Air mata terus jatuh saat Leah menaiki taksi online yang tadi dia suruh menunggunya di depan hotel. Luar biasa rasa sakit yang Leah rasakan. Seakan dia tidak lagi bisa menggambarkan rasa sakit itu dengan kata-kata.
"Neng."
"Jalan, pak!"
"Ke-- "
"Kembali ke rumah saya. Jalan Nangka."
"Oh, baiklah."
Baru juga si sopir ingin menjalankan mobil, Zain sudah pun tiba ke samping mobil.
"Leah!"
"Jalan, pak! Cepat!"
"Turun, Leah! Aku ingin bicara."
"Jalan, pak!"
Kali ini, Leah berucap dengan nada sangat tinggi. Yang membuat si sopir hampir saja jantungan mendengarnya. Namun begitu, ucapan itu cukup manjur. Terbukti dengan si sopir yang langsung tancap gas setelah mengucapkan kata baik Neng.
Mobil itu pergi. Zain tidak menyerah untuk mengejar sang istri. Meski sejak tadi ia dijadikan tontonan dengan berlari tanpa mengenakan pakaian, hanya berbalutkan selimut hotel saja, Zain tidak perduli. Baginya sekarang adalah, Leah. Hanya Leah.
Gagal membuat istrinya berhenti, Zain langsung mengejarnya lagi dengan menggunakan mobil. Terhalang kemacetan lampu merah, Zain terpaksa menunda pengejaran untuk sesaat.
"Kenapa lama sekali lampu merahnya ini?"
"Sabar, Den Zain. Sebentar lagi juga akan berubah."
Benar saja apa yang pak sopirnya katakan, lampu merah langsung berubah. Zain yang kini menduduki kursi pengemudi tanpa pikir panjang langsung melajukan mobilnya kembali. Sungguh, pikirannya sangat kacau sekarang. Wajah Leah yang terlihat sangat kecewa dan terlalu sedih terus saja terbayang di pikiran Zain.
"Leah-Leah. Ya Allah. Aku mohon jangan marah padaku, Leah."
Mobil terus melaju dengan kecepatan tinggi hingga akhirnya, mobil itu tiba ke rumah. Saat Zain tiba, Leah sudah tiba selama beberapa saat. Bahkan sekarang, dia sedang sibuk mengemasi barang-barangnya di kamar untuk ia bawa pergi.
Ya, Leah memilih untuk pergi. Seperti yang telah ia katakan sebelumnya, lebih baik berpisah dari pada dimadu. Bagaimanapun, berpisah adalah pilihan yang paling baik menurut Leah. Dia tipe perempuan yang tidak akan pernah menerima jika ia dipoligami. Apapun alasannya.
"Leah!"
Zain tiba ke depan pintu kamar. Sayangnya, Leah sudah mengunci pintu tersebut setelah ia masuk sebelumnya. Alhasil, langkah Zain kembali tertahan saat ia ingin berhadapan dengan Leah. Tapi Zain tidak akan menyerah. Dia gedor pintu itu berulang kali.
"Leah! Aku tahu kamu ada di dalam. Buka pintunya, Sayang. Mas ingin bicara."
Sayang. Kata itu langsung membuat Leah merasa mual. Sungguh, dia sudah sangat benci pada Zain sekarang. Bukan lagi kesal, atau marah. Melainkan, ke titik yang lebih parah. Yaitu, titik benci yang tidak akan pernah bisa ia maafkan apalagi untuk memberikan kesempatan bertatap muka.
"Leah! Buka pintunya!"
"Leah!"
"Zaleah Asyanti. Buka!"
Keributan itu tentu saja langsung membuat bi Inah keluar dari kamarnya. Dengan wajah penuh tanda tanya, si bibi langsung menghampiri Zain yang terus berusaha mengedor pintu kamar mereka.
"Den Zain. Ada apa?"
"Bi Inah. Carikan aku kunci cadangan dari pintu kamar ini sekarang! Aku butuh kuncinya sekarang juga."
"Cepat, Bi!"
"Ba-- baik, Den."
Si bibi dengan tergesa-gesa langsung menuju laci meja kecil yang ada di lantai dasar. Di sanalah kunci cadangan semua pintu kamar dia simpan.
"In-- ini, Den."
Zain langsung meraihnya tanpa berucap. Suasana rasa panik telah membuat ia lupa akan segalanya. Dia yang biasanya lembut, penuh hormat kini melupakan karakter baik yang dia miliki selama ini.
Gegas pintu kamar ia buka. Dan, brak! Mata Zain langsung tertuju ke arah koper yang kini sudah selesai dipacking oleh si pemikiknya. Sementara itu, Leah yang ada di dalam tentu saja juga merasa kaget dengan kemunculan Zain di depan matanya.
"Leah."
Lembut Zain memanggil nama sang istri sekarang. Matanya yang teduh kini terlihat sangat sayu. Sayangnya, Leah tidak merasakan hal itu. Suara lembut Zain malahan terasa seperti belati berkarat yang menusuk hatinya dengan sadis. Membunuh dirinya secara perlahan.
"Jangan mendekat!"
Suara Leah mengelengar ketika Zain baru mengangkat kaki untuk melangkah. Perempuan yang biasanya selalu lembut, kini berubah sangat keras dan kasar.
Zain saja hampir tak percaya dengan apa yang baru saja kupingnya dengar. Bahkan, suara itu sedikit membuatnya terkejut barusan. Namun, dia sadar, hati Leah yang tidak baik-baik saja adalah penyebab dari semua perubahan yang saat ini Leah tunjukkan.
"Leah. Tolong dengarkan aku. Aku-- "
"Aku bilang jangan mendekat, Mas. Aku sangat tidak ingin melihat kamu sekarang. Apalagi untuk berdekatan denganmu. Tolong, menjauhlah."
"Leah."
Tes, buliran bening jatuh dari pelupuk mata Zain. Untuk yang pertama kalinya, dia merasakan rasa putus asa karena ucapan Leah. Hatinya hancur karena Leah tidak ingin melihat dirinya. Pernikahan bahagia, sudah hancur sekarang.
"Leah dengar. Semua hanya-- "
"Cukup, Mas Zain. Aku sudah melihat semuanya. Dan aku sudah tahu sejak lama. Kalian sudah dijodohkan oleh mama. Aku, aku hiks."
Ucapan Leah terhenti sekarang. Tangisan tidak bisa ia tahan. Karenanya, dia tidak lagi bisa melanjutkan apa yang ingin bibirnya katakan. Sebaliknya, Zain terlihat sangat terkejut. Bagaimana tidak? Selama ini dia pikir Leah tidak tahu sedikitpun prihal permintaan sang mama yang ingin meminta dia menikah lagi. Karena selama ini, Leah tidak pernah membahas soal itu.
"Leah. Kamu .... "
"Aku tahu, Mas. Aku tahu semuanya."
"Aku tidak bisa hamil dan mamamu meminta kamu menikah lagi."
"Sekarang, silahkan menikah dengan wanita pilihan mamamu, Mas. Dan, ceraikan aku."
"Leah!"
Menggelegar suara Zain memenuhi kamar tersebut. Tentu saja dia tidak akan pernah menyetujui permintaan Leah untuk menceraikan dirinya. Sementara itu, Leah cukup terkejut dengan suara tinggi yang Zain keluarkan barusan. Namun, itu hanya sesaat saja. Karena detik berikutnya, Leah malah tertawa sambil menjatuhkan air mata yang terlihat tidak putus-putus sejak tadi.
"Kenapa, Mas? Tidak bersedia menceraikan aku? Tapi sayangnya, aku tetap ingin bercerai. Lebih baik aku berpisah dari kamu dari pada aku dipoligami, mas Zain."
Zain langsung ingin menyentuh Leah. Tapi sigap Leah menghindar dari sentuhan tersebut. Yang pada akhirnya membuat tangan Zain langsung mengambang tanpa tujuan.
"Aku tidak akan menceraikan kamu apapun alasannya, Leah. Untuk menikah lagi, kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal itu."
Leah langsung memberikan Zain tatapan tajam. "Ucapan apa itu, Mas? Malam ini, kamu baru saja usai melecehkan seorang perempuan yang bukan istri kamu. Lalu, kamu tidak akan menikahinya setelah perbuatanmu itu ketahuan. Sungguh, tidak punya pikiran."
"Biarkan saja, Leah! Biarkan saja aku tidak punya pikiran. Biarkan saja semua orang mau beranggapan apa tentang aku. Yang pasti, aku tidak akan menikah lagi dan kamu tidak akan aku ceraikan."
"Tapi aku tetap ingin bercerai darimu, mas. Meski kamu tidak akan menikah lagi. Karena dirimu yang sudah menyentuh wanita lain itu tidak akan pernah bisa aku biarkan menyentuh diriku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yolandamalika 🌸🌺
good girls. aku suka nih sama Leah yg tegas dan ga menye2. author sangat cerdas bikin karakter Leah yg kuat yg Thor. ga mudah tertindas. dah lah Zain kamu jg kenapa bisa2 nya mudah terjebak oleh tipu ibu mu sendiri.
2024-07-16
1
Liswati Angelina
nyesek amat jadi leah, lanjut
2024-06-23
1
Patrick Khan
.tak kawal sampai ketok palu lea..😞😞
2024-06-22
1