NovelToon NovelToon

Akhir Sebuah Sandiwara

Bagian 1

Nadine sedang berjalan di dalam sebuah restoran mewah, di tangannya ada seikat bunga mawar merah yang masih segar. Banyak pengunjung yang memperhatikannya karena apa yang dia bawa. Di antara mereka ada yang cemburu karena berfikir bunga itu pasti pemberian dari pacarnya atau mungkin juga suaminya. Ahh, romantis sekali.

Namun sayangnya bunga itu bukan pemberian siapapun, Nadine mengantar bunga itu untuk langganan yang selalu membeli bunga di toko bunga miliknya. Langganannya itu akan melamar pacarnya hari ini jadi meminta tolong pada Nadine untuk mengantar buket bunganya karena tidak punya kesempatan untuk ambil sendiri.

Tentu dengan senang hati Nadine mau mengantarnya.

“Semoga berhasil ya, Pak” kata Nadine seraya memberi buket bunga itu pada langganannya.

“Makasih ya, Nad. Jadi repotin kamu” kata langganannya itu seraya mengambil bunga itu dari Nadine dan mencium wangi bunga kelopak mawar itu. Nadine lalu meninggalkan ruangan privat itu setelah urusannya selesai.

Nadine yang ikut merasakan kebahagian langganannya itu tiba-tiba di kejutkan dengan pemandangan yang kurang menyenangkan di depannya. Jauh di pojok sana, seseorang yang dia sangat kenali sedang duduk berhadapan dengan sorang wanita yang tidak Nadine kenal. Lalu mata Nadine terbelalak saat seseorang yang tidak lain adalah Raymon, kekasihnya itu mencium tangan wanita itu lalu berdiri dan mencium lembut keningnya.

Nadine hanya bisa terpaku melihatnya, lalu sepersekian detik dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Raymon. Panggilan pertama tidak ada jawaban, dari kejauhan Nadine bisa melihat kalau Raymon sengaja tidak menjawab panggilannya. Nadine mencoba sekali lagi dan lagi-lagi Raymon mengabaikannya.

Tidak patah asa, Nadine mencobanya sekali lagi. Berhasil, Nadine melihat Raymon berdiri memberi isyarat pada wanita itu lalu menjauh.

“Halo, Nad”

“Kamu di mana?” tanya Nadine. Dia sekarang melihat Raymon sedang menjawab panggilannya dengan sesekali berbalik melihat wanita yang entah ada hubungan apa dengan pacarnya itu.

“Aku lagi di kantor, Nad. Lagi meeting” Nadine hanya tersenyum miris.

“Oh, penting banget kayaknya. Sama siapa memangnya?” tanya Nadine lagi padahal jelas dia tahu pacarnya itu sedang bersama siapa.

“Lagi sama bagian operasional, Nad. Sudah dulu yah, aku mau lanjut rapat. Nanti aku hubungi kamu lagi... tut..tut..tut...” panggilan itu terputus. Terlihat Raymon kembali ke meja itu di mana wanita yang bersamanya sudah terlihat gelisah.

“Dasar brengsek...” maki Nadine.

“Jangan nangis, Nad. Jangan nangis” katanya memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Hatinya terluka, Raymon, laki-laki yang dia pikir mencintai dan menyayanginya ternyata hanya laki-laki brengsek yang hanya mempermainkannya saja.

Nadine lalu teringat apa yang selalu ibu tirinya katakan, “Kau akan selalu hidup dengan kesialan, kau akan menanggung dosa ibumu seumur hidupmu.”

Dan kalimat itu selalu sukses membuat dadanya berdenyut nyeri, akhirnya Nadine tidak bisa lagi membendung bulir-bulir air yang sejak tadi mengenangi pelupuk matanya.

“Kenapa malah nangis sih, Nad. Apa yang kamu tangisi, laki-laki brengsek seperti itu tidak pantas membuat air matamu jatuh” Nadine yang awalnya hanya terpaksa menerima Raymon menjadi kekasihnya karena terharu melihat perjuangan laki-laki itu untuk mendapatkan perhatiannya akhirnya mulai membuka hati dan menerima Raymon sepenuhnya. Rasa cinta dan sayangnya pun mulai tumbuh seiring berjalannya waktu.

Melihat laki-laki itu bersama wanita lain dan terlihat mesra membuat hatinya teriris hingga mengeluarkan air mata. Pandangannya yang buram karena air matanya membuatnya tidak melihat dengan jelas ada seorang laki-laki yang sedang menyebrang jalan, dan....brukkk...

Nadine menabrak pejalan kaki itu hingga jatuh terguling-guling sementara Nadine juga jatuh setelah motornya menabrak trotoar.

“Aduhh, mati aku” Nadine tidak memperdulikan dirinya yang terluka. Dia malah langsung berlari terpincang-pincang dengan tangan yang lecet dan baju yang robek mendekati korban tabrakannya.

Banyak orang yang sudah berkerumun, ada yang meminggirkan motor Nadine, ada juga yang membantu laki-laki itu berdiri.

“Maaf, Pak. Anda tidak apa-apa” laki-laki itu menatap tajam pada Nadine membuat gadis itu ketakutan. Lalu ketakutan Nadine bertambah saat dia melihat pelipis laki-laki itu mengeluarkan darah.

“Kita ke rumah sakit yah, Pak” Nadine segera meminta tolong kepada orang-orang untuk memberhentikan taksi, setelahnya Nadine memapah laki-laki itu masuk ke dalam mobil. Tapi laki-laki itu malah menyentak tangan Nadine dan masuk sendiri kedalam mobil.

“Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya tadi tidak lihat kalau ada orang yang sedang menyebrang jalan” laki-laki itu masih diam. Dia bersandar di sandaran mobil sambil menutup matanya. Nadine semakin takut saja di buatnya. Dia takut luka yang laki-laki itu alami  parah dan dia sedang menahan sakitnya, apa lagi kepalanya berdarah.

Mereka sampai di rumah sakit, Nadine memapah laki-laki itu keluar dari mobil. Kali ini laki-laki itu menurut dan tidak menyentak tangan Nadine.

“Silahkan, Mbak. Anda juga butuh perawatan” kata salah seorang suster yang melihat tangan dan kaki Nadine yang lecet.

“Nggak apa-apa, sus. Tolongin Bapak ini dulu” kata Nadine. Laki-laki itu sekilas melirik Nadine lalu wajah pucat dan sembab yang sempat dia lihat itu menghilang di balik tirai yang tertutup.

“Anda keluarganya?” tanya seorang suster yang lain.

“Bukan, sus. Tadi saya, mmm.. saya nggak sengaja menabrak Bapak itu” kata Nadine dengan jujur.

“Oh, kalau begitu anda yang akan bertanggung jawab dengan biaya administrasinya?” tanya suster itu lagi.

“Iya, sus” suster itu lalu mengarahkan Nadine ke bagian administrasi untuk menyelesaikan administrasi perawatan orang yang dia tabrak itu.

Saat Nadine kembali, Nadine sudah melihat ada orang lain yang berdiri di samping laki-laki yang dia tabrak tadi.

“Ambil mobil saya di pinggir jalan, dan jangan lupa saya mau di visum” perintah laki-laki itu.

“Baik, Pak” Nadine terkejut mendengar kata visum, jangan-jangan laki-laki itu berniat melaporkannya ke polisi.

“Sus...” Nadine menahan suster yang baru saja selesai membalut kepala korban tabrakannya itu dengan perban.

“Bapak itu tidak apa-apakan?” tanya Nadine dengan panik.

“Kami belum tahu, Mbak. Hasilnya akan keluar setelah di rongsen” Nadine kembali panik, apakah parah sampai dia harus di rongsen.

Nadine menundukkan kepalanya, berjalan dengan lemas menghampiri laki-laki itu.

“Pak, saya akan bertanggung jawab penuh, saya yang akan membayar biaya rumah sakit anda tapi saya mohon maafkan saya” laki-laki itu melihat Nadine sekali lagi. Wajahnya tidak terlihat ramah, dia membuang tatapannya pada Nadine dan beralih kembali kepada ponselnya.

 “Saya mohon maafkan saya, Pak”

“Kamu bisa diam, kepala saya makin sakit dengar suara kamu” akhirnya laki-laki itu bersuara walaupun itu hanya sebuah bentakan.

Tidak lama, orang yang tadi  datang kembali. Dia memanggil Nadine dan Nadine pun mengikutinya setelah menunduk sopan pada korban tabrakannya itu.

“Maaf, apa benar anda yang menabrak Pak Jonathan” tanya laki-laki itu.

Laki-laki yang Nadine tabrak itu adalah Jonathan Cahyono, seorang pebisnis muda yang sedang menanjak. Dia terkenal kaku dan tidak terlalu ramah. Terbukti saat ini, dari tadi Nadine terus minta maaf padanya tapi yang akhirnya Nadine dengar hanyalah sebuah bentakan.

“Iya, saya minta maaf. Anda...?”

“Saya sekertaris Pak Jonathan. mulai sekarang saya yang akan mengurus Pak Jonathan jadi anda boleh pergi.” Sekertaris Jonathan itu langsung datang begitu mendengar bosnya kecelakaan.

“Benarkah?” Nadine sumringah karena akhirnya dia di perbolehkan pergi.

“Tapi tolong tinggalkan KTP dan SIM anda”

“Hah....”

Bagian 2

Nadine berjalan lemas memasuki rumahnya. Dia mengambil sebaskom air hangat dan membersihkan luka-lukanya, dia mengobati sendiri luka-lukanya. Setelah selesai, Nadine memasak mie instan dan melahapnya sampai habis tidak bersisa.

Setelah membersihkan tubunya dan menahan perih di lengan dan kakinya, Nadine menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Peristiwa tabrakan itu menyita seluruh perhatiannya sampai-sampai dia lupa hal yang tadi membuatnya menangis hingga menabrak orang.

“Ma, apa Nadine memang sesial itu. apa selamanya Nadine tidak akan pernah beruntung dalam apapun” Nadine memandangi foto ibunya yang tergantung di dinding.

“Tapi apa salah Nadine sampai harus menanggung semua itu, Nadine tidak pernah minta di lahirkan dari hubungan yang terlarang” katanya lagi meratapi nasibnya.

Nadine adalah anak yang lahir dari hubungan gelap ayah dan ibunya. Ayahnya telah memiliki istri dan seorang anak laki-laki saat orang tuanya bertemu dan saling jatuh cinta hingga akhirnya mereka menikah tanpa sepengetahuan istri pertama ayahnya.

Semua berjalan dengan baik, Nadine bahagia karena ayah dan ibunya selalu ada saat dia membutuhkan. Dia tidak pernah kekurangan apapun. Hingga saat usianya menginjak sepuluh tahun, perselingkuhan Ayah dan Ibunya terbongkar. Istri pertama Ayahnya mendatangi mereka dan memberikan sumpah serapah padahal saat itu Ibu Nadine sedang mengandung anak keduanya.

Ibu Nadine stress berkepanjangan hingga akhirnya dia keguguran. Dan malangnya dia terlambat di bawah ke rumah sakit karena sejak perselingkuhannya terbongkar, Ayahnya tidak pernah lagi mengunjungi mereka.

Ibu Nadine meninggal karena kehabisan darah. Nadine yang saat itu masih berusia sepuluh tahun terpaksa harus ikut bersama Ayahnya dan tinggal bersama Ibu tirinya.

Selama tinggal bersama ibu tirinya, yang Nadine dengar setiap hari hanya hinaan dan cacian. Dia yang tidak tahu apa-apa harus menanggung kesalahan yang sudah ibu dan ayahnya lakukan.

Hari ini Nadine rasanya sangat malas ke toko, dia hanya ingin istirahat saja di rumah, tapi kemarin baru saja datang bibit-bibit baru sehingga dia harus ke toko untuk menanam bibit itu.

“Pagi, Mbak” sapa Ana. Ana adalah karyawan Nadine satu-satunya. Ana adalah anak yang Nadine temukan di jalan. Ana yang waktu itu masih berusia sekitar tujuh tahun mungkin terpisah dari keluarganya dan tidak tahu jalan pulang. Karena tidak tega meninggalkannya atau menitipkannya di panti asuhan, Nadine lalu membawanya pulang dan membesarkannya walaupun saat itu usianya baru lima belas tahun.

Awalnya dia dan Ana tinggal bersama, namun karena merasa sudah besar dan ingin belajar mandiri, Ana akhirnya keluar dari rumah Nadine. Dia tidak meninggalkan gadis itu malah ikut membantunya di toko bunga. Dari gaji di toko bunga dan menjadi kasir minimarket di malam hari Ana bisa membayar sewa kos-kosan yang sangat sederhana.

“Pagi, An” balas Nadine tidak terlalu semangat.

“Bibit yang kemarin sudah kamu pindahkan kebelakang?” tanya Nadine

“Sudah, Mbak. Sudah aku rapihin juga” jawab Ana. Nadine lalu kebelakang melihatnya.

Sementara itu di rumah sakit, Jonathan yang sebenarnya sudah di perbolehkan pulang malah masih betah berada di rumah sakit. Dia juga sudah di pindahkan ke ruang rawat vvip.

“Kok bisa ke tabrak sih, Jo” Marisa, Ibu Jonathan datang terburu-buru begitu mendengar anaknya kecelakaan.

“Jo nggak lihat jalan, Ma. Waktu nyebrang tiba-tiba aja ada motor yang lewat. Jo ke tabrak deh” penjelasan Jo memang tidak jauh dari apa yang sebenarnya terjadi.

“Lagian kamu kenapa nyebrang jalan, mobil kamu mana?”

“Jo malas putar balik, Ma. Terlalu jauh, jadi Jo sengaja parkir di depan restonya” Marisa menghela nafas. Rasa khawatirnya berangsur hilang melihat anak semata wayangnya itu baik-baik saja.

“Ma, mau makan jeruk dong” kata Jonathan dengan manjanya pada Marisa. Marisa lalu mengambil sebuah jeruk dan mengupas kulitnya untuk anaknya.

“Makanya, Jo. kamu buruan nikah. Kan enak, mau makan jeruk ada yang kupasin” Jo sudah mulai malas kalau Marisa membahas masalah ini.

“Kamu mau yah, Mama jodohin sama anak teman Mama. Pokoknya Mama nggak mau tahu, kamu harus mau. Biar kamu ada yang urus” kata Marisa memaksa Jo untuk menerima perjodohannya.

“Memangnya Mama yakin dia bisa ngurus, Jo. jangan-jangan nanti bukannya ngurus Jo, malah sibuk ngabisin uang. Nggak punya waktu deh buat urus suami,” kata Jo.

“Kamu nyinggung Mama yah,”  Wanita paruh baya itu berdecak sambil memukul lengan anaknya.

“Jo nggak nyindir, tapi kalau Mama tersinggung sih bagus juga,” Jo terkekeh melihat wajah kesal Marisa.

“Kamu ini Jo. Memangnya uang Papa kamu sebanyak itu masak iya Mama biarkan nganggur aja. Lagian Mama juga masih bisa ngurus Papa kamu, ngurus anak tiga juga.” elak Marisa. Wanita itu lalu kembali berdecak.

“Kamu jangan mengalihkan pembicaraan yah. Pokoknya setelah kamu keluar dari rumah sakit, Mama akan segera mengatur pertemuan kamu dengan anak teman Mama. Kalau kamu nggak cocok sama yang satu, tenang aja, Mama masih punya yang lain”

Kali ini Jo yang menghela nafas. Sepetinya Marisa kali ini tidak akan lagi main-main dengan perkataannya.

“Nggak usah, Ma. Biar Jo cari sendiri,” kata Jo mencoba menghindari rencana Marisa.

“Nggak usah, Mama nggak percaya sama kamu. Nanti sampai bertahun-tahun kamu ngga dapat,”

“Loh, kenapa. Mama nggak lihat anak Mama ini, Jo tampan, anak orang kaya dan juga Jo punya perusahaan sendiri yang sudah terkenal. Apa susahnya cuma cari pacar,” Marisa kembali mencibir.

“Nggak susah kok sampai sekarang belum dapat” kata Marisa memukul telak anaknya itu.

“Yah, itu karena Jo sedang fokus dengan perusahaan jadi nggak ada waktu buat cari pasangan” Jo ini entah sejak kapan menjadi pandai bersilat lidah, di depan Mamanya lagi.

Marisa tetap pada pendiriannya untuk menjodohkan Jo dengan salah satu anak teman-temannya, Jo nanti tinggal pilih saja mana yang menurutnya cocok dengannya. Hal itu sukses membuat Jonathan pusing tujuh keliling.

Dan sesuai apa yang Marisa katakan, baru saja keluar dari rumah sakit Jo sudah harus menemui anak teman Mamanya itu. Demi menghargai perasaan Marisa dan gadis yang sudah menunggunya, Jonathan pun menemui gadis itu.

Gadis yang Jonathan temui cukup cantik, penampilannya khas sosialita. Semua yang dia pakai adalah barang bermerk yang harganya bisa mencapai puluhan juta.

“Hai...” sapa gadis itu. Tidak perlu basa basi karena dia juga sudah mengenal Jonathan.

“Haii..” balas Jo.

“Sudah lama?” tanya Jo.

“Lumayan” jawab gadis cantik di depannya.

Mereka mengobrol hal-hal yang cukup sederhana, dari yang Jonathan tangkap, gadis itu tertarik padanya. Dia bahkan memberikan semua alamat sosial medianya pada Jonathan berharap Jonathan mau melihat apa yang dia pamerkan di sosial medianya itu.

Jonathan sudah terlihat sangat tidak nyaman, dia sudah sangat ingin mengakhiri perbincangan yang tidak sesuai dengannya. Dan panggilan telepon dari sekertarisnya itu seperti sebuah penyelamat dari situasi yang menurutnya sangat memuakkan itu.

“Maaf, sepertinya saya harus pergi” kata Jo. panggilan tadi memang memintanya untuk segera ke perusahaan karena ada beberapa berkas yang membutuhkan pendapatnya.

“Kapan kita bertemu lagi?” tanya gadis cantik itu.

“Saya akan menghubungimu kalau saya punya waktu” Jonathan tentu tidak akan buang-buang waktunya untuk bertemu dua kali dengan gadis cantik itu.

“Benarkah, baiklah” mereka lalu berpisah. Gadis itu menyimpan harapan yang besar agar dia benar-benar bisa bertemu lagi dengan Jonathan.

Bagian 3

Jonathan kembali di buat pusing dengan dering telepon yang tidak berhenti dari Marisa. Sepertinya dia harus mencari cara untuk menghentikan kegilaan Mamanya itu. Lalu matanya tertuju pada KTP dan SIM yang waktu itu Nadine tinggalkan. Jonathan lalu meminta pada sekertarisnya untuk meminta Nadine segera datang menemuinya.

Sementara Nadine di toko bunga itu sedang sibuk merangkai buket bunga pesanan  langganannya, Raymon datang membawa makan siang untuknya.

“Kenapa telepon ku nggak pernah di jawab sih, Nad. Aku kan kangen mau dengar suara kamu” Nadine memandangi Raymon. Ingin rasanya dia meninju wajah laki-laki itu, tapi dia masih menahan dirinya dan berpura-pura seolah dia tidak pernah melihat apapun.

“Aku lagi sibuk” jawabnya dengan sedikit ketus. Raymon tidak menanggapinya, dia malah membuka kotak makan siang itu dan menunjukkan pada Nadine kalau dia membawakan gadis itu makanan ke sukaannya.

“Aku sudah makan tadi, kamu telat” masih dengan ketusnya Nadine bicara. Raymon masih tidak memperdulikan sikap Nadine yang agak aneh, dia menyimpan kotak makan siang itu di dalam ruangan Nadine.

“Di makan nanti juga masih enak kok,” katanya.

Nadine tidak ingin gegabah bertindak, dia membiarkan saja Raymon melakukan semaunya. Dia akan mencari waktu yang tepat untuk membongkar perselingkuhan Raymon.

Nadine memang telah membuka hatinya untuk laki-laki itu, dia luluh dengan semua perlakuan Raymon padanya. Selama setahun ini, Raymon selalu menemaninya dan berhasil membuatnya mengalihkan perasaannya pada seseorang yang tidak mungkin dia miliki.

Nadine sebenarnya mencintai orang lain, seseorang yang tidak akan pernah dia biarkan melihat perasaannya yang sesungguhnya. Nadine ingin mengalihkan semua rasa yang dia miliki untuk laki-laki itu dengan menerima kehadiran Raymon. Nadine berhasil, walaupun belum sepenuhnya tapi dia bisa mengalihkan pikirannya dari laki-laki itu.

Nadine malah sudah berfikir bahwa Raymon mungkin akan menjadi laki-laki yang akan menjadi pendamping hidupnya melihat bagaimana laki-laki itu memperlakukannya. Namun sayangnya, Raymon malah melakukan sesuatu hal yang membuat Nadine kecewa padanya.

“Nad, nanti malam jalan yuk. Kita sudah jarang banget jalan berdua” ajak Raymon. Nadine melihat laki-laki itu, dia menatap dalam pada manik hitam milik Raymon.

Tatapannya masih sama, caranya berbicara juga masih sama. Nadine juga masih bisa melihat ketulusan di mata Raymon. Apa mungkin dia salah faham, apa ada sesuatu yang Raymon sembunyikan darinya yang tidak bisa Raymon ceritakan. Apakah wanita itu adalah teman dekatnya? Mantannya?

Baru saja Nadine ingin meminta penjelasan Raymon, teleponnya berdering membuat Nadine mengalihkan atensinya pada ponselnya yang berdering nyaring. Nadine mengkerutkan keningnya ketika melihat nomor yang tidak dia kenali tertera di layar.

“Halo...”

“Halo, dengan Ibu Nadine Aurelia?” tanya suara laki-laki dari seberang telepon, Nadine mengangguk.

“Iya, ini dengan siapa?” 

“Saya Riko, sekertaris Pak Jonathan” Nadine sekali lagi mengkerutkan keningnya, Jonathan?

“Pak Jonathan meminta saya menghubungi anda untuk bertemu dengan Pak Jonathan dan mengambil SIM dan KTP anda”

Nadia langusng teringat pada korban tabrakannya hari itu.

“Iya, di mana saya bisa ketemu dengan Pak Jonathan?”

Nadine terburu-buru dan meninggalkan Raymon begitu saja begitu dia selesai berbicara dengan sekertaris Jonathan. Dia takut luka yang Jonathan alami cukup parah sehingga meminta dirinya bertemu untuk meminta pertanggung jawabannya.

Nadine bahkan sudah siap jika dia harus menguras semua tabungannya untuk membayar ganti rugi pada Jonathan.

Setelah sampai di restoran itu, Nadine lalu memarkirkan motornya di parkiran yang khusus pengguna motor. Dia lalu masuk ke dalam dan memberitahukan pada pelayan bahwa dia sudah punya janji dengan seseorang di restoran itu.

“Pak Jonathan” kata Nadine saat pelayan menyakan nama orang yang sudah membuat janji dengannya. Pelayan itu lalu mengarahkannya pada sebuah ruangan privat.

Sudah ada Jonathan di sana. Laki-laki itu bukan duduk di meja makan melainkan di sofa, dia lalu mempersilahkan Nadine untuk duduk.

“Bagaimana keadaan, Pak Jonathan” Jo terlihat sedikit terkejut Nadine menyebut namanya.

“Kepala saya masih pusing, dan tangan saya ini juga masih sulit saya gerakkan” jawab Jo. memang benar kalau kepalanya masih sering pusing, tapi tidak ada yang salah dengan tangannya.

Jonathan lalu mengeluarkan rincian biaya rumah sakit kepada Nadine.

“Saya mau kamu membayar ganti rugi, saya tidak mau menyia-nyiakan uang saya untuk kesalahan orang lain” kata Jonathan. Nadine mengambil kertas itu dan membaca semua rinciannya. Matanya membulat begitu melihat total biaya tagihan rumah sakit.

“Kenapa sebanyak ini” kata Nadine. Hari itu kepalanya di yang luka di bersihkan lalu di balut perban, mengapa kisaran biayanya sampai puluhan juta, Nadine juga terkejut melihat nota dari butik yang memperlihatkan harga sebuah setelan jas dan itu bahkan lebih mahal dari biaya rumah sakit.

“Ini mungkin punya anda yang terikut,” kata Nadine memberikan nota itu pada Jonathan.

“Kamu juga harus mengganti setelan jas saya yang robek waktu kamu tabrak,” kata Jo seenaknya.

Nadine mendesah, setidaknya dia punya cukup uang untuk membayar kembali Jonathan walaupun dia harus menabung dari awal lagi. Tapi itu tentu belum semua. Jonathan kembali memberikan sebuah amplop coklat pada Nadine.

“Ini apa lagi?” tanya Nadine seraya mengambil amplop itu dan membukanya. Nadine sama sekali tidak mengerti apa yang tertulis di sana, bahkan angka ratusan milyar itu dia tidak tahu dari mana datangnya.

“Itu adalah proyek yang gagal perusahaan saya dapatkan karena kamu menabrak saya. Kamu mungkin tidak tahu kalau hari itu saya ada rapat penting untuk mendapatkan proyek ini, tapi karena kecerobohan kamu perusahaan saya kehilangan proyek itu dan kami menderita kerugian yang cukup besar”

“Jadi maksud anda?”

“Kamu juga harus membayar kerugian saya karena gagal mendapatkan proyek itu”

“Anda jangan bercanda, Pak. Masak saya harus bayar kerugian perusahaan anda, dari mana saya dapatkan uangnya” katanya menolak untuk membayar ratusan milyar pada Jonathan.

Yang benar saja, ratusan milyar meminta pada gadis seperti Nadine. Jonathan ini memang ada-ada saja.

“Baiklah kalau kamu tidak mau membayar, terpaksa saya membawa kasus ini ke pada pihak yang berwajib”

“Maksud anda”

“Saya akan laporkan kamu ke polisi”

“Apa...” Nadine seperti mendapat hantaman keras di tubuhnya mendengar Jonathan akan melaporkannya pada polisi.

“Jangan, Pak. Saya mohon” pinta Nadine dengan memelas. “Saya akan melakukan apa aja untuk Pak Jonathan tapi saya mohon jangan laporkan saya ke polisi” sambungnya lagi. Jonathan bukannya iba melihat wajah Nadine yang sudah hendak beranak sungai, dia malah kembali menyodorkan sebuah amplop pada Nadine.

“Ini apa lagi?” suara Nadine sudah terdengar sangat lemas.

“Itu hasil visum saya yang akan semakin menguatkan laporan saya”

“Pak...”

Jonathan memandangi Nadine, menilisik gadis itu dengan baik. Walaupun tampilannya sederhana tapi Nadine cukup cantik, kulitnya putih bersih dan wajahnya juga terlihat terawat.

“Ada cara lain untuk kamu membayar semuanya?” Nadine mendongak dengan cepat.

“Apa itu?”

“Kamu harus jadi pacar saya yang akan saya ajak ke anniversary orang tua saya” kata Jo tanpa ragu-ragu.

“Pacar anda...? tapi kenapa harus saya” Nadine terkejut bukan main mendapat tawaran aneh seperti itu. apalagi dari laki-laki seperti Jonathan yang terlihat sangat berwibawa.

“Karena saya tidak punya waktu untuk mencari orang lain”

Nadine tampak diam dan berfikir, menjadi pacar Jonathan sedangkan dia juga memiliki pacar. Lalu apa bedanya dia dan Raymon kalau begitu.

“Bagaimana...? kalau kamu tidak mau, saya tinggal serahkan semua ini kepada pengacara saya. Dan saya yakin kurang dari dua puluh empat jam polisi akan datang dan menjemput kamu”

Jonathan ini memang manusia yang tidak punya hati sama sekali, bukannya iba melihat Nadine yang hanya seorang gadis biasa harus membayar ratusan milyar, dia malah semakin menakut-nakuti gadis itu.

“Saya akan pikirkan” jawab Nadine. Jo mendesah tidak sabaran. Dia sebenarnya ingin langsung mendengar jawaban Nadine. Tidak dia tidak mau Nadine sampai menolak. Menurutnya Nadine bisa dia jadikan tameng agar Ibunya tidak lagi memaksanya untuk bertemu dengan para gadis-gadis yang hanya tahu foya-foya itu.

“Saya akan tunggu jawaban kamu malam ini, saya juga tidak akan memaksa kamu. Semua pilihan ada pada kamu sendiri”

Jonathan pergi meninggalkan Nadine sendiri yang masih diam terpaku. Sementara sekertaris Jonathan langsung masuk dan mengambil semua kertas-kertas yang tadi dia perlihatkan pada Nadine.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!