Orang-orang bayaran Rafa sibuk mencari, sementara Yoga malah terlihat santai dengan membiarkan para anak buah itu melakukan apa yang mereka ingin lakukan. Hingga pada akhirnya, mereka menyerah karena tidak menemukan apa yang mereka cari.
"Bos."
"Apakah kalian sudah selesai mencari? Jika sudah, segera keluar karena aku ingin istirahat." Yoga berucap cepat ketika kedua anak buah itu mendekati majikan mereka.
"Maaf, bos Rafa. Tidak ada tanda-tanda keberadaan dari orang yang kita cari di sini. Apa yang harus kita lakukan sekarang, Bos?"
"Kak, apa yang harus kita lakukan?" Rafa malah bertanya pada Zain.
"Pergi saja."
"Ya. Sebaiknya kalian segera pergi. Jangan buat aku berubah pikiran, Zain. Aku bisa tuntut kalian karena telah menganggu hal pribadi yang tidak seharusnya kalian ganggu."
Zain kesal. Tapi, lagi-lagi dia tidak ingin berdebat dengan Yoga. Hanya tatapan tajam saja yang ia berikan sesaat sebelum ia mengambil keputusan.
"Jangan sampai aku tahu kamu menyembunyikan istriku, Yoga. Kamu akan terima sendiri akibatnya."
Setelah berucap, Zain langsung memutar tubuhnya untuk pergi. Sementara itu, Zain malah tersenyum kecil.
"Terserah kamu. Aku tunggu apa yang bisa kamu lakukan padaku, Zain."
Zain hanya menggenggam tangannya erat-erat. Beberapa perasaan membuatnya semakin jengkel berhadapan dengan Yoga. Gegas kaki ia langkahkan dengan langkah besar untuk meninggalkan ruangan si dokter dengan cepat.
Beberapa saat setelah kepergian Zain, Yoga membuka pintu ruangan pribadinya untuk mengeluarkan Leah. Senyum kecil ia layangkan saat bertatap muka dengan wanita yang sudah pasti tidak mudah ia jangkau itu.
"Dia sudah pergi. Sekarang, kamu bisa meninggalkan ruangan ku, Leah."
Namun, perasaan takut yang bersarang dalam. hati Leah malah lebih besar dari yang ada sebelumnya. Dia pun langsung memasang wajah tak nyaman.
"Tapi ... aku .... "
"Heh ... baiklah. Aku tahu apa yang sedang kamu rasakan. Satu pertolongan terakhir yang bisa aku lakukan untukmu. Aku akan antar kamu pulang. Dengan bersamaku, kamu mungkin bisa lolos dari kejaran suamimu itu."
"Apa? Apakah ... kamu yakin mau bantu aku sebanyak itu, dokter?"
"Kenapa memangnya?"
"Kita baru pertama kali bertemu. Tapi kamu sudah mau bantu aku dengan bantuan yang cukup menyulitkan dirimu sendiri. Aku .... " Leah menggantungkan kalimatnya karena merasa tidak enak hati untuk bicara terus terang.
Yoga yang memahami ke mana arah tujuan ucapan Leah langsung menggelengkan kepala. Tak lupa, senyum kecil ia perlihatkan. Senyum yang semakin mempermanis wajah tampan yang ia miliki. Namun, wajah tampan Zain nan teduh milik Zain masih tidak terlampaui oleh Yoga.
"Aku paham ke mana arah pembicaraan mu itu, nona. Dan wajar jika kamu punya pemikiran seperti itu. Hanya saja, jangan pikirkan hal buruk tentang pertolongan yang aku berikan. Aku menolong kamu dengan tulus. Untuk alasannya, biarlah aku sendiri yang tahu, Leah."
"Namun, terserah padamu mau menerima pertolongan dariku atau tidak. Karena aku hanya perlu memberikan kebaikan tanpa harus memaksa."
Leah terdiam sesaat sebelum ia menjawab. Karena hatinya sangat kuat merasa kalau pemuda yang ada di dekatnya itu sangat tulus, dia pun menerima semua tawaran yang Yoga layangkan.
"Baiklah. Aku akan menyusahkan dokter untuk yang kesekian kalinya lagi. Jika anda bersedia mengantarkan aku pulang, tentu saja aku akan menerima tawaran itu dengan senang hati. Karena saat ini, aku juga sedang sangat ketakutan. Aku tidak ingin ditemukan oleh suamiku sekarang."
Yoga hanya menatap Leah sesaat saja. Sejauh ini, Yoga tidak sedikitpun menyingung hal pribadi Leah. Entah karena Yoga sudah tahu duduk permasalahan yang sedang Leah hadapi, atau juga karena menghormati Leah. Yang jelas, Yoga tidak berniat untuk tahu apapun masalah pribadi Leah.
Mereka keluar dari ruangan dengan Leah yang sedang melakukan penyamaran. Dia mengenakan masker dan memakai jas putih dokter untuk menutupi bajunya yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi beberapa orang.
Dengan penyamaran itu, mereka berhasil mencapai mobil tanpa mengundang sedikitpun rasa curiga. Sementara itu, di sisi lain, Zain nyatanya masih sibuk melakukan pencarian. Bahkan, dia sampai mendatangi ruangan pengawas untuk tahu ke mana istrinya berada saat ini.
Mata Zain membulat ketika dia menangkap sosok yang sangat ia kenali juga sekaligus sangat ia rindukan masuk ke ruangan Yoga. Ya. Itu Leah. Zain kesal bukan kepalang saat tahu kalau Yoga benar-benar telah menyembunyikan istrinya.
"Kurang ajar! Cari gara-gara kamu, Yoga!"
"Sabar, kak. Sabar. Jangan marah. Mbak ku pasti tidak suka kalau kak Zain marah."
"Tapi, bagaimana aku bisa sabar, Rafa? Lihatlah! Yoga sudah menyembunyikan istriku. Aku-- "
"Kak. Bukan salah dokter itu kalau kita tidak bisa menemukan mbak Leah di sana. Dokter itu hanya membantu mbak Leah untuk bersembunyi saja. Selebihnya, mbak Leah lah yang menentukan keputusan besar yang sedang ia ambil."
Zain langsung menatap lekat wajah Rafa.
"Apa maksud kamu, Raf? Katakan dengan jelas padaku! Jangan buat aku bingung dengan apa yang kamu ucapkan."
Rafa menepuk pundak Zain dengan tepukan pelan. "Dokter itu hanya membantu mbak Leah saja, kak. Dia tidak salah karena telah membantu mbak Leah dengan sangat baik. Dia menyembunyikan mbak Leah atas permintaan mbak ku sendiri. Karena sudah pasti, mbak Leah sangat tidak ingin bertemu dengan kak Zain sekarang."
"Ap-- apa?"
Mata Zain sontak langsung berkaca-kaca. Namum Rafa seolah tidak akan membiarkan Zain menjatuhkan air matanya sekarang.
"Kak Zain. Biarkan mbak ku menenangkan diri dulu. Dia butuh ruang untuk menjernihkan pikiran."
"Tapi, Raf-- "
"Masalah ini terlalu besar buat rumah tangga kalian, kak. Aku harap kak Zain bisa bersabar dengan semua ini. Pikirkan lagi dengan kepala dingin dan juga hati yang tenang. Apa yang harus kak Zain lakukan."
Tidak ada yang bisa Zain lakukan. Dia yang selalu tenang dan juga selalu sabar itu kini telah berubah. Dia yang biasanya selalu memberikan nasehat pada teman-teman terdekat, kini malah tidak bisa berpikir tenang untuk dirinya sendiri. Beginilah takdir hidup. Jika kita yang mengahadapi masalah itu sendiri, kita akan lupa dengan apa yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Zain pun terduduk di atas kursi yang ada di belakangnya. Dia tutup wajahnya dengan kedua tangan. Sungguh, hatinya sangat perih sekarang. Berkali-kali harapannya hampa. Hatinya kosong. Bahkan, hidupnya terasa tidak ada artinya lagi. Separuh jiwanya seakan telah pergi.
"Ya Allah."
Rafa hanya memberikan tepukan pelan di bahu Zain. Setelahnya, pria muda itu meminta Zain untuk pulang agar bisa beristirahat terlebih dahulu. Karena wajah Zain terlihat sangat amat kusut dan pucat. Wajah lelah Zain tergambar dengan sangat jelas.
"Aku tidak bisa tinggal diam, Raf. Mbak mu hamil sekarang. Aku harus menemukannya."
"Tapi, kak. Mbak ku sendiri yang sangat tidak ingin bertemu dengan kak Zain. Sebaiknya, kakak berikan dia waktu terlebih dahulu. Setelah hatinya dingin, kak Zain bisa mencarinya lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Salahkan saja ibu mu,ngapain nyalahin Yoga dan Leah..Makanya jadi suami itu jangan BEGO bin BODOH..
2025-02-17
0
guntur 1609
jangan blng yoga ni nanti abang kandung leah
2024-10-08
0
Yolandamalika 🌸🌺
dengerin tuh nasehat Rafa Zain. makanya kamu harus tegas sama ibu mu yg jahat itu.
2024-07-16
1