Sebulan kemudian...
Hari ini, Rafa yang telah mulai libur semester akan mulai membantu bekerja di perusahaan Papanya. Semangatnya bukan lagi karena uang jajan yang dijanjikan Papanya, melainkan ungkapan kebahagiaan dari Alita yang mengatakan jika ia begitu bangga dengan Rafa yang sekarang.
"Seseneng inikah kamu mau mulai ngantor sama Papa?" goda Salma saat Rafa telah lebih dulu sampai di ruang makan dan mengganggunya yang sedang menyiapkan sarapan.
"Wooo... iya dong, Ma. Hari pertama kerja harus semangat."
"Semoga aja itu bertahan selamanya, jangan cuma hari ini aja." jawab Adit yang baru saja masuk ke ruang makan.
"Papa enggak akan ngasih aku tugas yang berat-berat kan?"
"Itu terserah Papa, Papa kan bosnya dan kamu karyawan Papa."
"Masa Papa sama anaknya setega itu sih?" Rafa menunjukkan wajah melasnya.
"Kamu tanya aja abang dulu gimana kerja sama Papa. Hm, Eowyn juga tuh. Nanti kamu juga akan liat gimana sibuknya kakakmu yang cantik itu mondar-mandir kesana-kemari dengan tumpukan dokumen." Adit menjelaskan setelah menyesap kopinya.
"Kamu harus belajar, Fa. Semuanya harus mulai dari bawah, bukan langsung ngerasain enaknya aja. Kamu harus tau gimana susahnya cari uang biar kamu enggak dengan mudahnya ngabisin uang untuk hal-hal yang enggak penting." imbuh Adit.
"Tapi kan bulan lalu Rafa udah hemat, Pa. Masih ada sisa juga tuh uangnya."
"Itu kan karena Papa ancam duluan. Coba kalo enggak Papa gituin, terus pacar kamu masih suka ganti-ganti, mana pernah kamu bisa nabung, Fa."
Rafa tersenyum canggung. Ucapan Papanya memang benar. Bulan lalu ia dapat menghemat banyak uang jajannya karena ancaman dari sang Papa dan memiliki pacar yang pengertian serta tidak matre seperti pacar-pacarnya yang sebelumnya.
"Terlebih nanti kamu bakal jadi kepala rumah tangga, Fa. Setidaknya kamu harus mulai belajar dari sekarang. Belajar tanggung jawab, bekerja keras untuk nafkahin keluarga kamu nanti, juga belajar ngelola uang. Papa memaksa, jadi kamu harus mau."
Rafa hanya manggut-manggut saja mendengarkan penjelasa Papanya. Mendengar sang Papa membicarakan tentang tugasnya nanti sebagai kepala rumah tangga, Rafa jadi membayangkan suatu hari nanti ia dan Alita menikah. Bayangan Alita yang akan selalu menyemangatinya dan menunggunya pulang kerja membuat hatinya begitu merasa bahagia.
"Kamu mau berangkat kerja bareng Papa?" pertanyaan Adit membuyarkan lamunan Rafa.
Rafa menggelengkan kepalanya. "Rafa bawa motor aja, Pa. Balik kerja nanti ada janji sama Alita."
"Lain kali jangan asal janji sama orang, kamu enggak akan tau kerjaanmu selesai jam berapa atau bakal ada kerjaan tambahan." Adit memberi peringatan kepada Rafa dengan senyuman tipis di sudut bibirnya.
Rafa hanya bisa menganggukkan kepalanya. Mungkin ini memang sudah waktunya untuk berubah menjadi sosok lelaki yang lebih baik. Bagaimana pun, Papa Mamanya melakukan ini demi masa depannya. Rafa telah bertekad, bukan hanya demi Papa Mamanya tercinta, tetapi juga demi Alita.
......................
Berbeda dengan Eowyn yang ditempatkan dibagian marketing, Adit menempatkan Rafa dibagian accounting. Tentunya karena Adit ingin melihat Rafa mengaplikasikan ilmu yang selama empat semester ini ia dapatkan, dan juga memberi kesempatan bagi Rafa untuk belajar hal baru. Rafa-lah yang nanti akan meneruskan usahanya, sama seperti Rayyan saat ini.
Meskipun menyandang status sebagai anak bos, Adit meminta para karyawan di departemen accounting untuk tidak menganak emaskan Rafa. Begitu juga di departemen Eowyn, tidak ada perlakuan dan hak istimewa yang ia terima. Hanya saja, Eowyn bisa keluar masuk ruangan Papanya kapan pun semau Eowyn.
Setelah seharian beradaptasi dengan dunia kerja yang melelahkan, Rafa menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil melonggarkan dasinya. Matanya melirik ke arah jam ditangannya, mengamati waktu yang tersisa sebelum saatnya ia harus berjumpa dengan Alita.
Makan siang tadi, Rafa telah dikejutkan oleh telpon dari lobby yang mengatakan bahwa ada pengemudi ojol yang baru saja mengantarkan makanan untuknya. Tak lama setelah turun ke lobby untuk mengambil makanannya, Alita menelpon dan mengatakan jika ia yang mengirimkan makan siang itu.
Ah, gadis itu benar-benar membuat Rafa semakin jatuh cinta setiap detiknya.
Rafa merogoh ponselnya yang berdering dan menampilkan 'Baby ❤️' sebagai identitas penelponnya. Dengan senyum yang sumringah, Rafa segera mengangkat telpon dari sang kekasih itu.
"Hai, sayang." ucap Alita begitu sambungan telponnya terhubung.
"Hai. Udah kangen ya? Hehehehehe."
Terdengar kekehan dari Alita. "Kamu mau langsung ke rumahku atau mau langsung ke tempat makannya?"
"Aku mau ke rumah kamu dulu, kata Mama kan aku harus kenal juga sama keluarga kamu."
"Oyaudah, aku kira kamu bakal langsung kesana aja karena deketan kalo dari kantor Papa kamu."
"Enggak. Pokoknya aku mau jemput kamu, biar nanti bisa dipeluk pas boncengan. Jadi capeknya ilang."
"Hmmm... mulai deh ngegombal. Yaudah, aku mau mandi dulu."
"Ngapain mandi sih? Akunya aja bau keringet gini nanti pas pergi sama kamu." Rafa mencebikkan bibirnya.
"Ya enggak apa-apa, namanya juga pulang dari kerja. Kalo kamu kesininya udah rapi dan wangi malah aku curiga hehehehe...."
"Kamu beneran enggak apa-apa jalan sama aku yang kusut gini penampilannya?"
"Aku enggak masalah, sayang. Udah deh, aku mau mandi dulu. Nanti kesininya hati-hati ya, enggak usah ngebut."
"Siap, sayang. I love you."
"Hm, I love you too." sambungan telpon terputus setelah terdengar kecupan dari Alita.
Rafa masih enggan menyudahi senyumannya. Entah kenapa ia merasa petualangan cintanya sudah berakhir sejak memutuskan untuk mendekati Alita setwlah perjumpaan tak sengaja mereka di event universitas.
Sejak awal, Rafa tertarik dengan Alita bukan hanya karena kecantikannya. Alita bagai memiliki magnet dengan daya tarik yang luar biasa untuknya. Dan ia tak pernah mengira jika hubungannya dengan Alita akan berjalan dengan baik selama ini, tanpa pertengkaran ataupun penghianatan yang sering ia lakukan pada pacar-pacarnya yang terdahulu.
Hanya memikirkan Alita saja sudah membuat dirinya merasa sangat bahagia. Rafa tidak bisa membayangkan jika nantinya ia dan Alita dapat hidup bersama. Entah bagaimana cara mengukur kebahagiaan yang ia rasakan nanti.
"Fa, lo enggak pulang?" sapaan dari Reno, teman sebelah mejanya, membuyarkan lamunan Rafa.
"Ehh, iya mas. Ini lagi mau siap-siap kok."
"Ohh, gue duluan ya." Reno menepuk bahu Rafa lalu meninggalkan ruang kerjanya.
Rafa bergegas merapikan dokumen di mejanya dan mematikan laptopnya. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Alita, padahal baru seharian ini mereka tidak bertemu. Liburan kuliah kali ini memang berbeda baginya. Tidak hanya karena memiliki kekasih yang begitu memenuhi setiap sudut ruang dihatinya, tetapi juga pengalaman kerja yang sedang dijalaninya ini.
📨 Aku otw yaa sayang, tunggu aku 😘
Setelah pesan terkirim, Rafa meninggalkan meja kerjanya dan berlari kecil keluar ruangannya sambil berharap lalu lintas dijam pulang kerja ini akan bersahabat dengannya. Sehingga ia akan bisa segera berjumpa Alita-nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments