihat putranya yang basah kuyup, baju kotor dan ada luka kecil di kakinya, wanita paruh baya itu segera menghampiri mereka dengan raut wajah cemas. Ia meletakkan tas belanjaannya di meja lalu menatap Vano dengan khawatir.

"Apa yang terjadi, Nak? Kenapa kamu bisa basah kuyup seperti ini?" tanya ratna, suaranya terdengar panik.

Alvano yang masih duduk mencoba menenangkan ibunya dengan senyum tipis. "Aku nggak apa-apa, Ma. Tadi aku cuma mau nangkap ikan buat Aqila di kolam samping rumah. Aku malah kepeleset dan jatuh ke dalam kolam. Makanya aku basah begini."

"Ya ampun, Vano! Kamu itu harus hati-hati," ujar mamanya sambil memegang pundaknya, memastikan ia benar-benar baik-baik saja.

Di sisi lain, Aqila merasa sangat bersalah. Ia menunduk dengan raut wajah penuh penyesalan. "Maafin aku, Tante. Gara-gara aku, Kak Vano jadi jatuh begini..."

Mama Alvano tersenyum lembut dan memegang tangan Aqila. "Nggak, Sayang. Ini bukan salah kamu. Justru tante berterima kasih karena kamu sudah mau obati luka Vano. Kalau nggak ada kamu, siapa yang bantu dia?"

"Iya, Qila. Nggak usah merasa bersalah," timpal Alvano dengan nada santai, sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. "Aku baik-baik saja. Luka kecil ini nggak apa-apa kok."

Aqila mengangkat wajahnya perlahan, tetapi justru bertemu dengan tatapan Alvano yang tersenyum hangat padanya. Jantungnya berdegup kencang, dan ia merasa wajahnya memerah. Ia mengalihkan pandangan sambil mengusap telapak tangannya dengan gugup.

"Vano, cepat mandi dan ganti baju. Jangan sampai masuk angin," ucap Mama Alvano sambil memandang putranya dengan tegas.

"Iya, Ma. Aku langsung ke kamar," jawab Alvano patuh. Ia bangkit perlahan, berjalan menuju kamarnya sambil melirik sekilas ke arah Aqila.

Setelah Alvano masuk kamar, Mama Alvano menghela napas lega. Ia menatap Aqila yang masih berdiri di ruang tamu dengan wajah sedikit tegang. "Qila, ayo temanin Tante belanja sayur didepan, Tante mau masak sayur untuk makan malam kita nanti."

"i.. iya tante"

"sebenarnya tante mau beli sayurnya dipasar tadi, tapi karna tante lihat banyak yang nggak segar. Tante memutuskan untuk beli dirumah aja. Di depan sini ada warung sayur, segar-segar. Nanti kamu bantuin tante milih ya" ucap Ratna memegang tangan Aqila dan mengajaknya berjalan ke dekat warung yang tidak jauh dari rumahnya.

🌻🌻🌻🌻🌻

Aqila berjalan di sebelah Mama Alvano, menuju sebuah kedai sayur sederhana di seberang jalan. Kedai itu tampak ramai oleh ibu-ibu yang asyik memilih sayuran dan berbincang. Ratna menyambut pemilik kedai dengan senyum hangat, sementara Aqila berdiri canggung di sampingnya, merasa tak familiar dengan keramaian ini.

"Qila, sini, bantu Tante pilih sayuran, ya," ucap Ratna sambil menyerahkan sebuah keranjang belanja kecil ke tangan Aqila.

"I-iya, Tante," jawab Aqila sambil tersenyum tipis. Tangannya mulai sibuk memilah-milah buncis dan wortel di hadapannya.

Sejumlah ibu-ibu yang juga berbelanja di sana mulai melirik ke arah Aqila, wajah mereka tampak penasaran. Salah satu dari mereka, seorang wanita paruh baya dengan kerudung motif bunga, berbisik pada ibu di sebelahnya.

"Bu Ratna bawa siapa itu? Cantik sekali gadisnya," tanya wanita itu sambil melirik Aqila.

Ratna, yang mendengar bisikan tersebut, tersenyum ramah dan menjawab ringan, "Ini Aqila, tamu di rumah saya"

Wah, tamu atau calon mantu, Bu Ratna?" godanya dengan nada setengah bercanda.

Aqila yang tengah sibuk memilih wortel sontak membeku. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya memerah seketika. Ia menunduk lebih dalam, berusaha bersembunyi di balik rambutnya yang jatuh menutupi sebagian wajah. Dalam hatinya, ia bergumam panik, "Calon mantu? Ya Allah, apa-apaan ini.."

"Bukan, bukan begitu," jawab Ratna cepat sambil tertawa kecil, merasa sedikit canggung. "Aqila ini tamu yang menginap di rumah saya, dia ini anak dari sahabat suami saya, Dia anak baik."

Ibu-ibu di sekitar itu semakin bersemangat menggoda. Salah satu dari mereka, seorang wanita dengan tawa renyah, menambahkan, "Anak baik cocoknya jadi calon menantu, Bu Ratna. Lagipula, anak bu Ratna kan belum punya pacar. Siapa tahu jodoh. Udah cocok, sama-sama cakep!"

Aqila makin salah tingkah. Dalam hati, ia berbisik pelan, "Tidak mungkin, Aku mana mungkin bisa menjadi istri Kak Vano. Dia terlalu sempurna, Aku bukan siapa-siapa..."

Ratna, di sisi lain, hanya tersenyum simpul. Sebuah ide mulai muncul di benaknya seiring candaan para ibu-ibu tadi. Ia menatap Aqila yang masih sibuk memilih sayuran sambil menunduk, kemudian berpikir dalam hati, "Aqila ini gadis baik. Tutur katanya sopan, wajahnya cantik, dan hatinya terlihat tulus. Alvano pasti butuh seseorang seperti dia. Hmm, bagaimana kalau benar-benar kujodohkan saja mereka?"

Namun, Ratna tidak langsung mengutarakan pikirannya. Ia berusaha tetap fokus pada belanja. "Sudahlah, kalian ini suka bercanda. Ayo, Aqila, kita ambil tomat sama cabai, ya. Tante mau bikin sambal nanti malam," ucap Ratna dengan nada lembut.

"I-iya, Tante," jawab Aqila gugup, masih merasa banyak mata tertuju padanya.

Sementara itu, ibu-ibu yang masih berada di sana hanya tersenyum-senyum menggoda. Salah satunya berbisik pelan, "Duh, Vano sama gadis itu pasti cocok banget. Kalau jadi mantu, kita harus datang ke resepsinya!"

Sepanjang perjalanan keluar dari kedai, Aqila tak henti-hentinya menunduk. Wajahnya masih merah padam. Ratna menyadari hal itu dan terkekeh pelan.

"Qila, nggak usah dipikirin omongan ibu-ibu tadi. Mereka memang suka bercanda begitu," ujar Ratna menenangkan.

Aqila menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis meski hatinya masih gelisah. "Iya, Tante... Tapi mereka bilang seperti itu,aku jadi malu."

Ratna tersenyum penuh arti. Ia menatap Aqila dalam-dalam sebelum menjawab, "Malu kenapa? Kamu itu anak baik, Qila. Kalau pun ada yang mengira begitu, itu artinya kamu pantas jadi seseorang yang spesial."

Aqila tak menjawab, hanya menunduk semakin dalam. Hatinya berdebar. Perasaan yang tak bisa ia jelaskan mulai muncul sejak tinggal di rumah Alvano. Ia tahu bahwa dirinya bukanlah siapa-siapa dibandingkan dengan Alvano yang sempurna. Namun, mengapa perkataan Tante Ratna terasa begitu menghangatkan hati?

Di dalam hati, Ratna mulai merencanakan sesuatu. "Kalau Alvano bisa melihat Aqila seperti aku melihatnya, aku yakin hati Vano bisa luluh. Mungkin inilah gadis yang selama ini dicari anakku."

**********

vote, like and komennya jangan lupa ya readersss.. ☺ mampir juga ke cerita lama aku "KEKASIH HALALKU " ya...!

Bantu dukung akun ini dengan follow dan jangan lupa bantu promosiin ceritanya🤗😉

Episodes
1 Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2 Bab 2 Pengkhianatan
3 Bab 3 Diusir dari Rumah
4 Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5 Bab 5 Perhatian Alvano
6 Bab 6 Kehidupan Baru
7 Bab 7 Calon mantu?
8 Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9 Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10 Bab 10 Perjodohan
11 Bab 11 Persetujuan Alvano
12 Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13 Bab 13 Pernikahan
14 Bab 14 Pindahan
15 Bab 15 Rumah Baru
16 Bab 16 Cemburu?
17 Bab 17 Sakit Perut
18 Bab 18 Khawatir
19 Bab 19 Perhatian
20 Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21 Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22 Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23 Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24 Bab 24 Alvano yang selalu ada
25 Bab 25 Tuduhan Areta
26 Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27 Bab 27 Kehadiran Bianka
28 Bab 28 Jebakan Bianka
29 Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30 Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31 Bab 31 Penjelasan
32 Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33 Bab 33 Cemburu
34 Bab 34 Ngambek
35 Bab 35 Mual
36 Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37 Bab 37 Sepupu Amel
38 Bab 38 Rencana Balas Dendam
39 Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40 Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41 Bab 41 Posesifnya Alvano
42 Bab 42 Masa Lalu Rania
43 Bab 43 Ngidam
44 Bab 44 Kecemburuan Alvano
45 Bab 45 Aqila Hilang
46 Bab 46 Kemarahan Alvano
47 Bab 47 Hancur
48 Bab 48 Jebakan Daniel
49 Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50 Bab 50 Kesedihan
51 Bab 51 Keajaiban
52 Bab 52 Membaik
53 Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54 Bab 54 Lahiran
55 Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56 Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57 Bab 57 Sosok Laura
58 Bab 58 Zayyan yang Rewel
59 Bab 59 Sakit
60 Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61 Bab 61 Salah Paham
62 Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63 Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64 Bab 64 Cemas
65 Bab 65 Aqila Sakit
66 Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67 Bab 67 Rencana Arga
68 Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69 Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70 Bab 70 Pergi Dari Rumah
71 Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72 Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73 Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74 Bab 74 Penculikan Aqila
75 Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76 Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77 Bab 77 Kritis
78 Bab 78 Secercah Harapan
79 Bab 79 Alvano Sadar
80 Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 Kehidupan Yang Memilukan
2
Bab 2 Pengkhianatan
3
Bab 3 Diusir dari Rumah
4
Bab 4 Takdir Di Tengah Hujan
5
Bab 5 Perhatian Alvano
6
Bab 6 Kehidupan Baru
7
Bab 7 Calon mantu?
8
Bab 8 kesepakatan mama dan papa
9
Bab 9 Hujan yang membasuh luka
10
Bab 10 Perjodohan
11
Bab 11 Persetujuan Alvano
12
Bab 12 Fitting Baju Pernikahan
13
Bab 13 Pernikahan
14
Bab 14 Pindahan
15
Bab 15 Rumah Baru
16
Bab 16 Cemburu?
17
Bab 17 Sakit Perut
18
Bab 18 Khawatir
19
Bab 19 Perhatian
20
Bab 20 Mewujudkan mimpi Aqila
21
Bab 21 Membeli Perlengkapan Kuliah
22
Bab 22 Hari Pertama Kuliah
23
Bab 23 Hati Aqila yang terluka
24
Bab 24 Alvano yang selalu ada
25
Bab 25 Tuduhan Areta
26
Bab 26 Mengungkit Masa Lalu Aqila
27
Bab 27 Kehadiran Bianka
28
Bab 28 Jebakan Bianka
29
Bab 29 Alvano yang tak ada kabar
30
Bab 30 Hasrat yang Tak Terkendali
31
Bab 31 Penjelasan
32
Bab 32 Rahasia yang terbongkar
33
Bab 33 Cemburu
34
Bab 34 Ngambek
35
Bab 35 Mual
36
Bab 36 Peristiwa yang Menggemparkan Kampus
37
Bab 37 Sepupu Amel
38
Bab 38 Rencana Balas Dendam
39
Bab 39 Ketakutan Itu Masih Ada
40
Bab 40 Kesehatan Aqila Membaik
41
Bab 41 Posesifnya Alvano
42
Bab 42 Masa Lalu Rania
43
Bab 43 Ngidam
44
Bab 44 Kecemburuan Alvano
45
Bab 45 Aqila Hilang
46
Bab 46 Kemarahan Alvano
47
Bab 47 Hancur
48
Bab 48 Jebakan Daniel
49
Bab 49 Aqila Dalam Bahaya
50
Bab 50 Kesedihan
51
Bab 51 Keajaiban
52
Bab 52 Membaik
53
Bab 53 Membeli Perlengkapan Bayi
54
Bab 54 Lahiran
55
Bab 55 Buah Hati Tampan Keluarga Mahendra"
56
Bab 56 Alvano Si Suami Manja dan Cemburuan
57
Bab 57 Sosok Laura
58
Bab 58 Zayyan yang Rewel
59
Bab 59 Sakit
60
Bab 60 Mengantar Bekal Alvano
61
Bab 61 Salah Paham
62
Bab 62 Sedikit Rahasia Mengenai Laura Terbongkar
63
Bab 63 Gerak Gerik Laura yang Mencurigakan
64
Bab 64 Cemas
65
Bab 65 Aqila Sakit
66
Bab 66 Kepercayaan Yang Retak
67
Bab 67 Rencana Arga
68
Bab 68 Antara Cinta dan Kecewa
69
Bab 69 Sama-Sama Tersakiti
70
Bab 70 Pergi Dari Rumah
71
Bab 71 Identitas Asli Laura terbongkar
72
Bab 72 Hancur Dan tertatih dalam Kesakitan
73
Bab 73 Kerapuhan Seorang Alvano
74
Bab 74 Penculikan Aqila
75
Bab 75 Pembalasan Dendam Areta
76
Bab 76 Diantara Hidup dan Mati
77
Bab 77 Kritis
78
Bab 78 Secercah Harapan
79
Bab 79 Alvano Sadar
80
Bab 80 Kebahagiaan Telah Kembali

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!