Jo sudah membawa Nadine kembali ke tempat berlangsungnya pesta. Seseorang tadi memanggil mereka.
“Jo,” Jonathan dan Nadine menoleh besama ke arah suara. Seorang wanita cantik sedang berjalan ke arah mereka. Dan lagi-lagi Nadine terkejut melihat wanita itu.
“Kamu kenal?” tanya Nadine dengan ekpresi terkejut. Sebelum Jonathan menjawab, wanita itu sudah lebih dulu memberi pelukan pada Jonathan dan dengan tidak tahu malunya menempelkan pipinya di kedua pipi Jonathan. Nadine masih berdiri di samping Jonathan, dia bingung tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika ada seorang wanita menyapa kekasihnya dengan sangat mesra. Jonathan tidak menolak pelukan itu tapi juga tidka membalasnya.
“Aku cariin kamu kemana-mana,” katanya melepaskan pelukannya.
“Kenalin pacar aku, Nadine,” Jonathan memperkenalkan mereka. Nadine tersenyum canggung. Wanita yang tidak lain adalah Sofia itu memberi senyuman hangat pada Nadine.
“Hai, Nadine,” sapanya.
“Hai” balas Nadine.
“Aku pinjam Jo sebentar yah.” Tanpa persetujuan Nadine, Sofia sudah mengalungkan tangannya di lengan Jo dan menariknya entah ke mana dan yang menyebalkan, Jonathan mau saja ikut. Laki-laki itu tidak mengatakan sepatah katapun saat meninggalkan Nadine, gadis itu menjadi bingung, di tengah keramaian itu dia tidak tahu harus melakukan apa dan siapa yang harus dia cari untuk menghilangkan kecanggungannya.
“Nadine,” Marisa dan Erick datang entah untuk menyelamatkannya dari situasi menyedihkan dirinya yang di tinggalkan sendirian oleh pacarnya bersama perempuan lain atau malah akan menjadi sumber utama dia ingin segera menghilang dari pesta itu.
“Jo kemana?” tanya Marisa melihat sekelilingnya. Matanya menangkap sosok Jonathan yang sedang di tarik oleh seorang perempuan.
“Siapa itu yang sama Jo?” tanya Marisa masih melihat ke arah putranya sebelum sosok kedua manusia itu tidak terlihat lagi.
“Nggak tahu, Tante,” jawab Nadine dengan sangat sopan.
“Jo keterlaluan banget sih, masak perempuan cantik kayak gini di tinggal sendirian,” omel Marisa. Dia melepaskan lengannya yang melingkar di lengan suaminya. “Ayok, sama tante aja.”
Dan ternyata, kehadiran Marisa bukan menjadi penyelamatnya. Dia ingin segera menghilang dari pesta itu saat Marisa menggenggam tangannya dan membawanya entah kemana. Bukan apa dan kenapa, Nadine takut Marisa bertanya yang macam-macam dan mengetahui kalau hubungannya dan Jo hanya pura-pura. Dia tidak ingin salah bicara di hadapan Marisa, Jo bilang kalau Mamanya ini sangat peka. Bagaimana kalau Marisa tahu dan mempermalukannya di hadapan semua orang.
‘Jo, kamu di mana sih.’ bisik Nadine lirih dalam hatinya.
Sementara itu di ruang yang jauh dari keramaian, Jonathan melepaskan tangannya dari Sofia.
“Kenapa?” tanya Jo dingin.
“Kamu bayar berapa dia buat jadi pacar kamu?” Jo pura-pura bingung. Dia berakting dengan sangat baik.
“Apa maksud kamu. Aku bayar seorang gadis untuk jadi pacar aku, buat apa?”
“Buat bikin aku cemburu, dan asal kamu tahu kalau kamu gagal. Aku nggak cemburu sama sekali” Sofia maju beberapa langkah, dia mengalungkan tangannya di leher Jonathan dan berbisik di telinga laki-laki itu membuat sekujur tubuh Jo membeku.
“Aku tahu kamu masih cinta sama aku dan aku akan mebuktikan itu.” Sofia mendekatkan wajahnya dan menyatukan bibir mereka. Jonathan terpaku, sesaat dia terlena dengan ciuman memabukkan Sofia. Lalu saat kesadarannya kembali, dia melepaskan dirinya dan menjauh dari wanita itu.
Sofia tersenyum penuh kemenangan, dia tahu kelemahan Jonathan adalah ciuman lembut darinya. Setiap kali pertengkaran terjadi di antara mereka, Jonathan akan luluh saat Sofia mencium lembut bibirnya.
Jonathan masih diam, dia masih mencoba mencerna apa yang barusan terjadi. Ciuman dari Sofia seolah membawanya ke saat di mana mereka masih bersama, saling jatuh cinta dan saling mengagumi. Jonathan ingin mengulang sekali lagi dan menikmatinya lebih lama, tapi ego yang tinggi dan kemarahan yang belum mereda membuatnya bisa meredam semua keinginannya itu.
“Kamu salah, Sof. Aku dan Nadine...” Nadine, Jonathan teringat pada gadis itu. Di memukul keningnya lalu berlari meninggalkan Sofia.
“Jo... Jonathan.” Jonathan terus berlari kecil meninggalkan Sofia tidak perduli teriakan gadis itu mungkin di dengar tamu-tamu yang lain.
Jonathan mencari sekeliling, menerobos orang-orang mencari ke beradaan Nadine. Dia tidak menemukan di mana gadis itu. Lalu wajahnya nampak panik saat mendengar jawaban dari salah satu pelayan yang dia temui.
“Non Nadine ada di sana sama Bapak dan Ibu,” kata pelayan wanita itu menunjuk segerombol orang-orang yang sangat Jonathan kenal.
Dia mempercepat langkahnya menghampiri keluarga besarnya itu.
“Jo, kamu dari mana aja,” Marisa memukul pundak Jo, dia terlihat kesal karena Jo meninggalkan Nadine sendirian.
Jonathan tidak terlalu mendengar apa yang Marisa katakan, dia merasa sangat bersalah melihat wajah tidak nyaman Nadine. Gadis itu seolah memohon padanya untuk segera membawanya pergi dari orang-orang yang sedang mengerubuninya itu.
Semua orang memujinya cantik, anggun dan elegan. Memuji bodynya yang bak model. Memuji bajunya yang sangat pas di tubuhnya. Nadine merasa sangat malu dengan pujian itu karena semua yang orang katakan adalah kebohongan besar menurutnya.
Walaupun sebenarnya Nadine memang memiliki tubuh yang sangat sempurna. Dia cukup tinggi untuk ukuran wanita, kulitnya putih bersih sangat terawat. Leher jenjangnya terlihat sangat indah saat dia mendongak. Dan baju yang dia kenakan benar-benar memperlihatkan betapa sempurnanya dia sebagai seorang wanita. Benar seperti dugaan Jonathan, gadis itu hanya perlu di poles sedikit dan akan menjadi pantas untuk Jonathan gandeng.
Selama ini Nadine menutupi proporsi tubuhnya dengan kaos yang kebesaran dan celana jeans. Bukan sengaja, tapi dia memakai apa yang menurutnya nyaman di tubuhnya.
“Pacar kamu cantik gini kok baru kamu kenalin sih, Jo” Jericho, kakak tertua Jonathan bertanya. Jonathan masih memperhatikan ekpresi Nadine. Dia bahkan tidak mendengar orang-orang yang bicara di sekitarnya.
“Jo” kakak laki-lakinya itu menepuk pundaknya dan seketika Jonathan kembali ke fokusnya.
“Kamu udah makan?” tanya Jonathan menghampiri Nadine.
“Dia nggak mau makan, katanya makannya sama kamu aja nanti” itu suara Jeny, kakak kedua Jonathan. Jonathan adalah bungsu dari tiga bersaudara.
Dan dari semua orang yang sudah di kenalkan padanya, hanya pada Jeny Nadine merasa sangat tidak nyaman. Dia seperti Jonathan versi perempuan. Tatapannya sangat mengintimidasi, dan dari semua pertanyaannya, dia seperti mengetahui sesuatu yang Nadine dan Jonathan lakukan.
“Kamu nggak takut gadis cantik ini ada yang culik?” Jery mendapatkan cubitan di pinggang dari istrinya. Sejak tadi laki-laki itu tidak berhenti mengagumi Nadine, walaupun dia sudah mengatakan tetap istrinya yang paling cantik.
Jonathan melepaskan tuxedonya, dia menyampirkannya di kedua pundak Nadine. Walaupun tidak terlalu terbuka, tapi lengan indahnya terpampang dengan jelas. Dan entah kenapa, Jonathan tiba-tiba tidak ingin ada yang memperhatikan dan memuji Nadine lagi.
“Udaranya dingin,” katanya. Semua orang yang melihat mereka tersenyum malu-malu. Kecuali Jeny, dia masih dengan wajah datarnya memandangi adik dan pacarnya itu.
“Nadine sepertinya udah capek,” kata Jo. “Jo antar Nadine pulang dulu, yah. Nanti Jo balik lagi.” lanjutnya. Dia tahu Nadine ingin segera meninggalkan tempat itu.
“Loh, kok gitu, Jo. Nadine belum makan apa-apa, loh,” kata Marisa kecewa.
“Kapan-kapan, Jo bawa Nadine lagi ke sini”, ucapan Jonathan sukses membuat Nadine terkejut. Datang ke sini lagi, tidak, Nadine tidak mau ada yang kedua kali bertemu dengan keluarga Jonathan.
“Iya kan, Nad?” Jonathan memberi kode pada Nadine dan gadis itu langsung mengerti.
“Eh, iya. Nanti Nadine main ke sini lagi” katanya. Lalu dengan tidak rela Marisa membiarkan mereka pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments