Rafa masih tertidur dengan pulasnya, saat mama Salma masuk ke dalam kamarnya. Mama Salma langsung berjalan menuju jendela dan menyibakkan gordennya, membiarkan cahaya matahari memenuhi kamar Rafa dan membangunkan anak bungsunya itu.
"Jam berapa sih, Ma? Rafa enggak ada kelas pagi hari ini," ucap Rafa dengan suara khas orang bangun tidur.
"Kalo matahari udah cerah gini berarti udah lewat dari jam 6, Rafa. Ayo bangun, jangan males-malesan kayak gini. Kenapa semuanya mirip sama Papa sih? Abis subuh langsung pada tidur lagi," ucapnya sambil duduk di pinggiran ranjang.
Rafa mendudukkan tubuhnya, lalu mencondongkan tubuhnya, menyandarkan kepalanya dibahu mama Salma sambil melingkarkan tangannya pada pinggang mamanya.
"Masih ngantuk, Ma. Rafa boleh ya ijin enggak ikut sarapan bareng, pagi ini aja Ma."
Mama Salma menggelengkan kepalanya. Baginya, sarapan bersama itu wajib hukumnya. "No! Enggak ada alasan untuk kamu enggak ikut sarapan bareng, kecuali kamu lagi sakit. Cepet cuci muka dan gosok gigi, nanti setelah sarapan kamu boleh tidur-tiduran lagi."
Rafa menegakkan tubuhnya. "Abang semalem telpon aku, tengah malem. Abang minta jemput Jumat sore besok di bandara."
"Abang minta jemput kamu?"
Rafa mengangguk. "Iya, katanya kalo Mama yang jemput nanti bikin heboh di bandara."
"Dasar Rayyan! Liat aja ntar kalo ketemu Mama siapa yang bakal lebih heboh." mama Salma menggerutu.
"Masih pagi Mamaku sayang, jangan ngambek kayak gini. Nanti kulit Mama jadi banyak keriputnya," rayu Rafa sambil mengusap pipi Mamanya.
Mama Salma segera menampik tangan Rafa dan memukul punggung tangannya. "Tinggal gesek kartu papa dong, untuk perawatan ngilangin kerutan. Gitu aja kok repot! Kamu tuh kebiasaan ngerayu cewek-cewek!"
"Siapa yang ngerayu sih, Ma. Rafa kan cuma ngasih tahu. Tapi emang bener kan kalo marah-marah cepet bikin keriput?"
"Udah, kamu jangan mengalihkan pembicaraan. Jangan kebanyakan pacaran kalo enggak mau kena hukuman lagi dari Papa."
"Tapi seenggaknya kan nilai Rafa selalu bagus, Ma. IPK Rafa semester lalu aja cumlaude lagi."
"Bukan masalah nilainya, Rafa. Papa sama Mama enggak mau kamu kebiasaan main-main sama anak gadis orang kayak gitu, nanti kalo kebablasan gimana? Entah kamu itu mewarisi gen siapa, perasaan Papa juga dulu enggak playboy kayak kamu."
Rafa tertawa sambil menggelengkan kepalanya. "Enggak, Ma. Mama sama Papa tenang aja, Rafa pacaran enggak aneh-aneh. Cuma jalan sama nonton doang, paling kissing doang Ma"
Dengan gerakan cepat, mama Salma segera menyentil bibir Rafa yang baru saja selesai berbicara itu.
"Awww... sakit, Ma!" pekik Rafa.
"Awas kamu ya kalo macem-macem sama anak orang!" ancam Salma sambil mencubit pipi Rafa. "Buruan cuci muka sama gosok gigi, bau tau!"
"Hehehehe... iya Mamaku yang cantiiiikkkkk."
Mama Salma beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamar, namun sebelum keluar ia kembali berbalik dan mengeluarkan sebuah perintah pada Rafa.
"Pakaian kotornya jangan lupa dimasukin keranjang, Fa. Kasihan bibi kalo harus mungutin."
"Iya mamaaaaaa...."
Namun nampaknya mama Salma belum selesai dengan urusannya dengan Rafa. Anak bungsunya ini harus banyak diberi peringatan agar tidak lupa.
"Jangan lanjut tidur di kamar mandi, kalo masih kebiasaan tidur sambil nongkrong dikloset nanti mama minta ke papa biar diganti WC jongkok aja kamu. Biar kesemutan kalo lanjut tidur di kamar mandi."
Sesaat setelah kalimat ancamannya selesai, mama Salma segera keluar dan menutup pintu kamar Rafa. Dirinya tidak memberi kesempatan bagi Rafa untuk menjawab, karena mama Salma tahu anak bungsunya ini sangat jago jika beradu argumen.
Sebelum menuruti perintah mamanya untuk segera membasuh wajahnya dan menggosok gigi, Rafa terlebih dulu meraih ponselnya. Mengecek pesan masuk dari pujaan hatinya yang biasanya setiap pagi akan selalu mengiriminya sebuah pesan. Pesan yang hanya menanyakan dirinya sudah bangun atau belum.
Hari ini, Rafa dan Alita sama-sama tidak memiliki kelas pagi. Oleh sebab itulah Rafa merasa malas untuk bangun lebih awal. Mencoba mengucek matanya untuk memperjelas pandangannya, Rafa sedikit kebingungan lantaran Alita tak mengiriminya pesan pagi ini.
Buru-buru Rafa menekan kontak Alita dan menelponnya. Menunggu panggilan itu diangkat dengan harap-harap cemas, entah kenapa Rafa tidak terbiasa tanpa pesan Alita yang menyambutnya dipagi hari.
"Halo, sayang. Kamu enggak apa-apa kan?" tanya Rafa dengan cepat begitu panggilan telepon itu diangkat oleh Alita.
"Iyaaaaa... aku baru bangun, sayang. Maaf."
Rafa menghela nafas lega. Tumben sekali Alita bangun jam segini. Padahal biasanya gadis itu akan bangun lebih awal dan memberondongnya dengan banyaknya pesan yang dikirim untuk membangunkannya.
"Kamu bikin aku khawatir aja. Aku barusan bangun dan aku liat enggak ada pesan kamu dihape. Aku kira kamu kenapa-kenapa."
Terdengar suara kekehan diseberang sana. Nampaknya Alita sedang menertawakan Rafa. Alita sungguh tak menyangka jika Rafa bisa selebay ini. Dirinya pun bertanya-tanya, apakah dengan para kekasihnya yang terdahulu Rafa juga bertingkah demikian?
"Lebay kamu ah! Hmmm... aku mau mandi dulu, nanti aku kabarin lagi ya."
"Oke, sayang. Jangan lupa kalo udah cantik kirim fotonya ke aku."
"Berarti sekarang aku enggak cantik dong?"
Rafa tertawa. Meskipun tidak berhadapan langsung dengan Alita, tapi Rafa tahu pasti gadis itu sedang mengerucutkan bibirnya sekarang.
"Cantik dong. Maksudku kalo habis mandi kan udah seger, siapa tau sekarang dipipi kamu masih ada bekas ilerannya kan hahahahaha...."
"Enak aja, aku enggak ileran ya! Kamu tuh!"
"Iyaaaaa... maaf ya, sayang. Yaudah aku tutup dulu telponnya, kalo nanti aku telat ngumpul di meja makan mama bisa ngomel. Bye sayang, love youuuu...."
"Hm, love you!"
Setelah panggilan telepon itu berakhir, Rafa segera beranjak dari tempat tidurnya. Tak lupa memunguti pakaian kotornya yang berserakan di depan almari lalu meletakkannya dikeranjang baju kotor, lalu berbelok menuju kamar mandinya.
Memandangi kloset duduk di kamar mandinya, Rafa tersenyum mengingat mamanya yang hampir setiap pagi mengomelinya masalah ini. Dulu ia sering melanjutkan tidurnya sambil duduk di kloset. Entah sudah berapa kali mamanya sampai menggedor pintu kamar mandi dan mendapati dirinya belum mandi.
Tentu saja hal itu memancing amarah sang mama. Hingga akhirnya sang mama memilih untuk memaksa Rafa mandi dengan pintu yang terbuka, lalu mamanya akan menunggui dirinya mandi dengan duduk ditepi ranjangnya sambil terus mengomel.
Meskipun mamanya tidak dapat melihat dirinya sedang mandi, namun Rafa tetap merasa risih karena harus mandi dengan pintu yang terbuka. Belum lagi ia juga harus buru-buru menyelesaikan mandinya jika ingin omelan mamanya itu segera berhenti. Terkadang Rafa pun juga heran kenapa dirinya berbeda jauh dengan abangnya. Hanya sifatnya saja, kalo soal ganteng dirinya merasa bisa bersaing dengan abangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Fatih Asy Syauqie
Kok gemesin ya si rafa kalau dirumah
2021-01-01
1
Metha Sofia
Lanjuuuuttt...jgn lama dong up x
2020-10-10
1