..."Terkadang waktu yang singkat, memiliki kenangan yang hebat."...
Happy reading, guys. Enjoy.....
Freya. Gadis itu memandang wajah tampan Azri dengan intens. Tangan dari gadis itu kini mulai mengusap setiap inci dari wajah tampan kakaknya itu. Mulus, batinnya. Freya turun dari tempat tidur Azri, kemudian gadis itu membukakan pintu kamar yang sedari tadi diketuk oleh seseorang.
"Kenapa, Kak?"
Freya mencubit pelan tangan kiri dari Rezvan. Kakaknya yang satu itu memang sering menganggu waktu santainya. Sementara Rezvan, pria itu kini tersenyum polos kearah adik kecilnya. "Mau main gak?"tawarnya.
Freya mengangguk dengan semangat. Gadis itu berlari kencang kearah kamarnya, saat Rezvan menyuruhnya untuk bersiap sesegera mungkin. Rezvan sibuk merapihkan semua barang dikamar milik Azri. Setelah semuanya selesai, pria itu berjalan kearah ruangan keluarga dan menemukan Freya yang sedang sibuk memakai Hoodie dengan dibantu oleh Farrel.
"Bilangnya udah gede, tapi pake Hoodie aja masih gak bisa."
Freya mengerucutkan bibirnya lucu. Ia memang sudah besar, akan tetapi jika masalah memakai Hoodie, itu urusan belakang. Tangan dari gadis itu kini mulai mengusap pelan puncak kepala dari Farrel.
"Beda lagi, Kak. Freya emang udah gede, kakak aja yang gak mengakui."
Farrel menghembuskan nafasnya kasar. Freya akan tetap seperti anak kecil dimatanya. Walaupun nanti ia sudah mempunyai anak, ia akan tetap menganggap Freya sebagai anak kecil yang harus ia jaga dan juga ia sayangi. Ia yakin jika Rezvan dan Azri juga akan melakukan hal yang sama seperti dirinya. Karena Freya adalah segalanya bagi mereka. Preman yang akan menyentuh adiknya saja, Azri lumpuhkan. Bagaimana dengan orang yang menyakiti adiknya?
Setelah semuanya siap, Freya dengan segera menarik lengan Rezvan agar segera masuk kedalam mobil. Rezvan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia tak ingin, jika Farrel memarahinya hanya karena hal sepele seperti ini.
Rezvan tersenyum, lihatlah, Freya berlari kesana kemari. Lucu, batinnya. Rezvan turun dari mobilnya, lalu mengikuti Freya dari arah belakang. Ingin bermain bersama pun, ia merasa malu. Rezvan berumur 18, sementara Freya berumur 16. Sungguh tidak pantas jika Rezvan bermain salju-saljuan seperti ini.
"Kak, cepet sini, ayok main salju bareng."
Rezvan menggeleng. Pria itu hanya memantau Freya dari arah kejauhan. Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Rezvan dengan segera menggendong adiknya itu, lalu membawanya kearah tempat penjual pizza.
Freya yang menangis, dan Rezvan yang sedang sibuk memesan pizza. Rezvan mengusap puncak kepala adiknya itu. Melihat Freya yang menangis karenanya, membuat hatinya sedikit teriris.
"Mainnya nanti lagi, ya? Ntar kita ajak Bang Azri sama Bang Farrel buat main juga ditempat ini."
Freya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tak ingin terlalu banyak berharap. Azri memang bisa jika ia ajak bermain, akan tetapi jika Farrel? Ia bahkan tak yakin.
"Kenapa gak mau? Kan seru main salju berempat."
"Emang Kak Farrel mau?"
Rezvan yang mengerti akan arah pembicaraan ini, ia mengusap pelan puncak kepala Freya. Ia bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan singkat adik kecilnya itu. Tak ingin melihat adiknya bersedih lagi, dengan cepat Rezvan mengambil pesanannya, lalu membawa Freya pulang.
Tubuh Azri oleng, saat Freya memeluknya dengan sangat erat. Kini Azri merasakan jika baju yang dikenakannya kini basah. Azri mengusap pelan puncak kepala adiknya itu. "Kenapa?"tanyanya.
"Pingin main lagi, hiks!"
Azri mengecup puncak kepala adiknya itu, lalu setelah itu, ia menatap tajam Rezvan. Sementara yang ditatap hanya bisa menampilkan senyuman polosnya saja.
"Yaudah makan pizza nya dulu, yuk. Ntar kakak ajak kamu lagi deh buat kesana."
Tangisan Freya kini mereda. Gadis itu kini menampilkan senyuman manisnya kearah Farrel. Dengan penuh semangat ia memberikan satu per satu pizza kepada ketiga kakaknya. Rezvan yang melihat hal itu tersenyum senang, akhirnya adiknya itu ceria kembali.
Setelah semuanya selesai, kini Azri, Freya, dan Rezvan sedang sibuk memilih film yang akan ditonton secara bersama-sama nantinya. Azri yang ingin menonton film bergenre psycho, sementara Freya dan Rezvan, mereka berdua sama-sama ingin menonton film bergenre romance.
Tak ingin melihat Freya yang menangis, akhirnya dengan terpaksa Azri mengalah saja. Dimenit yang ke-10, Azri dan Rezvan sama-sama tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. Sementara Freya, gadis itu sedang sibuk terbawa perasaan dengan film yang sedang ditontonnya saat ini. Ia membulatkan matanya tak percaya, saat film itu tiba-tiba saja mati. Freya mengalihkan pandangannya kearah Farrel, yang sedang sibuk menatapnya dengan tatapan tajam. Tangan dari pria itu kini beralih kearah jam tangan yang sedang dipakainya saat ini. Dan bagusnya, Freya mengerti akan hal itu.
"Jam 11 malem, kak."
"Waktunya buat?"
"Tidur."
Farrel mengangguk kecil. Setelah memastikan adik kecilnya itu benar-benar tidur, ia kembali kearah ruang keluarga. Dengan lembut, ia menarik kaki Azri dan Rezvan hingga sampai kearah dapur. Rezvan menatap takut Farrel, sementara Azri, pria itu menatap tajam Farrel.
"You want to die, Farrell Edzard Abinaya Abrisam?"
Farrel menatap tajam Azri. Tangannya kini memukul pelan kepala dari Azri. "Yang sopan, bego!"tegurnya.
Azri memutar bola matanya malas. Ancamannya memang selalu gagal jika dengan Farrel. Menyebalkan, batinnya.
"Ini ada apa ya, kak? Kok kita dibawa kesini?"
Farrel tersenyum kecil kearah Rezvan. Pria tua itu kini mengelus pelan puncak kepala Rezvan. "Do you know what wrong you have done?
Rezvan yang mengerti akan arah pembicaraan ini, ia dengan segara menatap tajam Farrel, hal ini ia lakukan agar mental dari Farrel turun.
"What are you doing?"
"Let your mind down."
Farrel memutar bola matanya malas. Setelah itu, ia memukul pelan pipi kanan Rezvan. "Stupid,"umpatnya.
TBC........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments