008 — Pria Gila

Carlio membulatkan matanya malu, ia segera merogoh saku mengambil satu kepalan uang dan memberikannya pada Kahis. Gadis itu tersenyum bahagia dan berlari ke arah Glenio yang mengetatkan rahang.

“Ini Tuan, saya sengaja melebihkan untuk pajak di bulan berikutnya,” ledek Kahis menarik tangan Glenio paksa dan memberikan uang itu pada genggaman.

Glenio dengan muka masam langsung melemparkan uang itu pada Mop secara tiba tiba, Carlio berdiri tersenyum puas ikut meledek kakaknya. Glenio melangkahkan kakinya pergi, begitupun Alfonso yang cepat-cepat. Carlio masih menatap Kahis, menahan senyumnya

Mop tiba-tiba datang menghampiri Kahis, lelaki bertubuh gempal itu menatap Kahis dengan pandangan yang sulit Kahis mengerti. Mop secara spontan mengelus pundak Kahis dan sembari berbisik, “Berapa bayaranmu permalam, Nona?”

Plak!

“Kurang ajar kau!” sentak Kahis tak terima dan merasa dilecehkan, ia merasa cemas dan panik sendiri seketika jantungnya bergejolak dengan cepat dan perasaan takut yang melanda di sekujur tubuhnya.

“Mop, berapa bayarannya?” tanya Carlio memendam amarah. Kahis mendengar perkataan Carlio begitu tak menyangka, para murid Kahis memeluk Kahis dengan terisak pelan.

“Aku tidak doyan dengan wanita murah itu,” sahut Mop dengan cengengesan.

BUGHHH!

“Sialan, kau kenapa?!”

Situasi di sana seketika gaduh saat Carlio membogem mentah perut Mop hingga empunya terpelanting ke belakang. Hal itu menimbulkan teriakan histeris mengalihkan atensi Glenio dan Alfonso yang hendak menuju mobil jep.

Grep.

DUAGHH!

Carlio dengan sengaja mengunci Mop, memukul telak tulang dagu Mop dengan tajam hingga cairan darah muncrat dari lubang hidungnya.

Carlio menyerang Mop dengan membabi-buta hingga Mop tidak bisa bergerak sedikitpun, menghujamnya dengan pukulan di titik inti tubuh, memukul, membogem mentah dan menendangnya secara brutal.

Alfonso hendak melerai Carlio jika Glenio tidak menahannya, lelaki itu lebih mengerti tentang adiknya. Carlio tidak akan berhenti jika lawannya belum terkapar tak berdaya, memang sedikit gila.

Kegilaan Carlio mengundang atensi penduduk yang sangat antusias. Bukannya melerai, mereka malah bersorak riang dan mendukung Carlio. Bagaimana tidak? Kabarnya seorang Indo-Belanda menghujam tentara Belanda hingga terkapar tak berdaya. Penduduk dengan senang hati akan mendukung, berharap tentara angkuh seperti mereka akan jera.

Kahis beranjak lalu berlari, menarik Carlio yang hendak menarik kerah Mop. Carlio langsung menepis Kahis, lalu menggelengkan kepalanya kepada Kahis.

“Berhenti, sudah cukup!” bantah Kahis namun tidak didengarkan Carlio. Keadaan Mop kini sudah mengenaskan, sudah tak berdaya kehilangan tenaga. Gadis itu tetap memaksa, sampai di momen ketika Carlio mengangkat Mop dengan satu tangannya berusaha memukul wajah Mop lalu Kahis datang di tengah tengah mereka.

Hampir saja Carlio melepaskan pukulan itu jika Kahis tidak datang dengan air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Carlio menjatuhkan Mop dengan tubuh yang penuh luka, segera meninggalkan Kahis yang merasa bersalah.

“Ah, sialan!” umpat Alfonso berlari kepada Mop, teman akrabnya itu terkapar tanpa sadar.

Glenio datang dengan menarik Kahis, pria itu menatap Kahis dengan nyalang dan Kahis tidak berhenti menangis.

Plak.

Tamparan keras dari Glenio pada Kahis, menimbulkan bercak kemerahan rasanya kesadaran Kahis menghilang. Sungguh menyengat tubuh yang lain, pipinya terlihat mulai melebam.

“Kau berbuat masalah lagi?! Sudah aku bilang apa, jangan mengusik adikku! Jauhin Carlio sebelum kau menyesal!” bentakan Glenio membuat perasaan Kahis tersayat-sayat.

***

Awalnya Kahisyana memutuskan pergi kabur secara diam-diam, namun sepertinya cerita hidupnya diubah secara tiba-tiba. Seorang anak kecil sebagai kakak mengajari adiknya menulis di sebuah pohon waru saat ia melangkahkan kaki.

Soerabadja

menjadi :

Surbajia

Kahis kala itu secara tiba-tiba menghentikan langkahnya, dengan sifat yang tidak tahan untuk mengajari akhirnya Kahis mengajarkan ejaannya dengan benar sampai suatu waktu banyak dari mereka yang berkumpul karena penasaran.

Mereka dengan menyiapkan papan triplek tipis yang mereka ambil diam diam dan sepotong kapur yang sebentar lagi akan hilang oleh angin.

Kahis menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak salah melakukan itu. Semua orang perlu banyak tahu, tidak ada yang bodoh mereka hanya malas atau mempunyai keterbatasan yang tidak dimiliki orang berkecukupan.

Kahis mengetuk pintu kamar yang selama ini ia tempati, pemilik kamar mengurung dirinya seharian dari pagi hingga malam yang sebentar lagi akan larut.

Tok tok

Ceklek.

Kahis mengira ia butuh usaha keras untuk membuka pintu kali ini. Mbok Nur bilang pintunya sengaja dikunci dari dalam, namun ini? Sudah sengaja terbuka.

Kahis melangkahkan kakinya, membawa hidangan hangat dan beberapa perawatan antiseptik untuk luka Carlio yang ia ciptakan sendiri.

“Tuan,” panggil Kahis pada Carlio yang tidak menunjukkan bentuknya. Tatapannya tertuju pada siluet di dalam selimut di atas sofa, sedang meringkuk menutupi seluruh tubuhnya.

Kahis meletakkan nampannya di atas meja, duduk di bagian sofa yang masih kosong. Tangannya bergerak untuk membuka selimut, namun Carlio dari dalam sengaja menahan Kahis membukanya.

“Aku mohon buka,” pinta Kahis memelas ditanggapi dengan gelengan kepala kuat di balik selimut.

“Kenapa?”

“Aku malu denganmu, pergilah!” sahutnya menelusupkan diri lebih dalam pada sela sofa.

“Kenapa?” tanya Kahis sengaja memancing Carlio.

“Sedang jelek,” balas Carlio membuat Kahis terkekeh.

“Memangnya kau tampan di hari biasa?” tanya Kahis sekali lagi, merasa kesal akhirnya gadis itu mengangkat paksa kepala lelaki itu agar dapat bisa ia pangku.

“Bersembunyi saja jika malu, aku hanya ingin mengobati luka di wajahmu,” pinta Kahis, lelaki itu tanpa berpikir langsung menelusupkan kepalanya pada perut rata Kahis.

Orang gila mana yang menghujam orang dengan membenturkan kepalanya berulang-ulang? “Lihat dahimu, kau demam?” tanya Kahis lagi dan lelaki itu menanggapi dengan anggukan.

“Akan aku ambilkan kain kompres,” Saat Kahis akan beranjak, Carlio menahan gadis itu untuk tetap dalam posisinya.

“Di sini saja bersamaku,” gumam Carlio dengan bercicit kecil.

“Lihat wajahmu, jangan buat aku kesal,” gemas Kahis, akhirnya lelaki itu menampilkan wajahnya yang sembab dan sedikit bengkak membuat Kahis tersenyum geli.

“Kahisyana, jangan menertawakanku,” pinta Carlio sembari bergumam menikmati sentuhan Kahis di wajahnya, lelaki itu membuka mata dengan kelopaknya yang sedikit bengkak menatap Kahis yang telaten mengobati lukanya.

“Kenapa kau lakukan itu hanya karena masalah sepele?” tanya Kahis dengan nada rendah membuat Carlio kesal.

“Apa maksudmu sepele, Nona?” tanya balik Carlio dengan nada datar menekan. Kahis mengerti, lalu gadis itu menghela napasnya.

“Hal itu hanya akan memperburuk citramu, bayangkan jika berita menyebar tentang Tuan Muda Belanda berkelahi dengan tentara anak buahnya hanya karena gadis pribumi,” tutur Kahis, lelaki itu menghentikan pergerakan tangan Kahis dan kemudian duduk.

“Kau kira aku membelamu?” tanya Carlio penuh selidik, Kahis hanya menaikkan alisnya saat mendengar pertanyaan aneh dari Carlio.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!