Surya menatap Hanum begitu lama, membuat seisi rumah menatap lelaki paruh baya tersebut dengan heran. Pratama dan Satria saling tatap, dan Pratama balas mengedikkan bahunya tanda tidak tahu isi pikiran sang ayah. Sonya menyentuh bahu sang suami. Sedangkan yang di tatap hanya menunduk karena takut akan tatapan lelaki paruh baya yang ada di hadapannya.
"Mas kenalkan ini Hanum, guru les Muel. Untuk malam ini Hanum menginap di sini tidak apa-apa ya mas. Kasian Hanum baru saja di usir dari kontrakannya dan belum mendapatkan tempat tinggal." Surya tersadar dari lamunannya dan menganggukkan kepalanya tanpa berkata.
"Oh iya, apa kamu mengenal Haitsam?" Namun rasa penasarannya tidak dapat ia tunda lagi. Akhirnya mulut yang tadi diam langsung bertanya mengenai isi kepalanya.
Siapa Haitsam? Semua orang mungkin bertanya-tanya. Apa hubungan Hanum dengan nama yang di sebutkan oleh Surya? Namun mereka tidak ada yang berani memotong pembicaraan kepala keluarga di rumah itu.
Sedangkan Hanum heran kenapa Surya mengenal ayahnya. Apa hubungan mereka? Ya, Haitsam adalah nama ayah Hanum yang kini tinggal di kampung bersama abangnya.
"Oh iya, perkenalkan, saya Surya. Suami Sonya dan ayah dari tiga putra saya. Tentu nak Hanum sudah mengenal mereka. Istri saya juga sering menceritakan mengenai nak Hanum kepada saya." Surya dengan cepat mengakrabkan diri dengan Hanum. Wanita yang ia anggap kerabat dari lelaki yang pernah menolongnya.
"Saya Hanum pak. Bagaimana bapak mengenal ayah saya?" Hanum mengernyitkan dahinya. Yang lain juga terkejut dengan pengakuan Hanum yang mengatakan bahwa ia anak dari lelaki kenalan Surya.
Surya terkejut karena Hanum ternyata anak dari pemuda yang bertahun-tahun silam pernah menolongnya. Ternyata takdir mempertemukan ia dengan salah satu anggota keluarga Haitsam. Kebaikan Haitsam yang mungkin tidak seberapa menurut orang lain, namun tidak dengan Surya. Jika bukan karena Haitsam, entah ia masih hidup atau tidak hingga saat ini.
Hanum hanya melirik sekilas dan kembali menundukkan pandangannya. "Saya pernah di tolong oleh ayah kamu nak. Yang mengingatkan nak Hanum dengan Haitsam adalah mata kalian. Mata nak Hanum sangat mirip dengan Haitsam. Amber, warna bola mata yang sangat jarang di miliki oleh orang lain.
Pratama dan Satria langsung memperhatikan mata indah Hanum. Ternyata benar, bola mata Hanum sangat indah. Kenapa mereka baru menyadarinya? Apalagi dengan mata yang besar dan bulat, dan bulu mata yang panjang serta lentik membuat mata itu semakin cantik. Hanum menunduk malu karena di tatap sedemikian rupa.
"Kalian kenapa menatap nak Hanum seperti itu. Lihat nak Hanum jadi malu." Ke dua putra Sonya langsung mengalihkan pandangan. Merasa malu karena ketahuan tengah menatap Hanum.
"Betul papa, mata Anum cantik kan papa. Beda dengan mata kita. Kalau belajar Muel suka lihat mata Anum, indah sekali papa." Samuel tak mau kalah untuk memuji malaikat baik hatinya. Ia memang sangat mengagumi semua tentang Hanum. Walaupun ia tidak normal layaknya lelaki dewasa seperti dua abangnya, namun ia bisa bisa menilai sesuatu dengan tepat.
Pipi Hanum merona kala di puji oleh Samuel. Padahal perkataan Samuel hanyalah jawaban polos seorang anak kecil yang ada di tubuh orang dewasa. Mungkin karena jawaban Samuel ini jawaban jujur, tentu saja Hanum merasa malu. Untung saja ia memakai cadar, sehingga pipinya yang merona tidak terlihat oleh orang lain.
Surya mengusap kepala putranya. Ia kembali menatap Hanum. "Sekarang di mana ayah kamu nak? Saya sangat ingin bertemu dengan beliau, dulu..." akhirnya Surya menceritakan tentang pertemuannya dengan Haitsam ayahnya Hanum. Sedangkan Sonya sudah mendengar cerita tentang pemuda baik hati yang pernah menolong suaminya saat ia dan suami belum bertemu.
Hanum tidak menyangka jika lelaki paruh baya yang ada di hadapannya pernah di tolong oleh ayahnya. Dan yang paling tidak ia sangka, lelaki yang di tolong oleh sang ayah masih mengingat dengan jelas kejadian bertahun-tahun silam. Ternyata sebuah kebaikan kecil menurut kita, justru sangat berarti untuk orang lain. Mungkin itu juga yang membuat Hanum tumbuh menjadi wanita yang suka membantu sesama manusia walaupun ia tidak mengenal orang tersebut. Termasuk saat Hanum menolong Samuel.
"MasyaaAllah, saya tidak menyangka jika bapak pernah di tolong ayah saya." Hanum terharu mendengar cerita Surya saat lelaki paruh baya itu mengakhiri ceritanya. Bahkan ia sangat ingin bertemu Haitsam saat ini untuk mengucapkan rasa terimakasihnya.
"Mungkin itu yang di sebut takdir nak, dan sekarang saya di pertemukan dengan anaknya. Bahkan nak Hanum menjadi guru les putra saya yang sangat luar biasa jni." Ia kembali menatap putra bungsunya dan kembali menatap Hanum.
"Mungkin nak Hanum bisa membawa saya untuk bertemu Haitsam." Besar harapan Surya untuk bertemu Haitsam.
"Tapi ayah saya sekarang di kampung pak. Jauh dari sini, kurang lebih delapan jam perjalanan jika menggunakan mobil. Lagi pula ayah saya sekarang sakit-sakitan. Ingatannya juga tidak sebagus dulu. Sejak ibu pergi untuk selamanya, ayah sering jatuh sakit." Jika mengingat sang ayah, pasti perasaan Hanum menjadi tak karuan. Bahkan airmatanya menetes saat menceritakan tentang sang ayah. Sonya berdiri dari duduknya dan pindah duduk di samping Hanum. Ia memeluk hangat gadis bercadar itu.
"Saya turut prihatin nak. Semoga penyakit Haitsam di angkat oleh Allah SWT. Lalu, dengan siapa Haitsam tinggal di kampung nak? Apa nak Hanum memiliki saudara yang mengurus ayah kamu nak?" Sungguh ke dua orang tua Samuel memang sangat baik dan lembut saat berbicara. Hanum menjadi nyaman dan tidak canggung lagi.
"Ayah tinggal bersama Abang Hanum pak. Hanum terpaksa meninggalkan ayah, karena sewaktu ayah sehat, ayah memaksa Hanum untuk kuliah di Jakarta melanjutkan cita-cita Hanum. Karena dorongan dan motivasi dari ayah juga yang membuat Hanum menjadi guru les Samuel." Hanum sudah mulai nyaman berbicara dengan Surya, seperti berbicara dengan ayahnya sendiri. Ia jadi semakin merindukan sosok ayah nan jauh di sana.
Satria dan Pratama hanya menyimak obrolan dua orang tersebut. Pratama semakin penasaran dengan kehidupan Hanum saat mendengar cerita gadis tersebut. Sedangkan Satria tidak terlalu memperdulikannya. Ia memang kurang bersimpati terhadap orang lain. Sedangkan si bungsu Samuel seperti biasa akan sibuk dengan urusannya sendiri.
"Muel ngantuk mama, hoam..." Ia sudah menguap beberapa kali. Kebiasaan Samuel kalau tidur harus di peluk dan di puk puk oleh mama atau papanya. Jika mama dan papanya tidak bisa, maka Pratama lah yang jadi tumbalnya. karena jika Satria tentu saja tidak mau.
"Besok kita lanjut lagi obrolan ini nak. Saya harus menemani bayi gede saya tidur dulu. Ayo Muel malam ini sama papa ya. Papa kangen sama bayi gede papa." Surya langsung mengelus lembut rambut putranya. Samuel tersenyum bahagia saat mendengar perkataan sang papa.
Mereka berjalan lebih dulu mendahului yang lain. Pratama dan Satria juga meninggalkan ruang makan. "Ayo nak, nak Hanum juga harus istirahat. Kamar nak Hanum di kamar tamu, ayo ibu antarkan." Sonya mengantar Hanum hingga ke depan kamar. Hanum mengucapkan berkali-kali terimakasih karena sudah di tampung malam ini. Ia bersyukur di pertemukan dengan keluarga yang sangat baik kepadanya.
Sebelum tidur Hanum membersihkan dirinya, mengganti baju dengan baju tidur miliknya. Ia pun mengunci pintu kamarnya. Tak perlu waktu lama, saat ia merebahkan tubuhnya, ia sudah terlelap dengan nyenyak menyusuri alam mimpi.
Saat Hanum sudah terlelap, knop pintu seperti di buka dari luar. Namun saat pintu itu tidak bisa di buka, seseorang yang tengah membuka pintu itu pun pergi meninggalkan kamar itu.
......................
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Dyah Oktina
siapakah yg lancang mau.membuka pintu kamar yg d pakai hanum???
2025-04-12
0
Nanik Arifin
curiga, yg mau buka pintu Pratama. sebenar dia tertarik dg Hanum, tapi gengsinya menutupi
2024-07-14
1
𝐈𝐬𝐭𝐲
up nya jgn lama² Thor...
2024-07-14
1