Bujukan demi bujukan yang Rafa katakan akhirnya membuahkan hasil. Zain bersedia pulang untuk mengistirahatkan diri.
"Kamu. Antar kakak ku pulang ke rumahnya sekarang." Perintah Rafa pada salah satu anak buahnya.
Namun, belum sempat anak buah itu menjawab, Zain duluan yang angkat bicara.
"Gak perlu, Raf. Aku masih bisa pulang sendirian."
"Tapi, kak-- "
"Gak papa. Aku masih kuat."
"Ya sudah. Hati-hatilah di jalan, kak."
"Hm."
....
"Mila. Apa sudah ada kabar tentang Zain, Nak?"
"Belum, tante. Aku sudah menghubunginya dengan nomor baru tapi tidak ia jawab juga."
"Ya ampun, ke mana anak itu. Tante juga sudah menghubungi berulang kali tapi tetap saja, Zain tidak peduli sedikitpun."
Mama Zain yang panik sudah berulang kali menjatuhkan air mata. Mila terus saja menghiburnya. Meski ia gagal menikah dengan Zain malam itu, tapi Mila tidak juga menyerah. Dia bahkan tetap datang ke kediaman Zain untuk menanyakan keadaan di sini.
"Tante tenang aja ya. Aku yakin kalau kak Zain pasti akan baik-baik saja sekarang. Dia pasti akan pulang tak lama lagi."
"Hu hu hu. Ini salah tante, Mil. Tante yang sudah menyebabkan masalah untuk kalian semua. Tante, yang sudah merusak kebahagiaan kalian," ucap mama Zain sambil terisak.
"Tante, jangan bicara seperti itu, tante gak salah kok. Seorang mama itu selalu inginkan yang terbaik untuk anaknya. Meskipun terkadang, dia melakukan hal yang salah bagi anaknya. Karena sebagian anak selalu salah memahami pikiran orang tuanya, Tan."
Inilah Mila yang selalu sok lembut saat bersama mama Zain. Selalu sok pintar padahal dia hanya mengatakan apa yang telah ia pelajari dari internet saja. Demi mendekati Zain, Mila sudah banyak belajar meski lewat artikel yang ada di dunia maya.
"Mila. Hu hu hu."
"Tante sekarang tenang ya. Jangan nangis lagi. Tante harus kuat karena hanya tante yang kak Zain punya. Aku yakin kok, Tan. Kak Zain pasti akan pulang ke rumah tak lama lagi."
Sementara Mila terus berusaha menenangkan hati mama Zain, Leah yang Yoga antar pulang sudah pun tiba ke rumah tempat ia tinggal untuk sementara waktu beberapa hari terakhir. Rumah sederhana yang ada di ujung kota. Itu adalah milik dua bersaudara yang sudah lama tinggal di sana.
"Di sini kamu tinggal sekarang?" Yoga berucap sambil terus memperhatikan keadaan sekeliling. Lalu, hatinya pun berkata. 'Pantas orang-orang Zain tidak bisa menemukannya. Di sini terlalu jauh untuk mereka jangkau. Apalagi dengan Leah yang tidak pernah keluar setelah dia datang. Sudah pasti tidak akan ada jejaknya sedikitpun.'
Belum sempat Leah menjawab apa yang Yoga tanyakan padanya. Dua bersaudara yang menyambut kedatangan Leah mengalihkan perhatian Yoga.
"Mereka .... "
"Mereka pemilik rumah ini. Marina dan Kadita."
"Kakak." Dita dengan riang menyambut kedatangan kakak pantinya itu.
"Gimana, Le? Apa ada kesulitan yang kamu hadapi di jalan?"
"Tunggu! Dia ... siapa?" Ina pula yang angkat bicara.
"Dia dokter Yoga, Na. Aku ... nanti saja aku ceritakan."
"Ah! Ya sudah. Ayo masuk sekarang, Le."
"Dit, bawa kak Leah mu masuk ke dalam."
"Baik, kak."
"Dokter Yoga, terima kasih banyak." Leah berucap dengan senyum tulus di bibirnya.
Sesaat, Yoga terpukau. Namun lekas ia sadarkan diri akan siapa Leah yang sesungguhnya sekarang. Karenanya, Yoga segera memberikan anggukan pelan pada Leah.
"Ya. Tidak masalah. Aku hanya membantu sebisa ku saja. Tidak ada yang perlu di pikirkan."
"Sekarang, masuklah, Leah! Keadaan mu sedang tidak aman. Jangan terlalu lama di luar," ucap Yoga lagi.
"Benar, Leah. Masuk sekarang. Maklum, harus sangat waspada sekarang." Ina membenarkan apa yang Yoga katakan.
"Iya. Aku masuk sekarang. Sekali lagi terima kasih, Yoga."
"Iya. Sama-sama. Jangan pikirkan, Leah."
Senyum kecil Leah perlihatkan. Kemudian, dia langsung beranjak meninggalkan teras sempit rumah sederhana tersebut bersama Dita yang mengandeng tangannya.
Sesaat setelah Leah beranjak, Ina langsung berucap, "mampir, Dok."
"Ah, gak perlu. Terima kasih. Saya punya banyak pekerjaan di rumah sakit. Harus pergi sekarang."
"Oh, baiklah kalau gitu. Oh ya, saya ucapkan terima kasih banyak karena telah membantu saudari kami, dokter."
"Ya. Bukan apa-apa."
Yoga dan Ina pun langsung berpisah dengan langkah masing-masing. Yoga masuk ke dalam mobil, sedangkan Ina langsung beranjak masuk ke dalam rumah. Hati Ina yang sedang cemas, membawanya langsung menghampiri Leah dengan cepat.
"Leah. Kamu baik-baik saja bukan?"
Ucapan itu langsung membuat Leah dan Ina saling bertukar pandang. Dita yang tahu akan kekhawatiran si kakak pun langsung angkat bicara.
"Kak Leah. Kak Ina sangat resah sesaat setelah kamu pergi. Dia merasa kalau ada hal yang buruk sedang terjadi padamu. Makanya, dia sangat cemas sampai berniat untuk menyusul. Jika saja aku tidak mencegahnya, maka dia pasti sudah menyusul kamu sejak tadi, kak."
Sungguh, hati Leah sangat terharu akan penjelasan Dita barusan. Mereka bukan terlahir dari satu rahim yang sama. Tapi ikatan diantara mereka sangat kuat. Sangking kuatnya melebihi saudara kandung.
Leah, Marina, dan Kadita adalah anak yang dibesarkan di satu panti yang sama. Marina dan Kadita memang saudara kandung yang dititipkan di panti karena orang tua mereka yang sudah tiada. Tapi Leah tidak. Tidak ada sedikitpun hubungan darah antara Leah dengan kakak beradik ini. Namun, kasih sayang mereka tidak ada batasnya. Tak terhalang oleh ikatan apapun.
"Aku baik-baik saja, Ina. Percayalah. Tidak akan ada hal buruk yang bisa terjadi padaku selagi aku punya kalian. Kalian yang selalu mendoakan aku di manapun aku berada."
"Leah."
Entah bagaimana perasaan haru mereka bertiga, alih-alih meributkan soal apa yang terjadi pada Leah sebelumnya, mereka sekarang malah saling merangkul satu sama lain.
"Meski kita tidak punya ikatan lewat darah, tapi percayalah, Leah. Kami sangat menyayangi sama seperti saudara kandung kami." Ina berucap dengan nada rendah.
"Iya, kak. Kami sayang kakak sama seperti saudara kandung. Kami tidak ingin kak Leah kenapa-napa," ucap Dita pula.
"Aku percaya kalian. Kita besar bersama-sama, sudah pasti aku tahu seperti apa kalian menyayangi aku. Sebaliknya, begitupun aku pada kalian. Aku juga sayang kalian. Karenanya, aku ... tidak ingin menyulitkan kalian terlalu lama."
Ucapan Leah membuat pelukan adik kakak itu langsung melonggar hingga akhirnya mereka lepaskan. Wajah tidak suka mereka perlihatkan.
"Apa yang kamu katakan, Le? Jangan bicara yang tidak-tidak." Kesal Ina dengan wajah yang dia buat sekesal mungkin.
"Iya, kak. Kakak sama sekali tidak menyulitkan kami. Jadi, tolong jangan bicara yang tidak-tidak. Aku bisa marah lho nanti," ucap Dita pula dengan wajah manyun yang terlihat sangat manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Rahma Inayah
semoga aman te4 persembunyian lea.sementara jauh dr jangkauan kota..
2024-06-28
1