*Episode 20

"Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok?"

Mama Zain langsung melontarkan pertanyaan ketika dokter yang bertugas memeriksa Zain keluar dari ruang rawat inap yang Zain tempati saat ini. Si dokter yang ditanya langsung memperlihatkan wajah sedikit tegang.

"Pasien mengalami tekanan batin yang berlebih. Kelelahan dan juga terlalu banyak pikiran. Makan tidak teratur membuat tubuhnya kekurangan energi. Karenanya, pasien mengalami demam tinggi yang membuat tubuhnya langsung kehilangan kesadaran. Kondisi pasien sangat memprihatinkan sekarang. Saya sarankan untuk memberikan perhatian lebih pada pasien. Dan tolong, jaga emosi pasien agar tetap stabil. Karena kondisi tubuhnya yang sangat buruk bisa lebih memburuk lagi jika emosinya terus meningkat."

Lemah tubuh mama Zain mendengarkan penjelasan dokter barusan. Namun, dia berusaha untuk tetap kuat. Air mata jatuh karena mendengan keadaan anaknya berubah sangat jauh dari yang sebelumnya. Rasa bersalah pun semakin membesar.

"Dokter, apa sekarang kami bisa masuk untuk melihatnya?"

"Iya. Silahkan."

"Terima kasih, Dok."

Si dokter hanya mengangguk pelan. Setelahnya, pergi meninggalkan mama Zain. Sementara itu, mama Zain pun langsung masuk ke kamar rawat anaknya dengan digandeng bi Inah.

"Zain."

Sang mama melihat wajah sendu anaknya. Seri dari wajah itu seakan sudah menghilang. Wajah itu terlihat sedikit kurus dan pucat. Namun, tampannya masih bertahan.

Mama Zain langsung meraih tangan anaknya dengan lembut. Dia cium tangan itu dengan penuh rasa bersalah.

"Zain. Kenapa jadi begini, Nak? Baru beberapa hari kamu kehilangannya, tapi perubahan besar dari dirimu sudah terlihat dengan sangat jelas."

"Zain. Maafkan mama, Nak. Maafkan mama. Mama yang sudah menyakiti kamu."

"Katakan pada mama, Zain. Apa yang harus mama lakukan sekarang," ucap mama Zain pada akhirnya langsung berakhir dengan tangisan yang tidak bisa ia tahan.

Satu pertanyaan terakhir langsung membuat bibir bi Inah tergerak untuk menjawab.

"Cara satu-satunya hanyalah dengan menemukan non Leah, Nya. Saya yakin, hanya non Leah yang bisa mengembalikan den Zain ke keadaan semula."

Mama Zain tidak menjawab. Jangankan membantah apa yang bi Inah katakan, mengangkat wajah untuk melihat si bibi saja tidak. Hal ini sangat jauh berbeda dari keadaan sebelumnya. Jika mereka membicarakan soal Leah, sudah pasti bi Inah akan kena amukan majikannya ini.

Semua itu karena keadaan sudah berubah. Mama Zain sudah sadar akan seperti apa pentingnya Leah untuk anaknya. Tapi sayang, saat ia sudah sadar, Leah tidak dia ketahui di mana keberadaannya.

"Bi Inah. Tapi Leah sudah pergi entah ke mana? Di mana kita bisa menemukannya, Bi? Jika Zain saja tidak bisa menemukan Leah, bagaimana dengan saya?"

Nada putus asa terdengar dengan sangat jelas. Si bibi pun bisa merasakan hal yang sama dengan apa yang mama Zain rasakan.

Namun, belum sempat bi Inah berpikir terlalu lama, mama Zain malah langsung menggerakkan tubuhnya secara tiba-tiba. Dia yang awalnya duduk sambil terus memeluk tangan Zain, sekarang malah langsung berdiri menghadap ke arah bi Inah.

Mama Zain langsung menyentuh pundak bi Inah dengan kedua tangannya.

"Bi, katakan padaku, apa bibi tahu di mana Leah sekarang? Jika bibi tahu, katakanlah, Bi! Aku sendiri yang akan datang untuk menjemput Leah pulang. Aku akan minta maaf padanya. Aku akan melakukan apapun yang Leah katakan nantinya. Demi Zain, aku akan melakukan apa saja, Bi."

Si bibi tidak langsung menjawab. Dia tatap lekat wajah majikannya yang selama ini selalu memperlihatkan wajah angkuh dan sombong. Tapi sekarang, wajah itu sudah berubah jauh. Terlihat penuh kesedihan dan juga penuh dengan harapan.

"Bi Inah. Tolong. Katakan padaku di mama Leah sekarang. Aku mohon."

"Nyonya. Maafkan saya. Saya juga tidak tahu di mana non Leah. Jika saja saya tahu, tanpa nyonya memohon juga saya sudah katakan di mana non Leah berada."

Tangan mama Zain seketika melemah. Tangisan dari mulutnya kembali terdengar. Sepertinya, rasa putus asa itu sudah menyerang mama Zain saat ini.

Baru juga mama Zain mendudukkan pantatnya kembali ke kursi, pintu ruang rawat langsung terbuka. Dari balik pintu tersebut muncul Mila dengan wajah cemas karena tahu tentang Zain yang dilarikan ke rumah sakit karena pingsan.

"Tante. Bagaimana keadaan kak Zain sekarang?"

"Mila."

"Zain. Dia-- "

Belum sempat mama Zain menjelaskan apa yang terjadi dengan anaknya, tubuh Zain tiba-tiba bergerak. Perhatian mereka yang ada di ruangan tersebut seketika teralihkan.

"Zain."

Saat mama Zain berpikir kalau anaknya sudah sadarkan diri sekarang. Tapi sayangnya, tidak. Zain tidak membukakan matanya. Hanya tubuh yang bergerak dengan resah. Matanya masih tertutup rapat. Sementara bibirnya bergerak memanggil satu nama.

"Leah."

"Leah, jangan pergi! Jangan tinggalkan aku, Leah. Ku mohon. Kembalilah, Leah. Kembalilah."

"Zain."

"Kak Zain. Ya Tuhan."

"Leah!"

"Jangan pergi, Leah! Ku mohon!" Nada ucapan Zain semakin meninggi.

Tubuhnya kini sudah berkeringat. Gerakan dari tubuh itu yang awalnya pelan kini sudah berubah semakin kasar dan acak-acakan. Namun mata Zain tetap tidak terbuka. Hal tersebut tentu membuat panik yang ada di ruangan tersebut.

"Zain."

"Bi Inah! Panggilkan dokter sekarang juga, Bi!"

"Zain."

"Zain. Sadarlah, Zain."

"Ya Tuhan."

Beberapa saat setelah bi Inah pergi, Zain langsung membuka mata sambil memanggil nama Leah secara lengkap.

"Zaleah!"

Tidak hanya membuka mata, Zain juga langsung bangun dari baringnya. Sang mama langsung memeluk tubuh anaknya dengan air mata yang terus mengalir.

"Zain."

"Di mana Leah, Ma?"

"Zain."

"Di mana Leah!"

"Kak Zain, tenang. Mbak Le-- "

"Kamu! Kenapa kamu ada di sini? Pergi!"

"Zain, jangan emosi, Nak. Jangan marah. Kuasai dirimu sekarang."

"Pergi!"

Setelahnya, Zain langsung menyentuh dadanya yang terasa sangat sesak. Tubuhnya bergetar hebat akibat emosinya yang terlalu tinggi. Beruntung, saat itu dokter datang tepat waktu. Dokter memberikan sebuah suntikan agar Zain bisa langsung tenang.

Sebelum kesadaran Zain menghilang akibat efek obat, dia terus memanggil nama Leah. Dokter pun meminta pihak keluarga mendatangkan orang yang Zain panggil.

"Hanya orang yang bernama Leah yang bisa membantu proses penyembuhan pasien. Karena hanya dengan mempertemukan pasien dengan orang tersebut, emosinya bisa dikontrol kembali."

Begitulah pesan si dokter yang pada akhirnya hanya menambah rasa putus asa dalam hati mama Zain lagi. Karena menemukan Leah sekarang adalah hal yang paling sulit buat mereka. Sebab, Zain saja sudah berusaha mencarinya dengan segala cara. Tapi sayangnya, Leah tidak juga bisa Zain temukan.

"Di mana aku harus mencari Leah?" Mama Zain berucap pelan.

"Tante."

"Mila. Maafkan tante. Sebaiknya, kamu pulang dan jangan temui Zain sampai keadaan Zain benar-benar membaik."

"Tapi, Tante-- "

"Mil, kamu sudah lihat sendiri bukan seperti apa keadaan Zain saat ini? Demi kebaikan semuanya, tolong dengarkan tante, Mila."

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nah sekarang baru kau menyesal kan nenek lampir?? Pasti keadaan Zain sekarang juga di manfaatkan utk meluluhkan kan Leah,Selain ANAK yg di kandung Leah,Udah biasa aku baca di mana2 Novel Alurnya kek gini..Kabur2 an hujung2 nya balikan lagi,Dengan Alasan ANAK..CKK gak ada Alur lain dari yg lain apa..Udah bisa NEBAK ALURNYA..

2025-02-17

0

meisan

meisan

anakmu yg jadi korban karena ke egoisanmu, makanya jadi ortu Jangan selalu ikut campur urusan RT anak.

2024-11-15

0

guntur 1609

guntur 1609

mmapus kau ratna. kau sendiri yg buat anakmu sepeeti tu

2024-10-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!