Nadine berjalan lemas memasuki rumahnya. Dia mengambil sebaskom air hangat dan membersihkan luka-lukanya, dia mengobati sendiri luka-lukanya. Setelah selesai, Nadine memasak mie instan dan melahapnya sampai habis tidak bersisa.
Setelah membersihkan tubunya dan menahan perih di lengan dan kakinya, Nadine menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Peristiwa tabrakan itu menyita seluruh perhatiannya sampai-sampai dia lupa hal yang tadi membuatnya menangis hingga menabrak orang.
“Ma, apa Nadine memang sesial itu. apa selamanya Nadine tidak akan pernah beruntung dalam apapun” Nadine memandangi foto ibunya yang tergantung di dinding.
“Tapi apa salah Nadine sampai harus menanggung semua itu, Nadine tidak pernah minta di lahirkan dari hubungan yang terlarang” katanya lagi meratapi nasibnya.
Nadine adalah anak yang lahir dari hubungan gelap ayah dan ibunya. Ayahnya telah memiliki istri dan seorang anak laki-laki saat orang tuanya bertemu dan saling jatuh cinta hingga akhirnya mereka menikah tanpa sepengetahuan istri pertama ayahnya.
Semua berjalan dengan baik, Nadine bahagia karena ayah dan ibunya selalu ada saat dia membutuhkan. Dia tidak pernah kekurangan apapun. Hingga saat usianya menginjak sepuluh tahun, perselingkuhan Ayah dan Ibunya terbongkar. Istri pertama Ayahnya mendatangi mereka dan memberikan sumpah serapah padahal saat itu Ibu Nadine sedang mengandung anak keduanya.
Ibu Nadine stress berkepanjangan hingga akhirnya dia keguguran. Dan malangnya dia terlambat di bawah ke rumah sakit karena sejak perselingkuhannya terbongkar, Ayahnya tidak pernah lagi mengunjungi mereka.
Ibu Nadine meninggal karena kehabisan darah. Nadine yang saat itu masih berusia sepuluh tahun terpaksa harus ikut bersama Ayahnya dan tinggal bersama Ibu tirinya.
Selama tinggal bersama ibu tirinya, yang Nadine dengar setiap hari hanya hinaan dan cacian. Dia yang tidak tahu apa-apa harus menanggung kesalahan yang sudah ibu dan ayahnya lakukan.
Hari ini Nadine rasanya sangat malas ke toko, dia hanya ingin istirahat saja di rumah, tapi kemarin baru saja datang bibit-bibit baru sehingga dia harus ke toko untuk menanam bibit itu.
“Pagi, Mbak” sapa Ana. Ana adalah karyawan Nadine satu-satunya. Ana adalah anak yang Nadine temukan di jalan. Ana yang waktu itu masih berusia sekitar tujuh tahun mungkin terpisah dari keluarganya dan tidak tahu jalan pulang. Karena tidak tega meninggalkannya atau menitipkannya di panti asuhan, Nadine lalu membawanya pulang dan membesarkannya walaupun saat itu usianya baru lima belas tahun.
Awalnya dia dan Ana tinggal bersama, namun karena merasa sudah besar dan ingin belajar mandiri, Ana akhirnya keluar dari rumah Nadine. Dia tidak meninggalkan gadis itu malah ikut membantunya di toko bunga. Dari gaji di toko bunga dan menjadi kasir minimarket di malam hari Ana bisa membayar sewa kos-kosan yang sangat sederhana.
“Pagi, An” balas Nadine tidak terlalu semangat.
“Bibit yang kemarin sudah kamu pindahkan kebelakang?” tanya Nadine
“Sudah, Mbak. Sudah aku rapihin juga” jawab Ana. Nadine lalu kebelakang melihatnya.
Sementara itu di rumah sakit, Jonathan yang sebenarnya sudah di perbolehkan pulang malah masih betah berada di rumah sakit. Dia juga sudah di pindahkan ke ruang rawat vvip.
“Kok bisa ke tabrak sih, Jo” Marisa, Ibu Jonathan datang terburu-buru begitu mendengar anaknya kecelakaan.
“Jo nggak lihat jalan, Ma. Waktu nyebrang tiba-tiba aja ada motor yang lewat. Jo ke tabrak deh” penjelasan Jo memang tidak jauh dari apa yang sebenarnya terjadi.
“Lagian kamu kenapa nyebrang jalan, mobil kamu mana?”
“Jo malas putar balik, Ma. Terlalu jauh, jadi Jo sengaja parkir di depan restonya” Marisa menghela nafas. Rasa khawatirnya berangsur hilang melihat anak semata wayangnya itu baik-baik saja.
“Ma, mau makan jeruk dong” kata Jonathan dengan manjanya pada Marisa. Marisa lalu mengambil sebuah jeruk dan mengupas kulitnya untuk anaknya.
“Makanya, Jo. kamu buruan nikah. Kan enak, mau makan jeruk ada yang kupasin” Jo sudah mulai malas kalau Marisa membahas masalah ini.
“Kamu mau yah, Mama jodohin sama anak teman Mama. Pokoknya Mama nggak mau tahu, kamu harus mau. Biar kamu ada yang urus” kata Marisa memaksa Jo untuk menerima perjodohannya.
“Memangnya Mama yakin dia bisa ngurus, Jo. jangan-jangan nanti bukannya ngurus Jo, malah sibuk ngabisin uang. Nggak punya waktu deh buat urus suami,” kata Jo.
“Kamu nyinggung Mama yah,” Wanita paruh baya itu berdecak sambil memukul lengan anaknya.
“Jo nggak nyindir, tapi kalau Mama tersinggung sih bagus juga,” Jo terkekeh melihat wajah kesal Marisa.
“Kamu ini Jo. Memangnya uang Papa kamu sebanyak itu masak iya Mama biarkan nganggur aja. Lagian Mama juga masih bisa ngurus Papa kamu, ngurus anak tiga juga.” elak Marisa. Wanita itu lalu kembali berdecak.
“Kamu jangan mengalihkan pembicaraan yah. Pokoknya setelah kamu keluar dari rumah sakit, Mama akan segera mengatur pertemuan kamu dengan anak teman Mama. Kalau kamu nggak cocok sama yang satu, tenang aja, Mama masih punya yang lain”
Kali ini Jo yang menghela nafas. Sepetinya Marisa kali ini tidak akan lagi main-main dengan perkataannya.
“Nggak usah, Ma. Biar Jo cari sendiri,” kata Jo mencoba menghindari rencana Marisa.
“Nggak usah, Mama nggak percaya sama kamu. Nanti sampai bertahun-tahun kamu ngga dapat,”
“Loh, kenapa. Mama nggak lihat anak Mama ini, Jo tampan, anak orang kaya dan juga Jo punya perusahaan sendiri yang sudah terkenal. Apa susahnya cuma cari pacar,” Marisa kembali mencibir.
“Nggak susah kok sampai sekarang belum dapat” kata Marisa memukul telak anaknya itu.
“Yah, itu karena Jo sedang fokus dengan perusahaan jadi nggak ada waktu buat cari pasangan” Jo ini entah sejak kapan menjadi pandai bersilat lidah, di depan Mamanya lagi.
Marisa tetap pada pendiriannya untuk menjodohkan Jo dengan salah satu anak teman-temannya, Jo nanti tinggal pilih saja mana yang menurutnya cocok dengannya. Hal itu sukses membuat Jonathan pusing tujuh keliling.
Dan sesuai apa yang Marisa katakan, baru saja keluar dari rumah sakit Jo sudah harus menemui anak teman Mamanya itu. Demi menghargai perasaan Marisa dan gadis yang sudah menunggunya, Jonathan pun menemui gadis itu.
Gadis yang Jonathan temui cukup cantik, penampilannya khas sosialita. Semua yang dia pakai adalah barang bermerk yang harganya bisa mencapai puluhan juta.
“Hai...” sapa gadis itu. Tidak perlu basa basi karena dia juga sudah mengenal Jonathan.
“Haii..” balas Jo.
“Sudah lama?” tanya Jo.
“Lumayan” jawab gadis cantik di depannya.
Mereka mengobrol hal-hal yang cukup sederhana, dari yang Jonathan tangkap, gadis itu tertarik padanya. Dia bahkan memberikan semua alamat sosial medianya pada Jonathan berharap Jonathan mau melihat apa yang dia pamerkan di sosial medianya itu.
Jonathan sudah terlihat sangat tidak nyaman, dia sudah sangat ingin mengakhiri perbincangan yang tidak sesuai dengannya. Dan panggilan telepon dari sekertarisnya itu seperti sebuah penyelamat dari situasi yang menurutnya sangat memuakkan itu.
“Maaf, sepertinya saya harus pergi” kata Jo. panggilan tadi memang memintanya untuk segera ke perusahaan karena ada beberapa berkas yang membutuhkan pendapatnya.
“Kapan kita bertemu lagi?” tanya gadis cantik itu.
“Saya akan menghubungimu kalau saya punya waktu” Jonathan tentu tidak akan buang-buang waktunya untuk bertemu dua kali dengan gadis cantik itu.
“Benarkah, baiklah” mereka lalu berpisah. Gadis itu menyimpan harapan yang besar agar dia benar-benar bisa bertemu lagi dengan Jonathan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments