Dan seperti pagi-pagi sebelumnya, kegiatan sarapan bersama yang hukumnya wajib ini berlangsung dengan khidmat. Papa Adit selalu menanyakan kegiatan apa yang akan dilakukan anak-anaknya hari ini. Memang terkesan monoton, tapi papa Adit merasa perlu tahu kegiatan anak-anaknya, karena tidak bisa setiap hari mengawasi mereka. Tak jarang ia juga memberikan nasehat, terlebih kepada Rafa yang sering membuat pusing kepalanya karena laporan dari sang istri.
"Setelah Abang pulang, kamu balik pake motor lagi ya, Fa. Mobil itu punya Abang," ucap papa Adit sembari menikmati sarapannya.
"Terus... Rafa kapan dibeliin mobilnya, Pa?"
"Besok, kalo Mama udah laporan kamu enggak gonta-ganti pacar lagi." papa Adit menjawab dengan tegas dan tatapan yang tajam ke arah Rafa.
Mama Salma dan Eowyn refleks tertawa kecil.
"Diem lo!" seru Rafa pada Eowyn.
"Naahhh, itu juga yang jadi pertimbangan Papa. Selama ini kamu ke Eowyn suka ngomong 'elo-gue', itu berarti kamu enggak ngehargain Eowyn sebagai kakak." tegas Adit.
"Lidahnya udah kebiasa begitu, Pa."
"Kamunya yang salah, jangan nyalahin lidah. Dari kecil juga kamu manggilnya kakak, sejak SMA aja berubah jadi elo-gue. Mama kan udah sering kasih tau." timpal mama Salma.
"Iya Ma... Pa... maaf," Rafa berujar lirih. Untuk situasi seperti ini, ia memang harus mengalah demi keselamatan dirinya dan uang jajannya.
"Papa akan kasih kamu mobil asal kamu berubah. Papa enggak suka liat kamu gonta-ganti pacar gitu, Fa. Papa juga enggak suka kamu kebanyakan nongkrong di luar. Mending kamu bantu Papa di kantor. Kalo kerja kamu bagus, Papa bisa pertimbangkan soal mobil."
Penawaran papa Adit barusan bagaikan angin segar bagi Rafa, bibirnya pun refleks menyunggingkan senyuman yang lebar. Eh tapi, bekerja sebagai apa?
"Ngerjain apa dong, Pa? Rafa kan belum lulus, mana paham soal perusahaan." Rafa menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal.
"Makanya belajar. Kalo kamu enggak mau pusing soal kerjaan, Papa bisa kok tempatin kamu dibagian OB."
"Yaa Allah, Pa. Masa anaknya sendiri dijadiin OB sih!" jawab Rafa dengan wajah yang memelas.
Hal itu sontak membuat mama Salma dan Eowyn terbahak-bahak.
"Kamu juga Eowyn!" Adit menghentikan Eowyn yang masih tertawa. "Kamu juga harus mulai bantu di kantor, Papa enggak akan terima alasan kamu lagi."
"Tapi... sama Zahra ya, Pa." Eowyn memohon pada papanya.
Papa Adit mengangguk. "Tinggal kasih tau Papa kapan kamu dan Zahra siap. Begitu juga dengan kamu Rafa, liburan semester ini wajib hukumnya kamu bantuin Papa. Enggak ada acara liburan semester sama teman-temanmu lagi. Kamu udah harus ngerti gimana caranya cari uang sendiri, karena selama libur semester nanti Papa enggak kasih uang jajan untuk kalian berdua."
Eowyn dan Rafa membelalak mendengar perkataan Adit.
"Pa... masa karena Rafa, aku juga ikut kena imbasnya enggak dapet uang jajan sih?" Eowyn merajuk.
"Laahhh... kok jadi nyalahin gue?" Rafa menaikkan nada bicaranya karena tidak terima menjadi biang kerok.
"Stop! Ini keputusan Papa, kalian kalo enggak diginiin, hidup kalian terlalu enak. Papa enggak mau ngebandingin kalian, tapi seenggaknya kalian bisa mencontoh Rayyan. Sejak mulai kuliah abang kalian itu selalu bantuin Papa kalo libur, hingga akhirnya memutuskan untuk kuliah di luar negeri karena udah tertarik sama pekerjaan ini. Papa sama Mama keras sama kalian biar nantinya kalian terbiasa dengan kondisi yang enggak melulu enak."
Papa Adit menyeka mulutnya dengan lap makan, setelah meminum minumannya ia segera bangkit dari kursi makan dan menghampiri Salma yang duduk di sebelahnya.
"Aku pergi ke kantor dulu, kamu enggak usah anterin aku ke depan. Kasih pengertian aja ke anak-anak ya," ucap Adit lalu mengecup kening Salma.
Setelahnya, Eowyn dan Rafa secara bergantian mencium punggung tangan papanya, lalu kembali duduk untuk melanjutkan sarapannya.
"Maaaaa... masa enggak dapet uang jajan sama sekali sih?" keluh Eowyn.
"Bantuin kita dong, Ma. Mama rayuin ke Papa biar kita tetep dapet uang jajan. Kita bakal bantuin di kantor Papa kok." ucap Rafa yang kembali menampilkan wajah melasnya.
"Itu keputusan Papa, Mama bantuin kalian kasih uang pulsa aja ya." jawab Salma sambil menampilkan senyuman dibibirnya.
"Yaahhh... masa uang pulsa doang sih, Ma." Eowyn memutar duduknya menghadap Rafa. "Gara-gara elo sih sering bikin Papa jengkel, jadi kena semua kan!" ucapnya lalu memukul lengan Rafa.
"Gue lagi yang disalahin." gerutu Rafa.
"Makanya jangan sering ganti-ganti pacar sih! Liat tuh Abang, mantan cuma 1 doang. Laahh elo, baru semester 4 aja jumlah mantan udah lebih dari selusin." Eowyn mengomel, menumpah segala rasa kesalnya pagi ini.
"Sok tau lo, kayak lo ngitungin aja. Gue yang pacaran aja enggak ngeh jumlahnya berapa."
"Mau gue sebutin satu-satu nama mantan lo? Putri, Kalina, Adel, Jihan..."
"Udah, STOP!" mama Salma melerai kedua anaknya dengan suara yang dinaikkan satu tingkat. "Kalian enggak usah saling menyalahkan. Yang penting turutin aja perkataan Papa, jangan ngebantah. Papa cuma pengen ngajarin kalian gimana susahnya cari uang, biar kalian enggak gampang ngabisinnya dan minta lagi."
Rafa dan Eowyn saling beradu pandang, lalu menundukkan kepalanya untuk kembali mendengarkan ceramah dari mamanya itu.
"Mama tau kalian enggak macem-macem di luar, tapi Mama juga pengen kalian belajar tentang kehidupan yang sebenarnya. Terutama kamu Rafa, kamu yang nantinya akan bertanggung jawab atas kehidupan istri dan anak-anakmu." imbuh Salma lalu beranjak dari kursinya dan pergi meninggalkan meja makan.
Eowyn melirik Rafa yang terlihat sudah tidak bernafsu untuk melanjutkan sarapannya.
"Putusin pacar lo yang sekarang. Mumpung masih ada sebulan dapet jatah uang jajan dari Papa, lo harus hemat kalo enggak mau libur semesteran ntar mati gaya karena enggak ada duit."
"Gue sama yang sekarang cocok banget, Kak. Bahkan gue enggak ada pikiran buat mutusin dia sama sekali. Ini pacaran terlama loh, gue udah lima bulan jalan sama dia."
"Ceh, bisa juga lo takluk sama cewek. Siapa dia?"
"Rahasia!"
Eowyn mencebik. "Abang mau nolongin kita enggak ya?"
"Abang mah sebelas dua belas kayak Papa, mana mau dia bantuin kita bagi uang jajan."
"Ya siapa tau kan. Lagian kan Abang kuliah di luar negeri, pasti uang jajannya lebih banyak dari kita kan?"
Rafa tertawa, lalu menoyor kepala Eowyn dengan pelan. Hal itu tentu membuat Eowyn marah dan langsung menoyor balik kepala Rafa.
"Lo enggak tau aja kan Abang kerja part time di Starb*cks. Kalo Papa ngasihnya banyak, ngapain Abang harus capek-capek part time."
"Hah? Abang... kerja part time?" seru Eowyn. Ia sungguh tak percaya jika abangnya bekerja sambilan ditengah rutinitas kuliahnya.
Rafa mengangguk. "Gue denger pas Abang minta ijin ke Papa Mama mau kerja part time, dulu banget pas baru awal mulai kuliah."
"Kenapa Abang enggak cerita ke kita?"
"Ya ngapain kayak gitu diceritain? Apalagi ke elo yang kalo ketemu Abang udah kayak di arena tinju."
Eowyn terdiam, bagaimana bisa ia tidak memiliki sifat seperti Abangnya? Pantas saja jika Abangnya itu selalu menjadi andalan Papanya.
"Tau gitu dari dulu gue ngikut Zahra part time juga ya di kafe, jadi kalo sekarang Papa ngancem enggak kasih uang jajan, gue enggak bingung."
"Halah, kayak lo bisa kerja aja." cibir Rafa.
"Bisalah. Mama ngajarin gue kerjaan rumah aja gue bisa. Apalagi kerja di kafe yang cuma ngelayanin pembeli, bikinin minumannya, ngelap meja atau bahkan cuci piring. Gampang itu mah!"
"Yaudah, lo ikut aja kak Zahra kerja."
"Udah telat! Mulai minggu depan dia udah enggak part time lagi karena mau fokus nyekripsi. Duuhhh... nasib buruk emang lagi berpihak sama kita." Eowyn menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Terus nasib pacar gue gimana, kak? Masa iya harus gue putusin cuma karena enggak dapet uang jajan dari Papa?"
Eowyn kembali menegakkan tubuhnya. "Elo minta pendapat gue?" tanyanya yang mendapat anggukkan kepala dari Rafa.
"Dia seneng ngajakin lo jalan?"
Rafa menggelengkan kepalanya.
"Dia suka minta-minta lo beliin ini itu enggak?"
Rafa kembali menggelengkan kepalanya.
"Yaudah enggak usah putus, seenggaknya cewek lo yang sekarang enggak matre. Bilang aja lo mau bantuin Papa di kantor. Dia pasti ngerti. Lumayan kan kalo kita digaji sama kayak karyawan Papa, bisa dua kali lipat dari uang jajan kita, Fa." kata Eowyn dengan mata yang berbinatr.
"Itu tergantung kita ditempatin dibagian mananya, b*go! Jangan ngarep dapet gaji sama yang jabatannya udah tinggi."
"Sialan lo ngatain gue b*go." Eowyn memukul lengan Rafa.
"UMR-lah seenggaknya, kan lumayan." ucap Rafa sambil menyandarkan kepalanya dimeja. "Syukur-syukur Papa ngasih sesuai dengan uang jajan kita biasanya." imbuhnya.
"Tau ah, gue pusing!" Eowyn beranjak dari kursinya dan meninggalkan Rafa sendirian di meja makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments