013 — Pak Le dan Buk Le

“Komandan, ada tamu yang ingin bertemu,” Lelaki yang dipanggil Komandan itu menghentikan gerakan menulisnya, lalu alisnya menyerengit.

“Siapa?” tanyanya heran, rasanya ia tak mengundang seseorang lalu sepenting apa dirinya hingga ada tamu yang ingin bertemu?

“Dua bersaudara Fredinand, mereka baru saja sampai ke Malang,” jawab tentara itu, Jeffrien mengayunkan tangannya menyuruh tentara itu pergi. Kemudian Jeffrien beranjak dari duduknya, menemui sahabat yang entah bagaimana sekarang bentuknya.

Di sisi lain, dua lelaki itu saling beradu argumen ada yang tidak mau mengalah dan satunya tambah mengotot minta pemahaman. “Kenapa aku harus ikut denganmu? Pantatku terasa sangat kebas dan semutan,” adu Glenio yang sedang memegang pantatnya, berjalan agak kencot sebelah.

“Aku tidak menyuruhmu, lebih baik kau pulang dan jangan menggangguku,” balas Carlio terdiam, sedang memikirkan Kahisnya dalam tempat yang berzona bahaya.

“Akan aku adukan pada Papa jika kau bertindak tidak sopan pada kakakmu ini,” tuntut Glenio membuat Carlio menghela nafasnya lelah.

“Memangnya dia akan peduli? Hilangkan harapanmu pada Papamu itu,” serdik Carlio pada Glenio yang kini mendengus.

“Awas kau!” ancam Glenio.

“Astaga, kenapa tidak mengabarkan padaku dulu?” Suara familiar itu menengahi argumen mereka, tampak seseorang berpakaian militer Belanda yang kini menjadi letnan kolonel.

“Aku tidak punya banyak waktu, bagaimana kabar Pocco?” tanya Carlio, lelaki itu—Jeffrien tersenyum hangat mendengar pertanyaaan Carlio mengenai putra kecilnya.

“Sangat baik, dia akan senang jika melihat pamannya berada di sini,” sambut Jeffrien hangat, lalu kini netranya bergulir ke arah Glenio dengan muka juteknya.

“Kak Glenio? Bagaimana kabarmu?” tanya Jeffrien yang merasa bersalah tidak langsung menyambutnya juga. Ia sendiri juga telah mengenal Glenio lama, sejak kecil mereka sudah bersama.

“Oh aku kira kau sama sekali tak mengenalku dan mengacuhkanku. Kabarku baik dan bagaimana? Apakah kau sudah mempunyai pengganti?” tanya Glenio, Carlio yang berada di sebelahnya merasa kakaknya terlalu berlebihan.

DUG!

“Sialan sakit sekali!” erang Glenio setelah mendapatkan injakan keras pada kakinya. Carlio melotot, manusia di sebelahnya malah makin menjadi-jadi. Jeffrien hanya tersenyum, ternyata mereka tidak berubah dari dulu selalu ribut.

“Ahaha, belum. Kalau saja kau mau bantu carikan pengganti untukku?” cengir Jeffrien, lelaki di sebelah Carlio semakin besar kepala mendengarnya.

“Itu dengar dia saja santai, kenapa kau sensitif sekali? Tenang saja akan kucarikan, dari ras manapun aku juga bisa cari. Apa tetap mau mencari pribumi? Aku heran kalian berdua bisa terpincut dengan gadis pribumi,” celoteh Carlio panjang lebar.

Jeffrien berdehem dengan keras menatap Carlio yang tersenyum kikuk padanya. “Pasti alasan utamanya bukan untuk menemuiku, aku hanyalah opsional,” tutur Jeffrien bersidekap dada.

“Maafkan aku, bisakah kau membantuku?” tanya Carlio sedikit gugup, ah sialan. Glenio yang bosan hanya mengamati sambil duduk di sofa, memangku kepalan tangan.

“Gadis?” tebak Jeffrien, lagi-lagi Carlio bingung menjawabnya dan hanya mengangguk pelan. “Aku tak yakin bisa membantumu, untuk gadisku saja aku tak bisa.”

Keduanya terhenyak sesaat, suasana berubah menjadi canggung dan keduanya bersamaan berdeham. “Aku mohon bantulah aku,” pinta Carlio, lelaki itu berpikir sebentar lalu mengangguk.

“Tunggu, maksudnya gadismu hilang?” tanya Jeffrien memastikan.

“Kabur!” sahut Glenio, adiknya tampak mendelik tak suka.

“Oke baiklah aku paham. Namun, bagaimana aku bisa mencari jika tidak mempunyai spesifikasi tentangnya?” tanya Jeffrien, Carlio langsung ber oh ria dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya.

“Apa tampak jelas?”

***

Kahis datang berjalan dengan gontai, langsung saja ia mendudukkan diri di atas rumah bersender di tiang. Ia mengibas-ngibaskan tangannya cepat dan bernapas lega berulang kali.

Gadis itu berbalik, lalu keningnya menyerengit keheranan. Rumah Mas Giricokro sedikit berbeda dari yang terakhir kali lihat, tapi apa? Wajar saja berbeda, memang sudah lama ia tidak kemari.

Sudahlah, ia tak sabar bermain dengan Aily pasti tingginya sudah mencapai sepinggangnya. Kahis melangkahkan kaki menaiki undakan teras, rumah Mas Giri punya khas Jawanya begitu kental.

Tok Tok.

Tok Tok.

Kahis menyerengitkan dahi, orangnya ke mana lagi? Kahis mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ada yang janggal dengan rumahnya. Kahis berpikir sepertinya rumah ini sudah lama tertinggal, apa sejak Mas Giri ke rumahnya di Gresik ia belum kembali ke sini?

“Mbak nyari siapa?” Kahis terhenyak sedikit kaget pasalnya ia sedang berpikir sesuatu, di depannya datang seseorang yang Kahis kenal yakni tukang kebun langganan Mas Giri tapi ia juga lupa siapa namanya.

“Mas Giri ke mana ya, Pak Le?” tanya Kahis, tukang kebun itu menggaruk kepalanya kemudian berpikir.

“Mbak siapanya Pak Giri? Maaf Pak Le ini agak pikun maklum udah tua, Mbak.” kekeh tukang kebun itu sedikit bingung.

“Saya adiknya Mas Giri, Pak Le,” balas Kahis menyinggungkan senyum, bapak tukang kebun itu menggaruk kepalanya lagi.

“Ealah toh, baru tau aku Pak Giri punya adik. Nama saya Jainud, Mbak.” Tukang kebun itu memperkenalkan diri dengan nama Zainud.

“Oh iya, Pak. Jadi ke mana ya, Mas saya?” tanya Kahis sekali lagi, Pak Zainud langsung menepuk jidatnya.

“Sebulan yang lalu Pak Giri pamitan ke saya mau pulang kampung ke Gresik katanya. Rumah mbaknya di Gresik juga, toh?” papar Pak Zainud lalu ia berekspresi bingung.

“Lho, emangnya Mbak enggak ketemu sama Pak Giri? Piye iki aku kok bingung,” timpal Pak Zainud menggaruk kepalanya lagi.

“Saya dari sebulan yang lalu belum pulang sih ke Gresik, Pak. Ada studi, jadi sekalian mau mampir ke rumah Mas Giri mumpung ke lewat,” imbuh Kahis mencari alasan yang menurutnya tepat, Pak Zainud itu ber oh ria.

“Yah udah, Mbak. Saya mah enggak tau lagi, jadi mbaknya mau sekalian balik ya?” Pak Zainud bertanya lagi, Kahis merespon agak bingung sedikit.

“Iya, Pak. Saya pamit Pak mau balik langsung ke Gresik,” pamit Kahis lalu menyalami tangan Pak Zainud, lelaki itu agak panik.

“Mbaknya keliatan capek, mau istirahat dulu ke rumah saya, Mbak? Saya ada anak cewe lho,” tawar Pak Zainud langsung digelengi oleh Kahis.

“Enggak usah repot-repot, Pak Le. Saya mau sekalian pulang aja,” balas Kahis dengan menyunggingkan senyumnya.

“NDUK EEE AYU TENAN!” Teriakan nyaring membuyarkan perbincangan Kahis, kedatangan wanita dengan badan berisi begitu gemuk juga sangat antusias.

Langsung tanpa aba-aba menarik tangan Kahis. “Ayok, Nduk. Mampir ke rumah kami aja, Nduk pasti capek ya’kan?” tanya wanita itu kegirangan menarik lengan Kahis, gadis itu tidak bisa menahannya keras dengan wajah yang sedikit bingung.

Terpopuler

Comments

Yiab Yoje

Yiab Yoje

thorrr

2024-05-07

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!