Bagian 10

Jonathan ternyata membawa Nadine ke sebuah butik, Nadine awalnya menolak untuk masuk karena malu dengan penampilannya lalu tanpa dia sangka untuk pertama kalinya sejak mereka resmi menjadi pasangan walaupun Hanya pura-pura, Jonathan menggenggam tangannya dan menariknya pelan masuk ke dalam butik itu.

“Kenapa kesini sih?” tanya Nadine berbisik dekat telinga Jonathan.

“Cariin kamu baju,” jawabnya enteng.

“Saya kan sudah bilang kalau saya punya baju,” ingin rasanya Nadine berteriak pada orang yang selalu semau dan seenaknya ini.

“Nggak apa-apa, hitung-hitung hadiah dari saya.” Nadine tiba-tiba menarik tanganya  dari genggaman Jonathan saat seorang pegawai butik menghampiri mereka.

“Ada yang bisa kami bantu, Pak?” sapa pegawai itu terdengar sangat manis pada Jonathan. Pegawai wanita yang lumayan cantik itu pura-pura tidak melihat Nadine yang berdiri di samping Jonathan, dia berlagak sangat manis dan sok anggun di depan Jonathan.

“Tolong tunjukkan pada calon istri saya gaun yang paling bagus dan elegan yang kalian punya,” bola mata pegawai itu membesar pun dengan Nadine. Kedua gadis itu sama terkejutnya. Dia lalu memindai penampilan Nadine dari atas ke bawah dan sekali lagi mengalihkan pandangannya pada Jonathan seolah bertanya benarkah gadis ini calon istri anda? Dia merasa gadis yang berdiri di samping Jonathan itu bahkan tidak sebanding dengan dirinya.

Penampilan Nadine memang sangat biasa, dia hanya memakai kaos dan celana jeans. Dan seperti biasa rambutnya selalu dia kuncir tinggi. Tentu saja pegawai butik itu tidak akan percaya laki-laki yang mempesona seperti Jonathan bisa memilih gadis biasa seperti Nadine menjadi calon istrinya.

“Kenapa kamu liatin calon istri saya kayak gitu?” Jonathan merangkul pinggang Nadine membuat tubuh gadis itu membeku. “Kamu pikir saya nggak mampu bayar. Saya bahkan bisa beli toko ini dengan isinya,”  Jonathan menangkap apa yang ada di fikiran pegawai itu. Ini bukan pertama kalinya ada orang yang terlihat meremehkan Nadine di depannya walau hanya dengan gerakan biasa.

“Maaf, Pak. Silahkan, Bu. Mari ikut saya.” katanya lalu dengan sopan. Nadine masih sempat memelototi Jonathan sebelum mengikuti pegawai itu.

 Nadine melihat-lihat baju yang di tawarkan, semua baju itu sesuai dengan seleranya. Tapi dia tidak merasa nyaman Jonathan membelikannya barang mahal sedangkan dia sendiri punya hutang yang sangat besar pada Jonathan.

“Maaf, Mbak. Saya mau bicara sama Pak, eh sama calon suami saya dulu,” pegawai toko itu mengangguk sopan di depan Nadine tapi menicibirnya di belakang.

“Pak, Pak Jonathan,” panggil Nadine berbisik. Jonathan yang sedang melihat laporan yang masuk ke email di ponselnya menoleh pada Nadine.

“Memang nggak apa-apa beliin saya baju disini, harganya mahal-mahal. Nanti utang saya malah nambah,”

“Kamu belum dapat yang cocok sama kamu? Terus di sana kamu ngapain aja,” Jonathan malah balik bertanya dengan kesal mengabaikan rasa sungkan Nadine.

“Ya milih, tapi harganya...”

“Saya kan tadi bilang saya nggak punya waktu, buruan kamu ambil yang cocok buat kamu ke anniv orang tua saya,”

“Beneran nggak apa-apa?”

“Saya nggak akan suruh kamu yang bayar,”

“Ya sudah, jangan salahin saya kalau saya ambil yang mahal.” Nadine mencibir, lalu kembali ke ruang ganti mengambil sebuah gaun yang tidak mengalihkan pandangannya pada gaun lain sejak pertama kali melihat gaun itu.

Setelah memastikan gaun itu pas di tubuhnya, Nadine lalu keluar dan mengisyaratkan pada Jonathan untuk membayarnya. Tapi Nadine kembali di buat terkejut ketika Jonathan memberikan kartu  padanya.

“Kamu aja yang bayar,” kata Jonathan mengulurkan kartu itu pada Nadine lalu kembali fokus pada layar ponselnya.

“Kenapa, saya kan nggak tahu pin nya berapa,” Nadine kembali di buat terkejut ketika dengan enteng Jonathan memberikan pin kartunya padanya. Nadine hanya geleng-geleng kepala lalu berjalan menuju kasir untuk melakukan pembayaran.

“Pak, ayo kita bikin perjanjian biar Pak Jonathan nggak seenaknya ngaku-ngaku calon suami saya di depan orang lain pake meluk saya lagi,” mereka sudah berjalan keluar dari butik, Jonathan kembali menggenggam tangannya saat melihat pegawai wanita yang tadi melayani mereka memanggil beberapa orang temannya, entah untuk apa tapi mereka sedang melihat ke arah Jonathan dan Nadine.

“Sekalian untuk yang kayak begini juga,” katanya lagi mengangkat tanggannya yang masih di genggam Jonathan.

“Oke, nanti saya akan bilang ke pengacara saya untuk bikin perjanjiannya.” mulut Nadine terbuka lebar. Dia benar-benar kehabisan kata menghadapi Jonathan. Bahkan dia tidak bisa menolak saat Jonathan membukakan pintu dan mendudukkannya dengan hati-hati.

“Dan, saya nggak akan mungkin nikah sama kamu. Jadi kamu tenang aja.”

Satu yang tidak Nadine tahu kalau Jonathan melakukan itu semua untuk melindungi harga dirinya di hadapan orang-orang yang terlihat merendahkannya. Jonathan tidak mau ada orang yang merendahkannya. Selama dia bersama Jonathan selama itu pula Nadine akan berada di kasta yang sama dengan Jonathan.

“Kamu sudah makan?” Jonathan bertanya pada Nadine saat dia juga sudah duduk di balik kemudi  untuk mengantar gadis itu kembali ke toko. Nadine melihat jam tangannya, sekarang sudah pukul dua siang dan tadi dia belum sempat makan saat Jonathan menjemputnya dengan paksa.

“Belum,” jawabnya, masih kesal pada Jonathan yang seenaknya saja memeluk pinggangnya dan juga menggenggam tangannya.

“Ya sudah, kita singgah makan aja dulu,”

“Bukannya Pak Jonathan lagi buru-buru,” Jonathan mengalihkan tatapannya sejenak pada Nadine, gadis itu masih menatap Jonathan.

Jonathan nampak sedang berfikir, sebelah tangannya memegang stir mobil dan sebelahnya lagi sedang menusuk-nusuk dagunya. Lalu dia kembali melirik Nadine membuat gadis yang sedari tadi memperhatikannya itu semakin bingung di buatnya.

“Kayaknya kamu harus ubah deh cara kamu panggil saya,” Nadine semakin bingung. “Masak iya kamu panggil pacar kamu Pak. Formal banget kedengarannya.”

Nadine nampak sejenak berfikir.”Benar juga” katanya. “Terus saya manggil apa dong?” tanyanya bingung.

“Jangan bilang anda mau di panggil sayang, ihh nggak mau,”

Jonathan melirik Nadine sekilas, “Siapa juga yang mau di panggil sayang sama kamu, bulu kuduk saya merinding semua,” katanya.

“Terus apa dong?”

“Ya panggil nama saya aja, panggil Jo aja”

“Jo” Nadine mengulang setengah bergumam. Dia mengangguk “Oke” katanya setuju. Ada garis halus yang nampak di bibir Jonathan.

“Jadi Jo, kita makan dulu atau langsung antar saya pulang?”

“Kita makan dulu aja, saya nggak mau kamu tiba-tiba alasan sakit gara-gara nggak saya kasih makan.” Nadine sepertinya sudah terbiasa dengan cara Jonathan berbicara padanya. Dia hanya bisa mengelus dada dan menarik nafas setiap mendengar ucapannya yang tajam.

Dan Nadine juga sudah terbiasa di ajak ke restoran mewah oleh Jonathan, setiap kali laki-laki itu mengajaknya makan, yang dia pilih selalu tempat yang di luar jangkauan Nadine.

“Tumben kamu Hanya makan sedikit, biasanya kan kamu makan nggak tahu malu,” Jonathan benar-benar. Tapi memang benar, Nadine selalu makan tanpa sungkan setiap Jonathan mengajaknya makan.

“Takut aja kalau bajunya nggak muat,” jawabnya. “Jadi selama ini, Pak Jo nggak ikhlas ngajak saya makan, saya kan juga nggak minta di ajak makan di tempat mahal.” Tambahnya setelah mencerna dengan baik kalimat terakhir Jonathan.

“Kenapa kamu mikirnya gitu?” Jonathan malah balik bertanya.

“Nggak” jawab Nadine dengan kesal.

Terpopuler

Comments

Sabaku No Gaara

Sabaku No Gaara

lanjut....
semangat kk

2024-05-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!