*Episode 18

Dan pada akhirnya, Leah menceritakan juga kejadian yang baru saja dia alami. Bagaimana dia berusaha bersembunyi dari kejaran orang yang menginginkan dirinya. Seperti apa bantuan yang Yoga berikan. Hingga ketahap, Yoga bersedia mengantarkannya pulang barusan. Semua Leah ceritakan.

"Kurang ajar itu si Zain! Untuk apa lagi dia nyari kamu setelah masalah besar yang telah ia timbulkan."

Jari tangan Dita ringan mengetuk pundak kakaknya. "Kak, bukannya kak Zain memang sedang mencari kak Leah sejak satu hari setelah kak Leah pergi?"

"Hush! Tau apa kamu. Pria bajingan kek Zain tidak pantas untuk saudari kita."

"Leah, katakan padaku, apa kamu ingin pulang ke rumah Zain lagi setelah semua yang ia lakukan padamu?"

Leah hanya memberikan tatapan lekat pada Marina. Setelahnya, gelengan pelan terlihat.

"Heh ... kalau begitu, tunggu sebentar di sini, Le."

"Dita, ayo ikut kakak ke kamar!"

"Baik, kak."

Adik kakak itu langsung meninggalkan Leah. Beberapa menit kemudian, keduanya kembali lagi menghampiri Leah yang masih duduk di ruang tamu kecil dari rumah sederhana milik keduanya.

"Le, ambil ini!" Marina berucap sambil menyodorkan sebuah kartu ke pankuang Leah.

"Ini ... untuk apa?"

"Untuk modal kamu pergi ke luar negeri, Le."

"Hah? Apa maksudnya ini, Mar? Kenapa ... kenapa kamu berikan aku ATM ini? Kamu ingin usir aku dari rumahmu sekarang? Iya, Mar?"

Gegas Marina meraih tangan Leah.

"Le. Dengarkan aku dulu! Zain tidak akan pernah menyerah untuk menemukan kamu. Dia pasti akan mencari lagi dan lagi di setiap sudut dan pelosok kota. Hari ini saja kamu hampir tertangkap olehnya, bukan? Sedangkan, kamu tidak ingin kembali ke rumahnya. Setidaknya untuk waktu dekat ini."

"Solusi satu-satunya yang kita punyalah dengan meninggalkan kota ini, lalu pergi ke tempat yang jauh, Le. Dengan begitu, kamu bisa tenang di tempat yang tidak dikenali oleh orang-orang banyak." Marina menjelaskan lagi dengan hati yang sabar.

"Apa yang kak Ina kataka itu benar, kak Leah. Diluar sana ada banyak orang yang sedang memburu kakak gara-gara hadiah yang telah kak Zain iming-imingkan di sosial media. Mereka menginginkan hadiah itu dengan cara berlomba-lomba mencari keberadaan kakak. Jalan terbaik saat ini hanyalah dengan meninggalkan kota ini secepatnya." Dita pun ikut menjelaskan.

"Tapi ... uang ini ... uang ini adalah uang yang kalian kumpulkan untuk membeli rumah, bukan? Bagaimana bisa aku memakai uang ini untuk pergi meninggalkan kota ini, Dita, Marina?"

"Bisa, Leah. Karena kamu adalah saudari kami. Kamulah yang lebih penting dari cita-cita kami untuk membelikan rumah baru," ucap Marina dengan nada sangat merendah.

"Iya, kak. Kami lebih baik tidak membelikan rumah dari pada melihat kamu menahan hati nanti. Tidak ada artinya rumah yang kami dapatkan jika kami tahu kamu tidak bahagia, kak."

"Dan lagi, kak Leah harus percaya padaku sekarang. Karya desainer yang aku buat itu sangat laris sekarang. Laku keras, kak. Banyak yang menawarkan dengan harga yang besar."

"Iya, Le. Adik kita ini sudah bisa menghasilkan uang dalam jumlah yang besar dengan waktu yang singkat. Jadi kamu tenang saja, uang pasti mudah untuk kita carikan lagi. Tapi kamu, tidak akan ada duanya lagi di dunia ini. Kami tidak akan bisa mencari Leah yang lain lagi selain kamu."

Berkaca-kaca mata Leah. Sungguh, dia sangat amat terharu akan perlakuan adik kakak itu padanya. Dia pun langsung memeluk erat kedua adik kakak itu secara bersamaan.

Kebersamaan itu terasa sangat hangat. Leah sangat menikmati kebersamaan yang sudah hilang sejak ia tahu kalau mertuanya ingin menikahkan suaminya dengan perempuan lain.

Hatinya yang hancur, kini bisa sedikit terobati dengan kebersamaan ini.

Di sisi lain, Zain yang Rafa suruh pulang sudah pun tiba di depan rumahnya. Lelah itu sangat nyata terasa. Zain berjalan dengan terseok-seok karena kakinya yang seolah tidak sanggup lagi untuk berdiri dengan tegak.

"Zain."

Sang mama langsung bangun dari duduknya ketika melihat anak satu-satunya itu pulang ke rumah setelah beberapa hari tidak menampakkan batang hidung. Gegas mama Zain menghampiri anaknya dengan mata berkaca-kaca.

"Zain. Kamu baik-baik saja, Nak? Ya Tuhan. Apa yang terjadi padamu, Nak?"

"Mama. Aku tidak menemukan Leah, Ma." Zain berucap dengan nada yang sangat sedih.

"Ya. Kamu tenang dulu ya. Mama yakin kalau dia pasti akan kembali ke sini, Zain."

"Mila!"

"Mila! Cepat ke sini, Mil! Lihatlah! Zain sudah pulang."

Mama Zain berteriak dengan nada tinggi dan penuh dengan rasa bahagia. Namun sayang, Zain yang sedang memegang kedua tangan sang mama, langsung melepaskan tangan itu saat dia mendengar sang mama memanggilkan nama wanita yang sangat tidak ia sukai sekarang.

Sementara itu, Mila yang mendengar ucapan mama Zain tentu saja langsung turun dari lantai atas. Dengan langkah besar yang lebih mirip dengan berlari, Mila menuruni anak tangga. Tak lupa, senyum indah terkembang di bibirnya.

"Kak Zain."

"Kak, akhirnya kamu pulang. Tante-- "

"Kenapa kamu ada di sini, ha?"

"Ma! Kenapa perempuan ini ada di rumah kita sekarang?"

"Zain."

"Pergi."

"Zain, dengarkan mama dulu. Mila-- "

"Aku bilang pergi!"

Tidak ingin melihat Zain hilang kendali, mamanya langsung memberikan kode pada Mila untuk mengalah.

"Pulang dulu, Mil. Biar tante yang tenangkan Zain sekarang."

"Iya udah, tante. Mila pulang sekarang. Jika ada apa-apa, hubungi Mila aja ya."

Belum sempat mama Zain menjawab, Zain yang duluan angkat bicara.

"Tidak perlu! Kau pergi sekarang! Jangan pernah kembali lagi!" Zain berteriak dengan nada yang sangat tinggi.

Mila saja sampai di buat kaget karena teriakan itu. Hanya saja, dia masih bisa menahan imej nya sekarang. Rasa kesal yang saat ini sedang memuncak masih ia tutup dengan sebaik mungkin.

Sementara itu, sang mama beruntung karena tidak punya riwayat penyakit jantung. Jika tidak, mungkin sudah menerima serangan jantung dia sekarang ketika mendengar teriakan Zain dengan nada yang sangat tinggi barusan.

"Zain. Kamu kok gitu dengan Mila. Dia itu-- "

"Mama cukup. Aku tidak ingin mendengar namanya apalagi melihat wajahnya. Aku sudah sangat benci dengan perempuan itu. Karena dia, aku kehilangan separuh jiwaku sekarang."

"Zain. Perginya Leah tidak ada hubungannya dengan Mila. Istri kamu itu yang terlalu egois. Bisa-bisanya dia meninggalkan rumah dengan membawa calon anak mu yang ada dalam kandungannya. Dia-- "

"Cukup, Ma! Leah tidak egois."

"Jika dia tidak egois kenapa dia malah meninggalkan rumah saat dia hamil, Zain? Kenapa dia tidak memikirkan calon anak kalian yang masih sangat muda yang ada dalam kandungannya itu, ha?"

Zain langsung menatap lekat wajah sang mama. Hatinya sangat terluka sekarang.

"Jika mama yang ada diposisi Leah, apakah mama siap untuk bertahan? Suaminya telah mengkhianati dia. Mertuanya menginginkan pernikahan kedua untuk anaknya. Apakah mama bisa bertahan dengan tetap tinggal di tempat yang sama sekali tidak membuat mama bahagia?"

Terpopuler

Comments

Maurid Tambunan

Maurid Tambunan

kena karmalah mertua leah

2024-08-17

0

Yolandamalika 🌸🌺

Yolandamalika 🌸🌺

mertua sakit jiwa. masuk RSJ aja sanaa.

2024-07-16

2

sella surya amanda

sella surya amanda

lanjut

2024-06-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!