Ceklek!
"Hanum, kamu sudah sadar sayang! Alhamdulillah..." Sonya berucap syukur dan langsung memeluk Hanum. Ia merasa punya hutang budi kepada Hanum. Jika bukan karena Hanum, tentu saja Samuel yang terbaring saat ini di atas bed hospital, setelah mendengar penjelasan dari pihak kepolisian jika putranya yang seharusnya jadi korban penembakan, namun kenyataannya Hanum mengorbankan dirinya untuk melindungi Samuel.
Hanum tersenyum di balik cadarnya. Ia sama sekali tidak merasa melakukan apapun. Jika ia melindungi Samuel dari tembakan itu, tentu saja karena ia tidak ingin terjadi sesuatu kepada Samuel, apalagi Samuel pergi bersama dirinya. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga Samuel, apalagi Sonya dan suaminya sudah baik mau memberikan tumpangan gratis kepada dirinya.
"Mama jangan peluk Anum begitu, kasian Anum mama."
Sonya melepaskan pelukannya. Ia seketika merasa bersalah karena sedikit menekan punggung Hanum akibat luka tembakan. Anum hanya meringis kecil karena tidak ingin memperlihatkannya rasa sakitnya.
"Oh iya dok, bagaimana ke adaan Hanum saat ini?" Kali ini Surya yang bertanya kepada dokter.
"Tidak ada yang perlu di di khawatirkan. Mbak Hanum hanya perlu istirahat untuk pemulihan selama beberapa hari. Jika nanti ke adaan mbak Hanum semakin baik, mbak Hanum sudah bisa di bawa pulang."
Sonya dan Surya menghela nafas lega. Mereka tidak tahu harus melakukan apa jika Hanum sampai terluka parah. Setelah menjelaskan tentang kondisi Hanum, sang dokter pun meninggalkan ruangan tersebut. Sonya menatap Hanum dengan tatapan bersalah.
"Sayang, maafkan ibu, kamu jadi seperti ini. Terimakasih karena telah menolong Samuel. Jika bukan karena nak Hanum, mungkin Samuel yang terbaring saat ini." Ia bahkan sampai meneteskan airmata. Hanum benar-benar wanita yang baik.
Hanum menggenggam tangan Sonya, ia tersenyum di balik cadarnya. "Bu, tidak ada yang perlu di maafkan. Semua ini sudah menjadi takdir Hanum. Dan Hanum hanya sebagai perantara untuk melindungi Samuel. Lagian Samuel pergi dengan Hanum, Hanum merasa punya tanggung jawab untuk menjaga Muel Bu." Sonya dan Surya terharu mendengar penjelasan Hanum. Sangat jarang ada orang baik seperti Hanum pada zaman sekarang ini. Mereka merasa beruntung telah mengenal gadis cantik bercadar tersebut.
Malam terus berlanjut, kini sudah pukul setengah satu pagi. Sebenarnya Surya ingin pulang membawa putranya, namun Samuel sama sekali tidak mau di bawa pulang. Ia terus saja duduk di samping Hanum dan menjaga wanita itu, walaupun ia tetap sibuk dengan jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.
"Nak, ayo pulang sama papa, besok kita ke sini lagi." Surya mencoba membujuk Samuel, Samuel menggeleng dan memegang ujung baju Hanum. Hanum yang sudah terlelap sama sekali tak terusik.
"Ma, bagaimana ini? Papa besok ada pertemuan pagi-pagi sekali."
"Biarkan saja Muel pa, ada mama juga kok. Papa hati-hati ya pulangnya. Kabari jika sudah sampai di rumah." Akhirnya Surya mengalah. Sonya menyalim takzim Surya, dan Surya melangkahkan kaki ke luar ruang perawatan. Ia tiba di rumah sudah pukul setengah dua lewat.
Pratama yang terjaga dari tidurnya dan ingin mengambil minum ke dapur berpapasan dengan sang papa. Ternyata saat di rumah sakit sewaktu ia keluar dari ruangan Hanum, Pratama pulang ke rumah.
"Loh, papa baru pulang? Mama sama Muel tinggal di rumah sakit pa?" Pratama menatap sang papa menanti jawaban papanya. Ia sebenarnya ingin tahu bagaimana kondisi Hanum saat ini. Namun gengsinya yang besar membuat ia tak sanggup untuk membuka mulutnya.
"Iya, besok pagi papa ada pertemuan penting. Makanya papa pulang, sedangkan Mama dan adikmu menunggu Hanum di rumah sakit." Ia harap sang papa membahas tentang perkembangan kondisi Hanum. Ternyata sang papa yang sudah lelah melewati dirinya begitu saja melangkah ke arah kamar setelah mengatakan hal demikian. Mulut Pratama tertahan saat hendak kembali bertanya.
"Papa sudah sangat lelah, papa tidur dulu. Kamu jangan kebiasaan begadang nak." Surya langsung menuju kamarnya meninggalkan Pratama seorang diri di sana.
"Huft... Berat banget mulut ini untuk bertanya tentang Hanum. Hais... lagian gue kenapa sih tiba-tiba mikirin Hanum. Tahu ah, mending gue tidur lagi." ia kembali ke kamarnya. Nyatanya ia tak jadi ke dapur untuk mengambil air minum.
......................
Di tempat lain, seorang lelaki paruh baya sedang menikmati pesta di sebuah club bersama teman-temanya. Ia tampaknya menyebut seseorang yang sedang menjadi targetnya.
"Bagaimana, apa kamu berhasil?"
"Hampir saja, ada seseorang yang melindunginya, sehingga orang yang melindungi anak itu yang terluka."
"Kenapa bukan musuhmu saja yang kau habisi, kenapa harus putranya."
"Ck, aku hanya ingin bermain-main dulu." Ia tersenyum smrik sembari meminum minuman alkohol yang ada di tangannya. Mereka menghabiskan malam di club tersebut. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar obrolan mereka.
Kembali ke rumah sakit, Samuel yang tertidur di samping brankar Hanum terjaga. Ia mendengar suara pintu terbuka. Samuel mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk. Namun karena kantuk tak bisa ia hindari, Samuel kembali memejamkan matanya. Ia tertidur dengan menggenggam tangan Hanum. Hanum yang sudah tidur dengan nyenyak tentu saja tidak menyadari dengan apa yang terjadi.
Saat azan berkumandang, Hanum terjaga dan mendapati bahwa ia sedang bergenggaman tangan dengan Samuel, perlahan Hanum melepas genggaman tangan itu dan merasa sangat berdosa karena telah bersentuhan dengan lelaki yang bukan mahramnya.
"Astaghfirullah, kenapa aku bisa bergenggaman tangan dengan Muel. Ya Allah ampuni hamba." Sebenernya Hanum kasian melihat Samuel tertidur seperti itu, pasti nantinya badan Samuel akan terasa sakit saat terjaga. Namun ia tidak bisa berbuat apapun kepada Samuel.
Hanum berjalan perlahan menuju kamar mandi, sembari menahan sakit yang terasa di punggungnya saat ia bergerak. Sebelah tangannya memegang infus. Hanum dengan hati-hati melangkah agar tidak menggangu tidur Samuel dan Sonya yang tampak lelah.
Ceklek!
Saat Hanum keluar dari kamar mandi, ternyata Samuel sudah berdiri di depan kamar mandi. Ia menatap Hanum dengan tatapan khawatir.
"Anum, Anum kan sakit. Anum tidak boleh jalan-jalan." Matanya mulai berkaca-kaca, Hanum gelagapan melihat Samuel mulai menetaskan bulir bening itu dari sudut matanya. Sonya pun terjaga mendengar suara Isak tangis putranya.
"Loh, kenapa nangis sayang?" Sonya menatap putranya dan ia juga saling tatap dengan Hanum. Hanum yang bingung dengan situasi saat itu hanya diam membisu di hadapan ibu dan anak tersebut.
"Anum mama, kata dokter Anum kan tidak boleh gerak, tapi Anum sekarang malah jalan-jalan. Nanti Anum kenapa-kenapa bagaimana? Nanti Anum tidak bangun lagi seperti semalam. Muel tidak mau melihat Anum tidur lama seperti semalam mama."
Sonya dan Hanum bernafas lega. Ternyata Samuel menangis karena mengkhawatirkan Hanum. Sonya langsung mengelus kepala putranya dan memeluknya dalam dekapannya.
"Hanum tidak apa-apa Muel, Hanum hanya mengambil wudhu untuk shalat. Lihat Hanum sekarang, Hanum sudah baik-baik saja." Anum tersenyum di balik cadarnya dan memperlihatkan bahwa dia baik-baik saja, walaupun kenyataannya ia menahan rasa sakit demi tidak membuat Samuel yang perasa kembali meneteskan airmata.
......................
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
🐥mami kookie97🐰
itu namanya egois sama perasaanmu sendiri bang tama./Smile/
2024-07-29
1
Rina Nurvitasari
semangat terus thor💪💪💪
2024-07-27
0