6. Malam menegangkan

Mereka berjalan bertiga menuju ke kamar, ada Wahyu yang berjalan di belakang mereka. Aza sudah tidak tahan rasanya ingin berkomentar tapi Gus Zidan selalu memberi tatapan aneh setiap kali Aza ingin membuka suara hingga saat sampai di depan kamar, Wahyu pun berpamitan untuk ke kamarnya sendiri.

"Jika sudah tidak ada yang di butuhkan lagi, saya pamit ke kamar dulu ya gus." ucap Wahyu dengan nada penuh hormat.

"Iya, pergilah." jawab Gus Zidan singkat.

"Assalamualaikum," ucap salam dari Wahyu sebelum pergi.

"Waalaikum salam,"

Setelah Wahyu berpamitan dan kembali ke kamarnya, Gus Zidan pen segera membuka pintu kamar masuk begitu saja tanpa mempersilahkan Aza masuk atau menunggunya hingga masuk lebih dulu dan tidak ada pilihan bagi Aza selain mengikutinya masuk.

"Hei," panggilnya pada Gus Zidan, tapi Gus Zidan tampak tidak ingin menanggapi panggilan Aza.

"Hei," panggilnya sekali lagi tapi respon Gus Zidan masih sama saja membuat Aza berjalan cepat dan berdiri tepat di depan Gus Zidan.

"Kamu nggak denger yaa aku panggil dari tadi!?" protes Aza dan Gus Zidan hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Kapan?" tanyanya kemudian.

"Jangan pura-pura nggak denger deh." keluh Aza lagi dengan raut wajah kesal.

"Saya punya nama, jadi harap sopan kalau memanggil orang." jawab Gus Zidan dengan santainya.

Aza mencebirkan bibirnya kesal, "Gini nih kalau bicara sama orang tua, slow kali." sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Gus Zidan mengerutkan keningnya, "Siapa yang kamu bilang tua?"

"Ya kamu lah,"

"Kalau saya tua, berarti kamu anak kecil." ucap Gus Zidan membalas Aza, "Anak kecil kok mainnya di hotel, sana di Playground main boneka atau prusutan." lanjutnya lagi.

"Apaan sih, nggak lucu ya." Aza semakin kesal sembari menjejakkan kakinya ke lantai dengan cepat.

"Siapa juga yang mau ngelucu." jawab Gus Zidan santai seolah tidak peduli dengan kekesalan Aza.

 Aza pun menyerah, tidak ada gunanya berdebat dengan Gus Zidan, "Baiklah, aku mau bicara serius." ucapnya sembari berkacak pinggang, "Dengarkan!" lanjutnya sembari menunjuk ke arah Gus Zidan tepat di wajahnya.

"Memang begitu adab bicara sama orang tua." protesnya sebari menurunkan tangan Aza.

Bukannya marah, Aza malah tersenyum, "Ahhh akhirnya mengakui kalau sudah tua." merasa menang.

Gus Zidan menghela nafas dan memilih berlalu tapi dengan cepat Aza kembali menghadangnya, "Oke oke, ini serius. Kenapa kamu nggak satu kamar sama om Wahyu sih?"

Gus Zidan kembali mengerutkan keningnya, "Om?"

Aza nyengir, "Ya siapalah itu. Aku kan perempuan, kamu laki-laki nggak baik tinggal dalam satu kamar."

"Sejak kapan suami istri nggak boleh tinggal dalam satu kamar?"

Ups

Aza seketika menutup mulutnya, sepertinya baru setengah jam lalu ia resmi menjadi istri Gus Zidan tapi sudah lupa.

Gus Zidan kembali melangkahkan kakinya dan sekali lagi Aza menghalangi jalannya, "Ada apa lagi?"

"Mau ke mana?" tanya Aza.

"Mau ke kamar mandi buang air, kenapa? Mau ikut?"

Mendapatkan jawaban dari Gus Abi dengan cepat Aza menyingkir dan membiarkan Gus Abi lewat.

Aza pun segera duduk di tepi tempat tidur, tidak tahu lagi apa yang harus ia kerjakan, saat ini bahkan ia tidak tahu dimana barang-barang pribadinya karena saat kabur ia tidak membawa apapun selain baju yang ia kenakan dan sampai tadi ia belum sempat memintanya dari paman Amir.

Gus Zidan sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan kaos pendek dan bawahan sarung, wajahnya tampak segar sepertinya ia baru saja cuci muka, Gus Zidan memilih duduk di sofa.

Aza tidak berani lagi menatap Gus Zidan, suasana di kamar hotel itu berubah menjadi hening dan canggung. Aza dan Gus Zidan duduk di tempat masing-masing, sama-sama merasa tidak nyaman dengan situasi yang baru saja terjadi. Jam dinding menunjukkan waktu yang sudah sangat larut, namun rasa gelisah di hati Aza membuatnya sulit untuk merasa tenang.

Kemudian Gus Zidan menatap Aza yang duduk di tepi tempat tidur, masih dalam keadaan bingung dan cemas. Ini bukan malam pertama pernikahan seperti yang pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang.

"Kamu mau duduk saja?" kata Gus Zidan, memecah keheningan. Suaranya terdengar tenang, meskipun dalam hatinya dia sendiri juga tidak tahu bagaimana harus bersikap.

Aza langsung menatap Gus Zidan dengan tegas, suaranya keluar tergesa, "Kita menikah tanpa sengaja, jadi tidak ada yang namanya malam pertama."

Wajahnya yang semula tegang kini memerah, entah karena malu atau takut. Dia berdiri canggung di dekat tempat tidur, sambil meremas ujung gaunnya. Matanya beralih ke pintu, seolah-olah berharap ada jalan keluar dari situasi yang baginya terasa seperti jebakan.

Gus Zidan menoleh, menyeringai tipis. "Tenang saja," jawabnya, nadanya setenang malam di luar jendela. "Aku juga tidak tertarik dengan anak kecil." Ia tersenyum simpul, seolah menikmati kecemasan yang terpancar jelas di wajah Aza, tapi senyumnya tak menunjukkan niat jahat.

"Aku masih punya pacar jadi jangan macam-macam." ucapnya kemudian seolah tengah berjaga.

"Memang siapa yang peduli." ucap Gus Zidan santai, ia juga tidak memiliki perasaan apapun jadi tidak akan berpengaruh baginya, "Kamu bisa istirahat di tempat tidur, aku akan tidur di sofa," tambah Gus Zidan, mencoba memberikan jarak untuk membuat Aza merasa lebih nyaman. Dia tidak ingin menambah beban perasaan gadis itu, terutama setelah apa yang mereka alami malam ini.

Aza berbalik perlahan, menatap Gus Zidan,

"memang itu yang harusnya terjadi," gumamnya pelan. Dia tahu Gus Zidan mencoba bersikap baik, tapi ini masih terlalu sulit baginya untuk diterima.

Gus Zidan yang sudah menghempaskan tubuhnya di sofa dan menyandarkan kepalanya ke belakang. Dia sendiri merasa terbebani oleh situasi ini. Menikah dalam kondisi seperti ini bukanlah hal yang ia bayangkan, apalagi dengan seorang gadis yang tidak ia kenal. Namun, di balik semua itu, tanggung jawab sebagai seorang suami kini ada di pundaknya.

"Kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja," ujar Gus Zidan pelan, mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah ketidakpastian yang mereka hadapi.

Aza pun merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Meskipun lelah, pikirannya yang penuh gejolak membuat matanya sulit terpejam. Ia menatap langit-langit kamar, sementara perasaan tidak menentu terus menghantui.

Malam itu terasa panjang bagi mereka berdua. Hening, penuh kegelisahan, dan sebuah awal yang jauh dari kata sempurna.

Sejenak, ruangan hotel yang luas itu terasa lebih sempit bagi Aza. Jantungnya masih berdegup kencang, pikirannya berputar tanpa arah. Apa yang sebenarnya baru saja terjadi dalam hidupnya? Bagaimana bisa ia yang beberapa jam lalu hanya ingin kabur dari pesantren, kini malah terjebak di dalam pernikahan dengan orang asing?

Aza memiringkan tubuhnya, menatap Gus Zidan yang kini tampak santai, seolah dunia di sekitarnya tidak ada. Namun, hatinya masih belum bisa tenang. Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai pria ini, bahkan jika pria itu sudah berjanji untuk tidak menyentuhnya?

Dia memutuskan untuk tetap berjaga, meskipun rasa lelah mulai menyerang tubuhnya yang tegang sejak sore tadi. Setiap kali Gus Zidan mengubah posisi tidurnya di sofa, Aza menegakkan punggungnya, bersiap siaga. Rasa waswas terus menghantui pikirannya. Jika dia tertidur, siapa yang tahu apa yang akan terjadi?

Namun, waktu terus berlalu. Detik jam di dinding terasa lambat dan berirama seiring dengan detak jantung Aza yang mulai tenang. Gus Zidan tampaknya benar-benar tak peduli. Dia hanya berbaring di sofa, memejamkan mata, tak ada gerakan lain selain nafasnya yang teratur. Mungkin dia benar-benar tidak tertarik, pikir Aza, sedikit meragukan ketakutan awalnya.

Aza, tetap berjaga-jaga, namun matanya mulai terasa berat. Waktu telah membawa rasa kantuk yang tak bisa ia lawan. Setiap kali ia melirik ke arah Gus Zidan, pria itu masih terdiam, bahkan mungkin sudah tertidur pulas.

"Dia tidak akan berbuat apa-apa," gumamnya dalam hati, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Meski begitu, ia tetap menolak untuk benar-benar terlelap. Malam itu, dengan jantung yang perlahan-lahan kembali ke ritme normal, Aza melewatkan malam panjangnya dalam kecemasan, ketidakpastian, dan kelelahan yang bercampur menjadi satu.

Bersambung

Happy reading

Terpopuler

Comments

Moh Yasin

Moh Yasin

kayaknya bar barran aza ya daripada emaknya kmn zahranya ya

2024-11-26

0

fee2

fee2

kok ada gus abi siapa ya kak?... ini pasangan masih ego semua belum tahu kalo sudah bucin kayaknya parah bgt kronis bucin nya....

2024-09-23

1

ir

ir

gue tandain ya lu Gus, kalo sampe bucin sams Aza
gue screenshot kata2 lu yg katanya ga tertarik sama anak kecil itu 😏

2024-09-23

1

lihat semua
Episodes
1 1. Terjebak di kamar hotel
2 2. Semakin terjebak
3 3. Sidang dengan Abah yai
4 4. Harus menikah
5 5. Mendadak menikah
6 6. Malam menegangkan
7 7. Ditinggal begitu saja
8 8. Pesantren Al-Hikmah
9 9. Menitipkannya di pesantren
10 10. Terjebak di pesantren
11 11. Senior itu mbak Farah
12 12. Gara-gara mengantuk
13 13. Hukuman pertama
14 14. Siapa Gus Zidan?
15 15. Gus Zidan yang suka menggoda
16 16. Memberitahu Zahra
17 17. Sikap hangat ustad Zaki
18 18. Beralasan untuk keluar
19 19. Makan berdua
20 20. Si penjual gorengan minta putus
21 21. Kepergok Farah
22 22. Malah kepikiran sama Gus Zidan
23 23. Tertidur di kelas
24 24. Isi kitabnya yang penting
25 25. Kelas Gus Zidan
26 26. Hukuman baru untuk Aza
27 27. Ijin keluarga
28 28. Melihat workshop
29 29. Tidur berdua
30 30. Ketakutan Aza
31 31. Ini namanya kencan
32 32. Ketemu Tante Nur
33 33. Cincin untuk Aza
34 34. Cemburu atau bukan?
35 35. blessing in disguise
36 36. KDRT
37 37. Tante Nur tidak suka
38 38. Parah si pengganggu
39 39. Kerja keras Aza
40 40. Ukhti yang bersama Gus Zidan
41 41. Dia memang cantik
42 42. Ternyata dia....
43 43. Salah faham
44 44. Aza yang semakin gundah
45 45. penjelasan Gus Zidan
46 46. Akan menyesal nanti
47 47. Farah mencari kesempatan
48 48. Bagaimana kalau tidak suka?
49 49. Terasa familiar
50 50. Suka menggoda
51 51. Belajar memasak
52 52. Menikmati moment indah bersama
53 53. Usaha Ning Chusna
54 54. Istri kedua
55 55. kisah masa lalu
56 56. Jalan berdua
57 57. lesehan sederhana
58 58. Ketabahan hati Ning Chusna
59 59. Diskusi serius
60 60. Tidak sesuai prediksi BMKG
61 61. Disamakan dengan kucing
62 62. Rasanya berat
63 63. Keliling pesantren
64 64. Anak kedua
65 65. Ultimatum dari Aza
66 66. Saat sudah siap menjadi istri Gus Zidan
67 67. Semangat Ning Chusna
68 68. Bertemu dengan Syakil
69 69. Rasa cemburu Gus Zidan
70 70. Semakin dekat saja
71 71. cemburunya Gus Zidan
72 72. Perang batin Gus Zidan
73 73. Kejujuran Syakil
74 74. Pergulatan hati Syakil
75 75. Kepergian Syakil dan Gus Zidan
76 76. Tuduhan dari Farah
77 77. Hari-hari tanpa Gus Zidan
78 78. Ego Gus Zidan
79 79. Fitnah untuk Aza
80 80. Rasa bersalah gua Zidan
81 81. Harus mengungkap semuanya
82 82. Pengakuan Gus Zidan
83 83. Perawat yang baik
84 84. Curahan hati Syakil
85 85. di sisi Farah (1)
86 86. Di sisi Farah (2)
87 87. Di sisi Farah (3)
88 88. Di sisi Farah (4)
89 89. Perhatian Gus Zidan
90 90. Perhatian manis Gus Zidan
91 91. Sweetnya Gus Zidan
92 92. suami yang baik
93 93. Pernyataan Gus Zidan
94 94. ingin kembali ke pesantren
95 95. kembali ke pesantren
96 96. Perubahan sikap Farah
97 97. Gagal
98 98. Permintaan maaf Farah
99 99. Minta maaf pada Gus Zidan
100 100. hukuman untuk mereka
101 101. tawaran kuliah
102 102. Parah dijodohkan?
103 103. Kayak ustad Zaki
104 104. Imbalan untuk Gus Zidan
105 105. Menagih imbalan
106 106. Lebih agresif
107 107. otak sama mulut nggak singkron
108 108. Aza tiba-tiba agresif
109 109. Rencana ke Blitar
110 110. Akhirnya
111 111. Pagi yang syahdu
112 112. ujian semester
113 113. Gara-gara Gosong
114 114. Akhirnya pulang kampung
115 115. sampai di Blitar
116 116. Hangatnya keluarga
117 117. Getaran di hati Wahyu
118 118. Kehangatan di pagi hari
119 119. Reoni kecil-kecilan
120 120. Kedatangan Samuel
121 121. Kekecewaan Ning Chusna
122 122. cara Gus Zidan
123 123. Rasa bersalah Aza
124 124. Hidayah
125 125. Menjelaskan semuanya
126 126. Bertemu Farah
127 127. Bertemu budhe Imah
128 128. Pelajaran berharga
129 129. Rasa rindu Gus Zidan
130 130. Menanyakan langsung
131 131. Lamaran untuk Farah
132 132. Bertemu Gus Syakil
133 133. Bertemu Ning Chusna
134 134. Zahra cemburu
135 135. Sikap ya masih sama
136 136. Keputusan semakin bulat
137 137. Suasana canggung
138 138. Perasaan masing-masing
139 139. Gus Syakil kecelakaan
140 140. sikap tenang Gus Zidan
141 141. Dibatalkan
142 142. Kekesalan Aza
143 143. tiba-tiba ngajak nikah
144 144. Tiba-tiba pusing
145 145. Masuk angin atau apa...?
146 146. Periksa ke bidan
147 147. Syukuran
148 148. Menunda kuliah
149 149. kembali ke pesantren
150 150. Sambutan yang hangat
151 151. semakin sibuk
152 152. Keluh kesah Aza
153 153. Trimester ke 2
154 154. keromantisan Gus Zidan
155 155. Zahra melahirkan
156 156. Kehidupan baru sebagai orang tua
157 157. Kesibukan Gus Zidan dan Aza
158 158. kuliah online
159 159. Kehidupan damai di pesantren
160 160. Akhir yang bahagia (End)
Episodes

Updated 160 Episodes

1
1. Terjebak di kamar hotel
2
2. Semakin terjebak
3
3. Sidang dengan Abah yai
4
4. Harus menikah
5
5. Mendadak menikah
6
6. Malam menegangkan
7
7. Ditinggal begitu saja
8
8. Pesantren Al-Hikmah
9
9. Menitipkannya di pesantren
10
10. Terjebak di pesantren
11
11. Senior itu mbak Farah
12
12. Gara-gara mengantuk
13
13. Hukuman pertama
14
14. Siapa Gus Zidan?
15
15. Gus Zidan yang suka menggoda
16
16. Memberitahu Zahra
17
17. Sikap hangat ustad Zaki
18
18. Beralasan untuk keluar
19
19. Makan berdua
20
20. Si penjual gorengan minta putus
21
21. Kepergok Farah
22
22. Malah kepikiran sama Gus Zidan
23
23. Tertidur di kelas
24
24. Isi kitabnya yang penting
25
25. Kelas Gus Zidan
26
26. Hukuman baru untuk Aza
27
27. Ijin keluarga
28
28. Melihat workshop
29
29. Tidur berdua
30
30. Ketakutan Aza
31
31. Ini namanya kencan
32
32. Ketemu Tante Nur
33
33. Cincin untuk Aza
34
34. Cemburu atau bukan?
35
35. blessing in disguise
36
36. KDRT
37
37. Tante Nur tidak suka
38
38. Parah si pengganggu
39
39. Kerja keras Aza
40
40. Ukhti yang bersama Gus Zidan
41
41. Dia memang cantik
42
42. Ternyata dia....
43
43. Salah faham
44
44. Aza yang semakin gundah
45
45. penjelasan Gus Zidan
46
46. Akan menyesal nanti
47
47. Farah mencari kesempatan
48
48. Bagaimana kalau tidak suka?
49
49. Terasa familiar
50
50. Suka menggoda
51
51. Belajar memasak
52
52. Menikmati moment indah bersama
53
53. Usaha Ning Chusna
54
54. Istri kedua
55
55. kisah masa lalu
56
56. Jalan berdua
57
57. lesehan sederhana
58
58. Ketabahan hati Ning Chusna
59
59. Diskusi serius
60
60. Tidak sesuai prediksi BMKG
61
61. Disamakan dengan kucing
62
62. Rasanya berat
63
63. Keliling pesantren
64
64. Anak kedua
65
65. Ultimatum dari Aza
66
66. Saat sudah siap menjadi istri Gus Zidan
67
67. Semangat Ning Chusna
68
68. Bertemu dengan Syakil
69
69. Rasa cemburu Gus Zidan
70
70. Semakin dekat saja
71
71. cemburunya Gus Zidan
72
72. Perang batin Gus Zidan
73
73. Kejujuran Syakil
74
74. Pergulatan hati Syakil
75
75. Kepergian Syakil dan Gus Zidan
76
76. Tuduhan dari Farah
77
77. Hari-hari tanpa Gus Zidan
78
78. Ego Gus Zidan
79
79. Fitnah untuk Aza
80
80. Rasa bersalah gua Zidan
81
81. Harus mengungkap semuanya
82
82. Pengakuan Gus Zidan
83
83. Perawat yang baik
84
84. Curahan hati Syakil
85
85. di sisi Farah (1)
86
86. Di sisi Farah (2)
87
87. Di sisi Farah (3)
88
88. Di sisi Farah (4)
89
89. Perhatian Gus Zidan
90
90. Perhatian manis Gus Zidan
91
91. Sweetnya Gus Zidan
92
92. suami yang baik
93
93. Pernyataan Gus Zidan
94
94. ingin kembali ke pesantren
95
95. kembali ke pesantren
96
96. Perubahan sikap Farah
97
97. Gagal
98
98. Permintaan maaf Farah
99
99. Minta maaf pada Gus Zidan
100
100. hukuman untuk mereka
101
101. tawaran kuliah
102
102. Parah dijodohkan?
103
103. Kayak ustad Zaki
104
104. Imbalan untuk Gus Zidan
105
105. Menagih imbalan
106
106. Lebih agresif
107
107. otak sama mulut nggak singkron
108
108. Aza tiba-tiba agresif
109
109. Rencana ke Blitar
110
110. Akhirnya
111
111. Pagi yang syahdu
112
112. ujian semester
113
113. Gara-gara Gosong
114
114. Akhirnya pulang kampung
115
115. sampai di Blitar
116
116. Hangatnya keluarga
117
117. Getaran di hati Wahyu
118
118. Kehangatan di pagi hari
119
119. Reoni kecil-kecilan
120
120. Kedatangan Samuel
121
121. Kekecewaan Ning Chusna
122
122. cara Gus Zidan
123
123. Rasa bersalah Aza
124
124. Hidayah
125
125. Menjelaskan semuanya
126
126. Bertemu Farah
127
127. Bertemu budhe Imah
128
128. Pelajaran berharga
129
129. Rasa rindu Gus Zidan
130
130. Menanyakan langsung
131
131. Lamaran untuk Farah
132
132. Bertemu Gus Syakil
133
133. Bertemu Ning Chusna
134
134. Zahra cemburu
135
135. Sikap ya masih sama
136
136. Keputusan semakin bulat
137
137. Suasana canggung
138
138. Perasaan masing-masing
139
139. Gus Syakil kecelakaan
140
140. sikap tenang Gus Zidan
141
141. Dibatalkan
142
142. Kekesalan Aza
143
143. tiba-tiba ngajak nikah
144
144. Tiba-tiba pusing
145
145. Masuk angin atau apa...?
146
146. Periksa ke bidan
147
147. Syukuran
148
148. Menunda kuliah
149
149. kembali ke pesantren
150
150. Sambutan yang hangat
151
151. semakin sibuk
152
152. Keluh kesah Aza
153
153. Trimester ke 2
154
154. keromantisan Gus Zidan
155
155. Zahra melahirkan
156
156. Kehidupan baru sebagai orang tua
157
157. Kesibukan Gus Zidan dan Aza
158
158. kuliah online
159
159. Kehidupan damai di pesantren
160
160. Akhir yang bahagia (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!