9. Menitipkannya di pesantren

Aza, dengan sikap ceplas-ceplos dan gaya barbar yang menjadi ciri khasnya, tampak begitu keberatan saat harus mengikuti Gus Zidan memasuki pesantren. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti menuju penjara, dan pikirannya penuh dengan rencana untuk kabur. Dia terus menggerutu pelan, mencoba membuat alasan untuk tidak masuk ke dalam.

“Gus Zidan, bukankah sebaiknya kita cari tempat lain saja? Lagipula, ini urusan kamu, bukan urusan aku,” ucap Aza, mencoba terdengar meyakinkan. “Aku juga merasa tidak pantas berada di tempat seperti ini. Lihat aku, dengan pakaian ini—mana cocok masuk pesantren?” ucapnya sembari menunjuk pakaiannya, meskipun panjang ia tidak memakai jilbabnya.

Gus Zidan berhenti sejenak, lalu menoleh pada Wahyu seperti menanyakan sesuatu.

"Tadi sudah ada bersama bajunya juga, Gus. sungguh." Tutur Wahyu seperti memberi pembelaan, lalu Gus Zidan beralih menatap Aza dengan tatapan tenang namun penuh kewibawaan.

"Dimana jilbabnya?"

"Ya aku pikir tidak perlu, lagi pula aku juga nyaman sama ini." jawab Aza santai tanpa menunjukkan rasa bersalahnya.

"Baiklah, tidak masalah, ayo masuk." ajak Gus Zidan sembari menggandeng tangan Aza tapi Aza kembali menahan tubuhnya agar tidak bergerak dari tempatnya.

"Sudah ku bilang kan, aku lebih baik nggak ke sini, aku nggak pakek jilbab, dan kayaknya aku terlalu kasar." Aza masih berusaha mencari alasan.

 “Mazaya Farha Kaina, ini bukan tentang pakaian atau tempat. kamu sudah menjadi istri saya jadi apapun yang terjadi sama kamu menjadi tanggung jawab saya. Biarkan saya membimbingmu dengan cara yang tepat agar nanti saat saya dimintai pertanggung jawaban saya juga bisa menjawabnya dengan tepat juga.”

Aza berdecak kesal, mencoba lagi. “Tapi... aku baru saja lulus SMA. Aku belum siap dengan semua ini. Bagaimana kalau kita cari kontrakan saja, kos-kosan juga boleh asal jangan pesantren."

“Ke pesantren atau tidak sama sekali,” jawab Gus Zidan dengan nada tegas, namun tetap lembut. “Hanya dua Minggu. Lagipula, pesantren ini tidak seburuk yang kamu bayangkan. Ini tempat belajar, bukan penjara.”

Aza mendesah frustrasi, merasa semua alasannya dipatahkan dengan mudah. “Ah, Gus, saya ini takut dengan... eh, suasana pesantren! Pasti banyak aturan, dan aku bukan orang yang pandai mengikuti aturan!”

Gus Zidan tersenyum kecil mendengar dalih Aza. “Aturan ada untuk kebaikan kita, Aza. Dan selama kita mengikuti aturan dengan niat baik, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagipula, tidak semua aturan itu mengekang.”

Merasa kehabisan akal, Aza menyerah. Gus Zidan terlalu tegas namun sekaligus bijak dalam membalas setiap argumen yang dia buat. Dengan berat hati, dia mengikuti langkah Gus Zidan memasuki area pesantren. Meskipun masih kesal, dalam hatinya Aza tidak bisa menyangkal ada sesuatu yang menenangkan dalam cara Gus Zidan berbicara dan membawa dirinya.

“Baiklah, terserah,” gumamnya dengan nada kalah. “Tapi ingat aku tetap tidak suka ini.”

Gus Zidan hanya tersenyum, lalu melanjutkan langkahnya. Aza, meski menggerutu sepanjang jalan, akhirnya berjalan di sampingnya, pasrah mengikuti takdir yang kini mengarahkannya ke pesantren.Saat mereka tiba di *dhalem*, rumah tinggal Kyai pengasuh pesantren, Gus Zidan memberi salam dengan penuh hormat. Suara salamnya menggema di teras yang asri, dikelilingi tanaman hijau. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan wajah teduh dan janggut yang mulai memutih keluar menyambut mereka dengan senyuman hangat.

"Wa'alaikumsalam, Gus Zidan. Alhamdulillah, sudah sampai dengan selamat," ucap Kyai Haji Mansur, pengasuh pesantren. Beliau memeluk Gus Zidan erat, menunjukkan hubungan yang sangat dekat antara keduanya.

Aza hanya bisa berdiri di belakang, merasa asing dan gugup. Ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di lingkungan pesantren, dan dia merasa setiap orang yang berada di dalam rumah ini seperti bisa membaca pikirannya—terutama kegelisahannya.

Gus Zidan mengajak Aza masuk, dan mereka duduk di sofa ruang tamu yang sederhana namun nyaman. Ruangan itu dipenuhi buku-buku agama di rak-rak yang menghiasi dinding, menambah suasana religius dan tenang.

Baru beberapa saat mereka duduk dan berbincang ringan, seorang wanita paruh baya muncul dari dalam rumah. Senyumnya lembut, penuh kasih, membuat Aza sedikit rileks meskipun perasaan canggungnya masih menguasai. Wanita itu segera duduk di samping Kyai Mansur.

"Ini istri saya, Nyai Khadijah," kata Kyai Mansur memperkenalkan. "Dia sudah mendengar tentang kedatangan kalian dan ingin bertemu dengan istri Zidan."

Aza menelan ludah. Meski merasa canggung, dia berusaha memberikan senyum kecil. “Assalamualaikum, Bu Nyai.”

“Wa’alaikumsalam, Nak Aza,” jawab Nyai Khadijah, suaranya hangat dan ramah. "Senang akhirnya bisa bertemu denganmu. Gus Zidan tidak banyak bercerita, tapi kami sudah mendengar kabar kalian."

Aza mengernyit sedikit. “Kabar kami?” gumamnya pelan, tidak yakin harus bereaksi bagaimana.

Gus Zidan hanya tersenyum tenang di sampingnya, sementara Nyai Khadijah melanjutkan, “Pesantren ini akan selalu terbuka untukmu, Nak. Jangan sungkan. Anggap ini rumahmu juga.”

Aza hanya mengangguk, merasa semakin canggung. Dalam hatinya, dia tahu ini bukan tempat yang ingin dia tinggali, tetapi keramahtamahan keluarga Kyai membuatnya sulit untuk menolak atau menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan.

Setelah berbincang beberapa saat, Gus Zidan menghela napas dalam, seolah bersiap untuk mengutarakan sesuatu yang penting. Ia menatap Kyai Mansur dan Nyai Khadijah dengan penuh hormat sebelum akhirnya berkata, "Abah Yai, Nyai... Saya sebenarnya datang ke sini dengan satu niat. Saya ingin menitipkan Aza di pesantren ini sebagai santri."

Mendengar kata-kata itu, mata Aza langsung melebar. Seolah baru saja ditimpa petir di siang bolong, dia tak bisa menahan diri. "Apa?! Titip di sini? Maksudnya jadi santri? Dan di tinggal?" Aza bertanya dengan nada tak percaya, wajahnya berubah pucat.

Gus Zidan menoleh ke arah Aza, wajahnya tetap tenang. "Iya, Aza. Di sini kamu bisa belajar lebih banyak tentang agama dan memperdalam pemahamanmu. Ini tempat yang baik untukmu."

Aza merasa dadanya sesak. "Katanya hanya dua Minggu, kenapa malah jadi di titipkan sih?" protes Aza. Dia memang sudah pernah menduga Gus Zidan akan membawanya ke pesantren, tapi mendengarnya secara langsung membuat semuanya terasa lebih nyata dan menghantamnya dengan keras.

"Meskipun hanya dua minggu tetap aku harus meminta ijin menitipkanmu, Mazaya Farha Kaina"

"Tapi... aku kan sudah bilang aku nggak mau masuk pesantren!" protesnya.

Kyai Mansur dan Nyai Khadijah saling pandang, tersenyum kecil seolah memahami kebingungan Aza.

Nyai Khadijah, dengan suaranya yang lembut, menenangkan, "Nak Aza, tidak ada paksaan di sini. Kami akan memberimu ruang untuk beradaptasi. Semua santri yang datang ke sini adalah keluarga. Kamu akan diterima dengan baik."

"Tapi saya..." Aza berusaha mencari alasan lain, namun kata-katanya terhenti saat Gus Zidan kembali menatapnya dengan sorot mata yang tegas namun lembut.

“Aza, ini bukan tentang apa yang kamu inginkan sekarang. Ini tentang apa yang terbaik untukmu,” ujar Gus Zidan dengan bijak. “Dan aku yakin, tempat ini bisa memberikanmu bimbingan yang baik. Kamu akan belajar banyak hal di sini.”

Aza hanya bisa terdiam, jantungnya berdebar kencang. Semua alasan yang ingin dia katakan seakan sirna. Sesuatu dalam tatapan Gus Zidan membuatnya merasa tak punya pilihan lagi, meski dalam hatinya dia masih ingin menolak keras.

...Apa yang kita inginkan belum tentu baik untuk kita, tapi apa yang Allah tetapkan untuk kita sudah tentu baik untuk kita...

Bersambung

Happy reading

Terpopuler

Comments

Moh Yasin

Moh Yasin

mantep 👍

2024-11-26

0

Maulana ya_Rohman

Maulana ya_Rohman

mampir di sini thor....
masih nyimak disini...
walaupun jarang comend...🤭

2024-10-19

0

fee2

fee2

aza dilema yang paling di hindari malah otomatis masuk pesantren.... semangat aza semua baik baik saja....

2024-09-26

0

lihat semua
Episodes
1 1. Terjebak di kamar hotel
2 2. Semakin terjebak
3 3. Sidang dengan Abah yai
4 4. Harus menikah
5 5. Mendadak menikah
6 6. Malam menegangkan
7 7. Ditinggal begitu saja
8 8. Pesantren Al-Hikmah
9 9. Menitipkannya di pesantren
10 10. Terjebak di pesantren
11 11. Senior itu mbak Farah
12 12. Gara-gara mengantuk
13 13. Hukuman pertama
14 14. Siapa Gus Zidan?
15 15. Gus Zidan yang suka menggoda
16 16. Memberitahu Zahra
17 17. Sikap hangat ustad Zaki
18 18. Beralasan untuk keluar
19 19. Makan berdua
20 20. Si penjual gorengan minta putus
21 21. Kepergok Farah
22 22. Malah kepikiran sama Gus Zidan
23 23. Tertidur di kelas
24 24. Isi kitabnya yang penting
25 25. Kelas Gus Zidan
26 26. Hukuman baru untuk Aza
27 27. Ijin keluarga
28 28. Melihat workshop
29 29. Tidur berdua
30 30. Ketakutan Aza
31 31. Ini namanya kencan
32 32. Ketemu Tante Nur
33 33. Cincin untuk Aza
34 34. Cemburu atau bukan?
35 35. blessing in disguise
36 36. KDRT
37 37. Tante Nur tidak suka
38 38. Parah si pengganggu
39 39. Kerja keras Aza
40 40. Ukhti yang bersama Gus Zidan
41 41. Dia memang cantik
42 42. Ternyata dia....
43 43. Salah faham
44 44. Aza yang semakin gundah
45 45. penjelasan Gus Zidan
46 46. Akan menyesal nanti
47 47. Farah mencari kesempatan
48 48. Bagaimana kalau tidak suka?
49 49. Terasa familiar
50 50. Suka menggoda
51 51. Belajar memasak
52 52. Menikmati moment indah bersama
53 53. Usaha Ning Chusna
54 54. Istri kedua
55 55. kisah masa lalu
56 56. Jalan berdua
57 57. lesehan sederhana
58 58. Ketabahan hati Ning Chusna
59 59. Diskusi serius
60 60. Tidak sesuai prediksi BMKG
61 61. Disamakan dengan kucing
62 62. Rasanya berat
63 63. Keliling pesantren
64 64. Anak kedua
65 65. Ultimatum dari Aza
66 66. Saat sudah siap menjadi istri Gus Zidan
67 67. Semangat Ning Chusna
68 68. Bertemu dengan Syakil
69 69. Rasa cemburu Gus Zidan
70 70. Semakin dekat saja
71 71. cemburunya Gus Zidan
72 72. Perang batin Gus Zidan
73 73. Kejujuran Syakil
74 74. Pergulatan hati Syakil
75 75. Kepergian Syakil dan Gus Zidan
76 76. Tuduhan dari Farah
77 77. Hari-hari tanpa Gus Zidan
78 78. Ego Gus Zidan
79 79. Fitnah untuk Aza
80 80. Rasa bersalah gua Zidan
81 81. Harus mengungkap semuanya
82 82. Pengakuan Gus Zidan
83 83. Perawat yang baik
84 84. Curahan hati Syakil
85 85. di sisi Farah (1)
86 86. Di sisi Farah (2)
87 87. Di sisi Farah (3)
88 88. Di sisi Farah (4)
89 89. Perhatian Gus Zidan
90 90. Perhatian manis Gus Zidan
91 91. Sweetnya Gus Zidan
92 92. suami yang baik
93 93. Pernyataan Gus Zidan
94 94. ingin kembali ke pesantren
95 95. kembali ke pesantren
96 96. Perubahan sikap Farah
97 97. Gagal
98 98. Permintaan maaf Farah
99 99. Minta maaf pada Gus Zidan
100 100. hukuman untuk mereka
101 101. tawaran kuliah
102 102. Parah dijodohkan?
103 103. Kayak ustad Zaki
104 104. Imbalan untuk Gus Zidan
105 105. Menagih imbalan
106 106. Lebih agresif
107 107. otak sama mulut nggak singkron
108 108. Aza tiba-tiba agresif
109 109. Rencana ke Blitar
110 110. Akhirnya
111 111. Pagi yang syahdu
112 112. ujian semester
113 113. Gara-gara Gosong
114 114. Akhirnya pulang kampung
115 115. sampai di Blitar
116 116. Hangatnya keluarga
117 117. Getaran di hati Wahyu
118 118. Kehangatan di pagi hari
119 119. Reoni kecil-kecilan
120 120. Kedatangan Samuel
121 121. Kekecewaan Ning Chusna
122 122. cara Gus Zidan
123 123. Rasa bersalah Aza
124 124. Hidayah
125 125. Menjelaskan semuanya
126 126. Bertemu Farah
127 127. Bertemu budhe Imah
128 128. Pelajaran berharga
129 129. Rasa rindu Gus Zidan
130 130. Menanyakan langsung
131 131. Lamaran untuk Farah
132 132. Bertemu Gus Syakil
133 133. Bertemu Ning Chusna
134 134. Zahra cemburu
135 135. Sikap ya masih sama
136 136. Keputusan semakin bulat
137 137. Suasana canggung
138 138. Perasaan masing-masing
139 139. Gus Syakil kecelakaan
140 140. sikap tenang Gus Zidan
141 141. Dibatalkan
142 142. Kekesalan Aza
143 143. tiba-tiba ngajak nikah
144 144. Tiba-tiba pusing
145 145. Masuk angin atau apa...?
146 146. Periksa ke bidan
147 147. Syukuran
148 148. Menunda kuliah
149 149. kembali ke pesantren
150 150. Sambutan yang hangat
151 151. semakin sibuk
152 152. Keluh kesah Aza
153 153. Trimester ke 2
154 154. keromantisan Gus Zidan
155 155. Zahra melahirkan
156 156. Kehidupan baru sebagai orang tua
157 157. Kesibukan Gus Zidan dan Aza
158 158. kuliah online
159 159. Kehidupan damai di pesantren
160 160. Akhir yang bahagia (End)
Episodes

Updated 160 Episodes

1
1. Terjebak di kamar hotel
2
2. Semakin terjebak
3
3. Sidang dengan Abah yai
4
4. Harus menikah
5
5. Mendadak menikah
6
6. Malam menegangkan
7
7. Ditinggal begitu saja
8
8. Pesantren Al-Hikmah
9
9. Menitipkannya di pesantren
10
10. Terjebak di pesantren
11
11. Senior itu mbak Farah
12
12. Gara-gara mengantuk
13
13. Hukuman pertama
14
14. Siapa Gus Zidan?
15
15. Gus Zidan yang suka menggoda
16
16. Memberitahu Zahra
17
17. Sikap hangat ustad Zaki
18
18. Beralasan untuk keluar
19
19. Makan berdua
20
20. Si penjual gorengan minta putus
21
21. Kepergok Farah
22
22. Malah kepikiran sama Gus Zidan
23
23. Tertidur di kelas
24
24. Isi kitabnya yang penting
25
25. Kelas Gus Zidan
26
26. Hukuman baru untuk Aza
27
27. Ijin keluarga
28
28. Melihat workshop
29
29. Tidur berdua
30
30. Ketakutan Aza
31
31. Ini namanya kencan
32
32. Ketemu Tante Nur
33
33. Cincin untuk Aza
34
34. Cemburu atau bukan?
35
35. blessing in disguise
36
36. KDRT
37
37. Tante Nur tidak suka
38
38. Parah si pengganggu
39
39. Kerja keras Aza
40
40. Ukhti yang bersama Gus Zidan
41
41. Dia memang cantik
42
42. Ternyata dia....
43
43. Salah faham
44
44. Aza yang semakin gundah
45
45. penjelasan Gus Zidan
46
46. Akan menyesal nanti
47
47. Farah mencari kesempatan
48
48. Bagaimana kalau tidak suka?
49
49. Terasa familiar
50
50. Suka menggoda
51
51. Belajar memasak
52
52. Menikmati moment indah bersama
53
53. Usaha Ning Chusna
54
54. Istri kedua
55
55. kisah masa lalu
56
56. Jalan berdua
57
57. lesehan sederhana
58
58. Ketabahan hati Ning Chusna
59
59. Diskusi serius
60
60. Tidak sesuai prediksi BMKG
61
61. Disamakan dengan kucing
62
62. Rasanya berat
63
63. Keliling pesantren
64
64. Anak kedua
65
65. Ultimatum dari Aza
66
66. Saat sudah siap menjadi istri Gus Zidan
67
67. Semangat Ning Chusna
68
68. Bertemu dengan Syakil
69
69. Rasa cemburu Gus Zidan
70
70. Semakin dekat saja
71
71. cemburunya Gus Zidan
72
72. Perang batin Gus Zidan
73
73. Kejujuran Syakil
74
74. Pergulatan hati Syakil
75
75. Kepergian Syakil dan Gus Zidan
76
76. Tuduhan dari Farah
77
77. Hari-hari tanpa Gus Zidan
78
78. Ego Gus Zidan
79
79. Fitnah untuk Aza
80
80. Rasa bersalah gua Zidan
81
81. Harus mengungkap semuanya
82
82. Pengakuan Gus Zidan
83
83. Perawat yang baik
84
84. Curahan hati Syakil
85
85. di sisi Farah (1)
86
86. Di sisi Farah (2)
87
87. Di sisi Farah (3)
88
88. Di sisi Farah (4)
89
89. Perhatian Gus Zidan
90
90. Perhatian manis Gus Zidan
91
91. Sweetnya Gus Zidan
92
92. suami yang baik
93
93. Pernyataan Gus Zidan
94
94. ingin kembali ke pesantren
95
95. kembali ke pesantren
96
96. Perubahan sikap Farah
97
97. Gagal
98
98. Permintaan maaf Farah
99
99. Minta maaf pada Gus Zidan
100
100. hukuman untuk mereka
101
101. tawaran kuliah
102
102. Parah dijodohkan?
103
103. Kayak ustad Zaki
104
104. Imbalan untuk Gus Zidan
105
105. Menagih imbalan
106
106. Lebih agresif
107
107. otak sama mulut nggak singkron
108
108. Aza tiba-tiba agresif
109
109. Rencana ke Blitar
110
110. Akhirnya
111
111. Pagi yang syahdu
112
112. ujian semester
113
113. Gara-gara Gosong
114
114. Akhirnya pulang kampung
115
115. sampai di Blitar
116
116. Hangatnya keluarga
117
117. Getaran di hati Wahyu
118
118. Kehangatan di pagi hari
119
119. Reoni kecil-kecilan
120
120. Kedatangan Samuel
121
121. Kekecewaan Ning Chusna
122
122. cara Gus Zidan
123
123. Rasa bersalah Aza
124
124. Hidayah
125
125. Menjelaskan semuanya
126
126. Bertemu Farah
127
127. Bertemu budhe Imah
128
128. Pelajaran berharga
129
129. Rasa rindu Gus Zidan
130
130. Menanyakan langsung
131
131. Lamaran untuk Farah
132
132. Bertemu Gus Syakil
133
133. Bertemu Ning Chusna
134
134. Zahra cemburu
135
135. Sikap ya masih sama
136
136. Keputusan semakin bulat
137
137. Suasana canggung
138
138. Perasaan masing-masing
139
139. Gus Syakil kecelakaan
140
140. sikap tenang Gus Zidan
141
141. Dibatalkan
142
142. Kekesalan Aza
143
143. tiba-tiba ngajak nikah
144
144. Tiba-tiba pusing
145
145. Masuk angin atau apa...?
146
146. Periksa ke bidan
147
147. Syukuran
148
148. Menunda kuliah
149
149. kembali ke pesantren
150
150. Sambutan yang hangat
151
151. semakin sibuk
152
152. Keluh kesah Aza
153
153. Trimester ke 2
154
154. keromantisan Gus Zidan
155
155. Zahra melahirkan
156
156. Kehidupan baru sebagai orang tua
157
157. Kesibukan Gus Zidan dan Aza
158
158. kuliah online
159
159. Kehidupan damai di pesantren
160
160. Akhir yang bahagia (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!