*Episode 8

Malam yang melelahkan akhirnya berlalu. Semalaman, Zain dan Leah tidak tidur karena pikiran yang sedang menghantuinya. Zain beranjak dari duduknya yang entah berapa lama dia tertidur.

Pagi menyapa, tapi hati tetap saja terasa sama seperti sebelumnya. Perih, sakit tak bisa digambarkan. Gegas Zain ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Pikirannya hanya ada Leah sekarang. Dia berniat untuk mendatangi kamar istrinya lagi setelah dia selesai merapikan diri.

Sayangnya, saat Zain baru juga membuka pintu kamar, sang mama sudah ada di depan kamar tersebut. Bersiap-siap untuk memanggil dirinya keluar dari dalam kamar itu dengan wajah cukup tegang.

"Mama."

"Ayo bicara, Zain. Ikut mama ke ruang tamu. Mama dan papa Mila sudah menunggu di sana."

"Apa? Untuk apa mereka bicara denganku pagi-pagi begini?"

"Maaf, Ma. Aku tidak punya waktu sekarang. Bicara saja mama dengan mereka."

"Zain! Jangan buat mama yang sudah malu semakin bertambah malu. Kamu sudah melempar kotoran ke wajah mama. Bagaimana bisa kamu ingin menghindar begitu saja, ha?"

Zain melepas napas berat.

"Bukan aku, Ma. Tapi mama sendiri yang meletakkan kotoran ke wajah mama dan mengorbankan aku. Jadi-- "

"Zain! Jangan paksa mama bersikap keras padamu. Jangan hilangkan kesabaran mama."

Detik berikutnya, sang mama langsung menarik tangan Zain dengan paksa.

"Ayo ikut mama. Kita harus bicara."

Kesal hati, tapi pada akhirnya, Zain terpaksa

mengikuti apa yang mamanya katakan. Dia melangkah menuju ruang tamu dengan kakinya seolah sedang diseret-seret. Namun, saat ingin sampai ke ruang tamu, Zain langsung menghentikan langkah kakinya ketika berpas-pasan dengan bi Inah.

"Bi, Leah belum sarapan, bukan? Jangan lupa siapkan sarapan untuknya. Perhatikan pola makannya jangan sampai terganggu."

Tatapan tajam sang mama berikan. Sungguh, anaknya seolah sudah terkena guna-guna saja. Yang ada dalam pikiran Zain hanya Leah, Leah, dan Leah. Baik apapun kondisinya, Leah selalu ada dipikiran Zain.

"Mama benar-benar gak habis pikir padamu, Zain. Entah guna-guna apa yang Leah berikan sampai kamu tidak punya pikiran lain selain dia. Salut mama sama istri kamu itu."

"Mama salah. Aku memusatkan pikiranku pada Leah bukan karena dia telah memberikan aku guna-guna atau apalah semacamnya. Melainkan, karena hatiku sudah aku serahkan sepenuhnya untuk dia."

Tak mampu menjawab apa yang anaknya katakan, mama Zain hanya mampu memberikan tatapan lekat. Hembusan napas berat terdengar sekarang.

"Terserah kamu saja. Mama tidak tahu lagi harus bicara apa padamu, Zain."

Langkah mereka lanjutkan. Tiba ke ruang tamu, mama dan papa Mila sedang terlihat memasang wajah tidak enak. Apalagi dengan sikap Mila yang seolah sedang sangat terluka. Seolah-olah, di sini hanya dialah korbannya.

"Zain. Ayo bicara," ucap papa Mila membuka obrolan mereka.

"Baik, om. Silahkan bicarakan apa yang ingin dibicarakan." Zain menjawab dengan nada tegas.

"Zain. Kamu dan Mila sudah melakukan hubungan yang tidak seharusnya kalian lakukan. Kami sebagai orang tua ingin kamu bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu lakukan terhadap anak kami."

Zain tidak langsung menjawab. Dia tatap wajah papa Mila dengan seksama. Hening beberapa saat ruang tamu tersebut karena obrolan yang terhenti. Hingga pada akhirnya, Zain menarik napas berat lalu melepaskannya secara kasar.

"Om Anuar tidak ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi antara anak om dengan saya?"

"Saya rasa tidak ada yang perlu dipertanyakan lagi, Zain. Karena apa yang telah terjadi sudah sangat jelas. Kamu sudah menggauli Mila. Anak gadisku."

"Maaf, om. Kejadian itu masih harus diselidiki lebih jauh lagi. Saya tidak merasa kalau saya sudah menggauli anak om."

"Apa!"

Tentu saja papa Mila langsung meradang karena jawaban Zain yang menyangkal apa yang sudah ia lakukan pada Mila. Sangking kesalnya orang tua itu, dia malah langsung bangun dari duduknya.

"Kamu masih ingin menyangkal setelah apa yang kamu lakukan pada Mila, Zain? Meskipun kamu melakukannya secara tidak sengaja atau dalam keadaan tidak sadar, tetap saja, kamu sudah menodai anak gadisku. Kau harus bertanggung jawab atas dirinya. Karena bukan hanya keluarga yang tahu, hampir seluruh kota tahu akan ulahmu itu. Sebab, kejadian malam itu sudah menyebar luas di sosial media, Zain."

Zain terdiam sesaat lagi. Pikirannya benar-benar tidak baik-baik saja sekarang. Hati dan pikirannya kacau bukan kepalang. Seperti air laut yang sedang mengalami ombak yang sangat dahsyat.

"Lalu, apa yang om inginkan dari saya sekarang?"

"Aku ingin kamu bertanggung jawab, Zain. Nikahi Mila karena kamu sudah menodai dia."

"Tidak!" Zain berucap sambil bangun dari duduknya. Yang jawabannya itu langsung membuat semua mata yang ada di ruang tamu membulat sempurna.

"Aku tidak akan menikahi Mila karena saat ini aku sudah punya istri. Dan aku tidak akan mengkhianati istriku dengan menikah lagi. Apapun alasannya, aku tidak akan menikah lagi."

Tegas ucapan Zain membuat mata mamanya berkaca-kaca. Benar, bukan karena sedih mata sang mama berkaca-kaca. Melainkan, karena tidak percaya dengan teguhnya pendirian yang anaknya punya saat ini.

"Zain. Kamu ... ya Tuhan. Kamu benar-benar sudah mempermalukan mama, Nak. Mau ditaruh di mana muka mama sekarang, Zain? Kenapa kamu jadi seperti ini, Zain?"

"Karena mama yang memaksa aku jadi begini, Ma. Mama paksa aku untuk durhaka sama mama. Mama tidak memberikan aku sedikitpun pilihan untuk bahagia. Aku pasrah sekarang."

Seketika, sang mama langsung beranjak dari tempat di mana ia berada sebelumnya. Mama Zain berjalan menuju nakas yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk. Sebilah gunting mamanya keluarkan dari dalam lemari. Lalu, dia acungkan ke lehenya sendiri.

"Zain! Jika itu pilihanmu, maka biarkan mama mati saja supaya hatimu puas, nak. Dengan begitu, tidak akan ada lagi yang akan memaksa kamu untuk melakukan apapun yang kamu inginkan."

"Ratna! Jangan gila, Rat. Semuanya masih bisa kita bicarakan baik-baik. Jauhkan guntungnya, Ratna." Mama Mila berucap dengan nada panik.

"Tidak, May. Aku sudah lelah bertarung dengan anakku ini. Dialah anakku satu-satunya yang aku punya. Dia yang aku kandung selama sembilan bulan lebih dalam perutku. Tapi setelah ia aku lahirkan, dan jadi orang dewasa. Dia malah bersikap seolah aku tidak bisa mencampuri urusan hidupnya walau hanya sedikit saja. Dia tidak mau lagi mendengarkan apa yang aku katakan, Maya. Aku ... hiks, aku tidak ingin hidup lagi jika begini caranya."

"Ratna, tenang. Jangan berpikiran singkat."

"Zain. Ayolah lakukan sesuatu, Nak. Jangan biarkan mamamu bertingkah gila seperti ini, Zain." Mama Mila yang semakin panik berusaha membuat Zain sadar akan apa yang sedang terjadi.

"Tapi -- "

"Zain! Tapi apanya, ha? Nyawa mama kamu ada dalam bahaya sekarang."

"Kak Zain. Jangan biarkan tante melakukan hal yang nekat. Aku tahu kamu tidak suka padaku. Tapi nyawa mama kamu ada dalam bahaya sekarang."

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Ortu yg TERLALU IKUT CAMPUR URUSAN ANAK2 nya juga gak bagus..

2025-02-17

0

Yolandamalika 🌸🌺

Yolandamalika 🌸🌺

bagus udah mulai ancam2 mau bundir. dasar ratu drama mertua medusaa. kabuur aja Leah nanti pasti ada cela yg penting kamu pikirin dlu Mateng 2 gimana cara kaburnya. mau tak bisikin ga ? hahah lancur Thor

2024-07-16

2

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Diiihhh.....
Yg elit dkit dong kl mau bundir....
msa cma pke gnting????
pke pistol ke,biar skli dor lngsng end....🤣🤣🤣

2024-06-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!