Nadine bergegas keluar untuk menemui Raymon, dia sudah putuskan untuk menangkap basah kedua orang yang sedang di mabuk cinta itu. Tidak perduli lagi meskipun hubungannya dengan Raymon akan berakhir, toh Nadine sudah membulatkan tekad untuk mengakhiri hubungannya. Dia tidak mungkin lagi merasa nyaman berada di dekat laki-laki pembohong seperti Raymon.
Raymon dan wanita itu sudah tidak ada di sana, Nadine mencoba mempercepat langkahnya mencari siapa tahu dia masih menemukannya di sekitar restoran. Saat gadis itu membuka pintu utama restoran, dia melihat mobil Raymon melaju tepat di depannya bersama wanita yang tadi bersamanya. Nadine hanya bisa memandang mobil Raymon yang meninggalkan parkiran restoran dengan kesedihan yang tergambar jelas di wajahnya.
Dia berjongkok dengan kepala yang tertunduk, kembali teringat apa yang ibu tirinya ucapkan. Yah, kalimat itu seperti mantra yang selalu bisa menjatuhkan mentalnya.
“Kamu ngapain disini?” suara berat dan datar itu membuat Nadine mendongak. Di lihatnya Jonathan sedang berdiri dengan kening yang mengkerut, dan betapa terkejutnya Jonathan melihat penampakan wajah Nadine saat ini. Hatinya langsung di penuhi rasa bersalah. Pikirnya, Nadine stress karena permintaannya yang terlalu berlebihan untuk gadis itu.
“Pak Jonathan,” ucap Nadine bergumam.
“Gimana kalo gini aja Pak, Pak Jonathan bisa bilang sama orang tua Pak Jonathan kalau kita bertemu seperti ini,” Jonathan berdecak, dia memegang lengan Nadine dan membantu gadis itu berdiri.
“Kamu berdiri dulu, kita bicara di dalam mobil saya,” Nadine menurut, dia berdiri dan mengikuti Jonathan masuk ke dalam mobilnya.
“Kita ketemunya seperti ini, Pak Jonathan melihat saya sedang menangis di pinggir jalan setelah saya putusin pacar saya yang ketahuan selingkuh” kening Jonathan semakin mengkerut.
“Karena Pak Jonathan nggak tega meninggalkan saya sendiri di tengan jalan lalu berinisiatif mengantar saya pulang dan hubungan kita berlanjut gitu aja hingga akhirnya jatuh cinta sama saya.” Entah dari mana Nadine bisa memikirkan hal seperti itu di tengah kekacauan hatinya saat ini.
Sementara itu Jonathan tampak menelisik Nadine, dia memandang wajah itu tanpa berkedip mencoba menebak apa yang sudah terjadi saat gadis itu meninggalkannya tadi.
“Kamu abis pergokin pacar kamu selingkuh?” tebak Jonathan tepat sasaran.
“Nggak” sanggah Nadine dengan cepat. “Saya Cuma tiba-tiba aja punya ide itu,” katanya lagi yang jelas berbohong.
“Tapi cerita kamu nggak akan di percaya keluarga saya karena mereka tahu kalau saya orangnya nggak perdulian sama orang lain,”
“Justru karena itu, karena perasaan anda ke saya itu beda waktu pertama kali liat saya makanya anda mau nolongin saya. Dan akhirnya jatuh cinta sama saya.”
“Ada-ada aja kamu.” Jonathan sama sekali tidak menanggapi ide yang Nadine berikan. Dia terkenal sangat dingin dan kaku pada semua orang. Kecuali pada keluarganya tentu saja.
Jadi sangat tidak mungkin keluarganya akan percaya Jonathan yang acuh itu mau menolong seorang gadis yang baru dia temui di jalan apa lagi sampai jatuh cinta padanya. Jonathan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Nadine.
Nadine melirik kesal pada Jonathan.
“Ya sudah, Pak Jonathan aja yang mikir. Kalau sudah ada idenya tinggal kasih tahu saya aja.” Nadine keluar dari mobil Jonathan. Entah kenapa dua kali laki-laki itu bisa mengalihkan pikiran Nadine dari rasa sedihnya karena Raymon.
Dari dalam mobilnya, Jonathan terus memandangi gadis itu. Dalam sehari dua kali sudah gadis itu membuatnya kesal, dalam sehari dua kali sudah gadis itu meninggalkannya begitu saja.
“Apa aku cari perempuan lain aja,” gumamnya. Tiba-tiba ponsel Jonathan berdering , nama yang tertera di layar ponselnya membuat Jonathan menarik nafas dalam sebelum menjawab pangggilan itu.
“Iya, Ma” sapa Jonathan lembut.
“Gimana, jadikan bawa pacar kamu. Mama sudah nggak sabar ketemu sama calon istri pilihan kamu,” Jonathan menyandarkan kepalanya pada sandaran mobil seraya memijat pangkal hidungnya dengan jarinya.
“Iya, Ma. Jo pasti bawa. Sekarang Jo masih bujuk dia, dia masih takut untuk ketemu sama keluarga kita,” entah sejak kapan Jo bisa berbohong. Dia paling benci dengan pembohong, dan sekarang dia bahkan bisa mengarang kebohongan dengan lancar. Dan yang dia bohongi adalah Mamanya, wanita yang paling dia sayangi.
“Loh, kok bisa gitu, Jo. Memangnya kamu bilang apa sama dia sampai takut ketemu sama keluarga kamu?. Kamu jangan takut-takutin dia dong,” Jo bisa menebak seperti apa raut wajah Mamanya di sebarang sana. Jo menghela nafas, dia benar-benar sudah pandai berbohong.
“Nanti Jo cerita ya, Ma. Jo mau balik kantor dulu, ada meeting penting soalnya.”
“Memangnya kamu nggak di kantor?”
“Iya, Jo habis makan siang sama Nadine,” Jo mengernyit sendiri saat secara otomatis mulutnya menyebut nama Nadine.
“Oh, jadi namanya Nadine. Ya udah. Kamu hati-hati nyetirnya.” Lalu kemudian sambungan itu terputus.
“Kenapa aku malah menyebut nama gadis itu. Dimana lagi harus cari perempuan yang bernama Nadine.” Jo sekali lagi menarik nafas panjang sebelum melajukan mobilnya.
Nadine sudah duduk di atas motornya dan menyalakan mesinnya, namun tiba-tiba dia teringat kejadian beberapa hari yang lalu setelah dia melihat Raymon dan wanita itu pertama kali. Dia menabrak Jonathan karena menangis sepanjang jalan. Dia tentu tidak ingin kejadian yang sama terulang dan muncul Jonathan lainnya yang memintanya membayar kerugian atau bahkan memasukkannya ke penjara.
Gadis itu membentur-benturkan kepalanya ke stir motor, saat ini Nadine benar-benar terlihat seperti seorang yang sedang frustasi berat. Tapi dia memang sedang frustasi sih. Setelah perasaannya sedikit tenang, Nadine lalu mengemudikan motornya.
“Aku nggak akan nangis,” katanya menjalankan motor maticnya.
Jika biasanya Nadine akan salip sana sini, kali ini dia mengendara dengan sangat hati-hati sehingga membutuhkan waktu lebih lama sampai ke toko.
“Syukur deh, Mbak udah pulang,” Ana terlihat kewalahan melayani beberapa orang yang sedang melihat tanaman hias. Mengabaikan semua perasaan yang campur aduk di hatinya, Nadine melempar tas nya asal di ruang istirahatnya lalu membantu Ana melayani pembeli.
Sore ini Nadine menutup toko lebih cepat dari biasanya. Padahal saat pembeli ramai dan stok berkurang, dia pasti akan memindahkan beberapa bibit yang mulai tumbuh ke pot yang lebih besar agar bisa di pajang besoknya.
“Mbak ikut kamu yah, An” pinta Nadine saat Ana sudah memakai jaketnya.
“Memangnya motor Mbak kemana?” tanya Ana agak heran karena sebelumnya Nadine tidak pernah minta di antar kemanapun. Nadine menunjuk motornya dengan dagu, dia lalu memasukkan motornya ke dalam toko.
“Lagi malas bawa motor,” katanya dengan malas.
“Mbak Nad lagi ada masalah? Lagi marahan sama Mas Ray?” Ana mencoba menebak. Nadine hanya diam sambil memasang helmnya.
“Ayok” ajaknya mengabaikan pertanyaan Ana. Ana menurut saja dan tidak lagi bertanya apapun walau dia sangat ingin tahu apa yang terjadi pada Nadine.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments