“Carlio …,” panggil Kahis kemudian menarik badan besar itu ke belakang dengan hati-hati. Untung saja lelaki itu mau menuruti Kahis mengarahkannya pada ranjang.
Tubuh besar itu sukses mendarat di ranjang dengan telentang, Kahis mengerucutkan bibirnya. Ia membenahi posisi tidur Carlio dengan telaten, Carlio masih tetap meracaukan kalimatnya tak jelas.
Kahis membenarkan lengan Carlio yang sedikit melintang, namun lelaki itu dengan tiba-tiba menarik Kahis dan ia tidak bisa menahan tubuhnya hingga membuatnya harus terjatuh di atas Carlio. Lelaki itu memeluknya erat gadis di atasnya sedangkan Kahis menghirup bau alkohol yang menguar dari Carlio.
“Lepaskan, Carlio,” pinta Kahis lembut, lelaki itu semakin mengeratkan pelukan.
“Carlio tidak mau Ibu, sebentar saja bersama Carlio di sini,” rengek Carlio membuat Kahis terenyuh. Ada apa dengan lelaki ini, merindukan ibunya?
“Tidak sayang pada Carlio ya?” cicit Carlio lagi, Kahis dengan ragu mengusap rambut lepek Carlio dan mengusapnya hingga lelaki itu berhenti merengek.
“Ibu sayang pada Carlio, tetapi lepaskan dulu,” ujar Kahis terus mengelus rambut Carlio. Lelaki
itu patuh, meregangkan pelukannya pada Kahis. Kahis membenarkan posisinya untuk berbaring di samping Carlio, pria itu kembali meracaukan kalimat tak jelas.
“Boleh Carlio peluk untuk terakhir kali?”
Kahis langsung memeluk erat Carlio, mempersilahkan lelaki yang membawa jiwa kecilnya padanya. Carlio bertindak tenang saat Kahis mengusap punggungnya. “Ibu,” gumam Carlio.
“Iya, Sayang?”
“Mau cium,” rengek Carlio membuat Kahis terkejut mendengarnya. Apa Carlio hanya bermodal dusta atau memang naluri si kecil Carlio?
Cup.
“Kenapa di bibir? Biasanya di pipi atau kening,” gumam Carlio membuat Kahis terkejut untuk kedua kalinya, apa yang kau lakukan? Sialan, gila.
Cup cup.
Carlio berhenti merengek, kini lebih tenang namun wajahnya ia selusupkan pada leher Kahis. Gadis itu mempersilahkan, mengelus punggung lebar Carlio dan mengusap rambut Carlio lembut.
“Terima kasih banyak, Carlio.”
Kahis bergumam, mengecup kening Carlio untuk kesekian kali. Kahis menyelimuti Carlio dan dirinya. Lelaki itu kini mendengkur merasa nyaman dan berhenti meracaukan kalimat.
“Sayang, Ibu.”
***
Carlio merapalkan macam serapah untuk dirinya, mengumpat beberapa kali berusaha menghilangkan rasa malu yang sampai ke ubun-ubun. Menyebalkan, ada apa dirinya itu? Ternyata momen ia dan Kahis masih teringat jelas, sangat jelas!
Dari Carlio yang datang dengan kondisi mengenaskan sangat buruk, memeluk Kahis, merengek minta dimanja, memaksa Kahis untuk menemaninya dan lalu minta cium, lalu apa lagi? Semuanya teringat jelas.
Tunggu.
Carlio berusaha mengingat sesuatu, sebentar … astaga! Carlio tersenyum merekah dengan sangat lebar, bibirnya itu tidak bisa menahan. Carlio memegang bibirnya, kecupan kedua dari Kahis hatinya sangat membuncah.
Carlio memang dalam keadaan mabuk, awalnya ia tanpa sadar datang ke kamar Kahis lalu tidak lama setelah Kahis merebahkan dirinya di ranjang dan meminta Kahis menciumnya ia tiba-tiba sadar saat Kahis mengecup bibirnya.
Carlio telah berbohong pada gadis gemas itu, ia mengacak-ngacak rambutnya frustasi tapi tiba-tiba tersenyum lebar.
Plak.
“KAU GILA?! SENYUM SENYUM BERTINGKAH TIDAK JELAS?!” serdik Glenio melihat macam keanehan adiknya itu, dia bergidik merinding. Sedangkan Carlio menatap Glen sinis dan kembali tersenyum tanpa terkontrol.
“Bantu aku. Aku tidak bisa mengontrol mukaku untuk berhenti tersenyum,” sahut Carlio dengan muka yang merah.
“Apa perlu aku menabrakkan wajahmu agar berhenti tersenyum?!” tawar Glenio dengan emosi, pria itu tumben sekali sangat sensitif.
“Tuan lagi kasmaran?” tanya salah satu anak buahnya seorang tentara bertubuh gelap, ia adalah Alfonso. Sedangkan tentara pria bertubuh gempal di sebelahnya kerap dipanggil Mop.
Mereka sedang berpatroli mengawasi daerah kecil wilayah sudut Surabaya dengan mobil jep, melewati dan memutari setiap jalanan yang ada. Mereka mengantisipasi para pribumi yang tidak sedikit dari mereka memberontak atau terkadang protes. Mereka yang bertanggung jawab.
“Dengan seorang gadis pribumi,” bisik Mop pada Alfonso. Pria berkulit gelap itu menoleh pada temannya dengan ekspresif.
“Kau tau dari mana?” tanya Alfonso dengan nada rendah, sedikit berbisik pada Mop
“Kemarin aku melihat Tuan Carlio bermesraan di atas kuda,” balas Mop dengan berbisik pelan, Alfonso sangat terkejut.
“Aku mendengar ya,” sahut Carlio dari depan, pria itu memfokuskan dirinya menyetir. Senyumnya bisa ia kontrol kecuali merah wajahnya yang tak kuncung surut.
Alfonso tiba - tiba mencolek Mop di sebelahnya, temannya itu sungguh kesal hampir memprotes tapi sebelum itu Alfonso menunjuk sesuatu. Mop memfokuskan pandangannya, begitupun dengan Alfonso.
“Apakah pribumi dapat bebas mengakses suatu tempat untuk mengisi kebutuhan pengetahuan?” tanya Alfonso mengalihkan pembicaraan sebelumnya.
“Menagih pajak jika mau dan bakar jika tidak,” gumam Carlio menanggapi pertanyaan Alfonso, dirinya hanya berfokus pada setir. Glenio menggulirkan bola matanya pada Carlio.
“Kau yakin?” tanya Glenio memastikan, begitupun dengan Mop yang berpikiran sama dengan Glenio, kalau Alfonso mengiyakan saja tanpa mengerti.
“Ya jelas yakin, tunjukkan.”
Carlio menancapkan gasnya melaju sesuai dengan arahan yang diberikan Glenio ke sebuah tanah lapang yang tidak terisi. Mereka bertiga turun terlebih dahulu daripada Carlio yang sibuk mematikan mesin dan baru menyusul turun dari jep.
Pandangannya mengarah pada sekumpulan bocah pribumi dan beberapa di antaranya remaja, dan …
“Kahisyana,” Carlio mengatupkan bibirnya saat netra Kahis juga menatapnya. Keduanya sama sama terkejut, lebih terkejutnya Mop yang baru sadar.
Para pribumi yang bergabung dalam pembelajaran perdana hari pertama langsung ciut, berkerumun pada Kahis yang masih tak melepaskan tatapannya pada Carlio.
Kahis menatap Glenio yang menghampirinya dengan sengit, gadis itu berkacak pinggang dengan ekspresi menantang ke arah Glenio. Kahis kembali menatap Carlio yang berdiri mematung di tempatnya, bingung.
Glenio berdiri berhadapan dengan Kahis, mengelus tulang pipi Kahis lembut. Carlio meremat jemarinya, menahan emosinya yang kesal pada Glenio.
“Jangan kurang ajar, apa maumu?” tanya Kahis langsung menepis tangan Glenio secara kasar.
“Kami menagih pajak,” tagih Glenio menantang, ia juga tau bahwa gadis itu hanya menumpang di rumah adiknya. Apa yang bisa ia lakukan selain menyerah? Namun gadis itu masih berdiri dengan wajah yang ekspresif dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Kahis melangkah dengan sengaja menabrakkan dirinya dengan bahu Glenio, sangat angkuh. Tujuan Kahis tertuju pada Carlio, lelaki itu! “Mau uang,” pinta Kahis pada Carlio.
Keempat pria itu sama-sama terkejut, Mop paling terkejut di antara mereka. Saat Mop akan membuka suaranya, Alfonso langsung menutup mulut temannya kuat-kuat.
Kahis mendekatkan diri, mendongak lalu mensejajarkan diri untungnya Carlio mengerti dan sedikit menunduk. “Bayaran padaku karena telah menemani malammu,” bisik Kahis pada Carlio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments