"Tu-han, apa aku tidak salah lihat?"
Begitu nanar manik mata Rega seakan rindu tahunan itu terobati. Perempuan itupun menatap Rega tanpa berkedip. Namun, perempuan itu segera memalingkan wajahnya.
Satu per satu dari asisten manager terpilih sudah bergabung dengan manager divisi masing-masing. Tersisa dua asisten manager, yakni seorang lelaki juga perempuan. Jantung Rega berdegup sangat kencang dan dia terus merapalkan doa agar dia bisa disatukan dengan orang yang sudah lama dia nanti.
"Reyn Salqa bergabung dengan manager keuangan, Regara Bumintara."
Rega membeku. Dia berharap dia tak salah mendengar ucapan dari direktur utama. Sedangkan Reyn sudah menatap ke arah direktur utama dengan gelengan kecil, tapi seulas senyum diiringi anggukan kecil direktur utama berikan.
Reyn dan Rega kini bersebelahan. Rega menatap Reyn yang sekarang semakin cantik. Senyum pun dia ukirkan ketika berada di samping perempuan yang dia yakini akan kembali. Dan sekarang itu terbukti.
Rega menggeser tubuhnya, hingga jarak mereka berdua hanya beberapa senti saja. Reyn ingin bergeser lagi, tapi suara direktur utama sudah terdengar. Wajah bahagia Rega sudah terpampang nyata.
"Silahkan masuk ke ruangan masing-masing. Selamat bekerja dan tetap berikan yang terbaik untuk Wiguna Grup."
Rega kembali melihat ke arah Reyn yang tengah membenarkan bajunya. Bibirnya terangkat.
"Ayo, ke ruangan kita."
Kedua alis Reyn menukik tajam. Namun, Rega malah tersenyum.
"Ruangan manager keuangan dan asisten manager."
Rega berjalan lebih dulu dengan wajah yang begitu bahagia. Reyn mengikutinya dari belakang. Ketika melewati banyak karyawan, Reyn dapat mendengar mereka membicarakan tentang Rega.
"Mukanya tumben seger banget."
Reyn menggelengkan kepala pelan. Dan dia terkejut ketika Rega membukakan pintu untuknya. Seketika Reyn menatap ke arah Rega.
"Ini ruangan kita." Senyumnya dengan begitu manis.
Reyn melihat ke sekeliling ruangan. Tak ada yang aneh. Memang sudah ada meja yang tak jauh dari meja Rega berada.
"Ini meja kamu. Kalau mau ditambah--"
"Tidak perlu. Makasih," potong Reyn dengan suara datar dan dingin.
Rega pun terdiam. Hatinya begitu sakit mendengar suara Reyn yang tidak seperti dulu.
"Reyn, aku--"
"Jaga keprofesionalan. Di sini saya hanya asisten Pak Rega."
Empat tahun ternyata sudah banyak mengubah diri Reyn. Bukan hanya dari penampilan, sikap juga segi bicaranya pun amat berbeda.
Rega kembali ke tempatnya. Dan Reyn sudah duduk manis di mejanya. Suasana mendadak hening. Mereka fokus pada pekerjaan mereka masing-masing. Namun, sesekali Rega melirik ke arah Reyn. Meskipun sudah banyak yang berubah dari Reyn, dia yakin di hati Reyn masih terukir namanya.
"Terimakasih, Tuhan. Sudah mengembalikan perempuan yang membuat aku hampir gila selama empat tahun ini."
Jam makan siang tiba, Rega segera menghampiri Reyn yang baru hendak beranjak dari mejanya.
"Mau makan siang bareng?"
Reyn sedikit terkejut. Rega sudah menatap dalam wajahnya. Belum juga menjawab, ketukan pintu terdengar. Seorang office boy masuk.
"Maaf, Pak Rega. Apa benar ini ruangan Mbak Reyn."
Rega menukikkan kedua alisnya. Sedangkan Reyn sudah menjawab pertanyaan itu.
"Iya, saya Reyn."
Office boy itu menghampiri Reyn dan menyerahkan goody bag. Dahi Reyn pun mengkerut.
"Dari siapa itu?" Suara Rega sudah terdengar.
"Tidak tahu, Pak. Tadi Abang ojek online yang mengantarkannya."
Reyn pun nampak bingung. Sedangkan office boy itu sudah pergi. Wajah Rega menunjukkan rasa tak suka. Ingin rasanya dia mengambil goody bag tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Ponsel Reyn pun berdering. Senyum Reyn terukir.
"Udah nyampe belum makanannya?"
"Udah. Makasih."
Wajah Rega sudah begitu masam karena Reyn begitu bahagia menerima panggilan yang dia tidak tahu dari siapa.
"Miss you more."
Jantung Rega seperti dihantam bebatuan. Seketika dadanya sakit sekali.
"Makanan dari siapa?" sergah Rega ketika Reyn sudah mengakhiri sambungan telepon.
"Maaf, tidak semuanya Pak Rega harus tahu."
Reyn hendak keluar dengan membawa goody bag tersebut. Namun, Rega berhasil mencekal tangannya.
"Apa kamu tak merindukan aku, Reyn?"
Kalimat itu begitu lirih. Reyn tak memberikan jawaban sama sekali.
"Maafkan aku, Reyn. Aku emang bodoh. Aku gak peka sama perasaan aku sendiri."
Perlahan Reyn memutar tubuhnya. Dia melihat penyesalan pada wajah Rega.
"Aku tidak pernah marah kepadamu, Kak. Akulah yang bodoh karena sudah mencintai orang yang sama sekali tak mencintai aku. Akulah yang memaksakan perasaan aku."
Reyn mulai melihat ke arah tangannya. Perlahan, dia melepaskan cekalan tangan Rega.
"Letakkan masa lalu itu karena waktu bisa merubah semuanya, termasuk perasaan."
Reyn pun pergi meninggalkan Rega yang mematung. Reyn terus berjalan dan tidak menoleh sedikit pun.
"Ya, kamu memang benar. Waktu bisa merubah perasaan. Dan sekarang aku yang cinta begitu dalam."
.
Baru saja Reyn masuk ke ruangan setelah makan siang, es cokelat kesukaannya dari kedai minuman yang biasa dia beli sudah ada di atas meja. Reyn menatap ke arah Rega yang sedang fokus pada layar segiempat di depannya.
"Bukankah itu minuman kesukaan kamu? Atau sudah berubah."
Kini, Rega menatap Reyn yang terdiam. Dahi Rega mengkerut ketika melihat wajah Reyn yang nampak sembab.
"Masih sama kok, Pak. Tapi, rasanya sudah tak seenak dulu."
Rega mengerti apa yang dimaksud oleh Reyn. Kini, gantian dia yang terdiam. Namun, Reyn tak lupa mengucapkan terimakasih atas minuman yang sudah Rega belikan untuknya.
Jam pulang kantor telah tiba. Pekerjaaan Reyn sudah selesai begitu juga dengan pekerjaan Rega.
"Mama sangat merindukan kamu."
Reyn menghentikan kegiatannya. Dia terdiam dan wajah Bu Gendis kini hadir di kepalanya. Tanpa Reyn duga, Rega sudah ada di depannya. Menatapnya dengan begitu dalam.
"Selama empat tahun Mama dan aku mencari kamu dan menunggu kamu datang. Kami sangat merindukan kamu, Reyn."
Ada yang mulai menggenang di manik mata Reyn. Namun, Reyn mencoba menahannya.
"Sampaikan salamku untuk Bu Gendis."
Reyn sudah mulai berdiri dan meninggalkan Rega dengan langkah lebar. Untuk kesekian kalinya Rega terdiam. Dia pun menunduk dalam.
"Ternyata sakit ya tak dianggap seperti ini."
Rega pikir dia bisa dengan mudah mendekati Reyn kembali. Namun, pada nyatanya dia salah. Seharian ini Reyn berkata seperlunya. Dan jika diajak bicara perihal hubungan mereka empat tahun lalu, hanya kalimat penuh tamparan yang Rega terima.
"Aku gak akan nyerah, Reyn. Sekarang, aku yang akan kejar kamu."
Rega pun segera keluar dari ruangannya. Mengejar Reyn yang beberapa menit lalu sudah pergi. Dia segera menuju lantai bawah dan berharap Reyn masih ada. Senyumnya pun terukir karena Reyn masih berdiri di lobi. Baru saja hendak melangkah, seorang lelaki berbaju hitam, bertopi hitam serta masker hitam turun dari mobil.
Reyn berlari ke arah lelaki tersebut dan memeluknya dengan begitu erat.
"Miss you."
Kalimat itu mampu Rega dengar dan pemandangan di depan matanya mampu membuat hati Rega terluka.
"Siapa dia, Reyn? Apa cintamu sudah habis untuk aku?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Jangan pelit sama komen ya. Aku aja gak pelit untuk ngasih bab baru
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Medy Jmb
Erzan kah yg jmput?
2024-11-01
0
Mukmini Salasiyanti
itu si Er...
atau si Rayy??
huhhh rega..
Poor, rega...
2024-09-10
0
Saadah Rangkuti
gak pa2 Rega,berjuang terus yaa 💪💪
2024-08-28
0