005 - Mas Giricokro

Carlio tampak telaten mengobati Kahis, mengusapkan kapas pada luka Kahis hingga gadis itu meringis ke sekian kalinya. Carlio menatap Kahis, begitupun sebaliknya dan tiada percakapan di antara mereka.

Kahis masih berada di kamar pribadi Carlio, lalu di mana pria ini beristirahat? Luka pada telapak tangan Kahis didapat olehnya karena terlalu keras meremat tali kekang Crol.

“Sakit?” tanya Carlio ditanggapi gelengan kuat oleh Kahis.

“KOK ENGGAK PANGGIL SAYA SIH TUAN!” Suara nyaring yang dapat mudah dikenal, Mbok Nur menyelonong masuk dengan langkah cepat.

“Nduk yang sakit yang mana?” tanya Mbok Nur menelisik tubuh Kahis. Kahis lagi-lagi hanya menjawabnya dengan gelengan.

Lelaki itu begitu telaten, setelah menepuk-nepuk kapas di atas luka Kahis kini dirinya meniup telapak tangan Kahis tanpa canggung.

“Duh, tinggal cium aja,” gumam Mbok Nur membuat mereka berdua menatap Mbok Nur, empunya terkejut tak menyangka suaranya bisa didengar.

“Mbok bilang apa tadi?” tanya Kahis meminta pengulangan begitupun Carlio yang mempunyai pertanyaan yang sama. Mereka salah dengar bagaimana?

Mbok Nur hanya bisa menggaruk pelipisnya yang tak gatal. “Nduk, gimana Tuan Carlio? Ganteng mbuanget’kan?” tanya Mbok Nur yang kemudian menaik-turunkan alisnya berkali-kali.

“Maaf, Mbok. Gantengan Mas Giri,” sahut Kahis yang langsung menarik tangannya, Carlio yang berganti berkutat fokusnya pada luka Kahis di ujung kakinya seketika berhenti.

“Siapa itu Mas Giri?” tanya Carlio dengan nada serius, Mbok Nur juga serius ingin tahu.

“Pengen tahu atau hanya bertanya?” Kahis bertanya balik pada Carlio membuat Mbok Nur mengelus dadanya. Carlio hanya mengendikkan bahunya acuh.

Carlio menyelesaikan kegiatannya secara cepat, tanpa mengeluarkan sepatah katapun dirinya pergi keluar dari kamar meninggalkan Kahis yang mengatupkan bibirnya rapat-rapat dan Mbok Nur yang tampak panik.

“Mbok mau siapin makan malamnya dulu ya, Nduk.” pamit Mbok Nur kepada Kahis.

“Iya Mbok,” balas Kahis, Mbok Nur menyusul Carlio pergi keluar. Mengapa lelaki itu? Terasa berbeda kali ini.

Makan malampun tiba, Carlio tengah duduk di meja makan mendahului. Baginya tiada tandingan masakan Mbok Nur, menyiapkan piring di depan empat kursi yang ada juga membantu Mbok Nur membawa lauk pauk yang telah siap.

Sejak dirinya kecil, Carlio sendiri sudah terbiasa memakan beberapa masakan Nusantara apalagi Mbok Nur yang memasaknya. Makanan sederhana yang belum tentu bisa ia temukan di manapun.

“Nak Carlio tahu? Kahis tadi yang bantu Mbok,” jelas Mbok Nur saat menyiapkan makanan sedangkan Carlio yang telah duduk di meja makan mengangkat alisnya.

“Bantu Mbok?” tanya Carlio memastikan.

“Eh bukan, bukan bantu Mbok tapi Mbok yang bantu Nduk Kahis,” cengir Mbok Nur pada Carlio. Lelaki itu kembali diam, tanpa menanggapi perkataan Mbok Nur.

Tap.

Tap.

Dua pasang bola mata itu menolehkan atensi mereka secara bersamaan, menuju ke arah tangga. Fokus mereka tertuju pada gadis yang tengah berdiri di atas tangga, tunggu sepertinya ada yang lain. Ia pun menghentikan langkahnya saat kedua orang itu menatapnya menelisik dari atas ke bawah.

Kahis menggigit bibirnya ragu, merasa tak cocok dengan apa yang ia kenakan. Gaun selutut yang tak pernah sama sekali ia coba kenakan.

“Nduk, Mbok tadi pergi ke pasar sengaja mau cariin ini buat kamu. Dipakai ya cocok sekali buat kamu, Nduk.” pinta Mbok Nur tempo lalu sembari menenteng beberapa gaun selutut, Kahis mengerjapkan matanya perlahan sedikit terkejut.

“KIRAIN NDUK ENGGAK MAU!” teriak Mbok Nur kegirangan langsung menghampiri Kahis yang tengah tersenyum kikuk. Mbok Nur dengan semangat menarik Kahis turun ke bawah mengajaknya duduk di kursi berhadapan dengan Carlio yang tak kunjung surut menatapnya lalu dengan spontan lelaki itu melepaskan atensinya pada Kahis.

Pemberian Mbok Nur seperti sama halnya dengan pemberian Ibunya Kinarsih, sifat mereka tidak jauh beda. Jika ia tidak memakainya berarti juga tidak bisa menghargai’kan? Tapi Kahis masih selalu ingat dengan identitasnya, pastinya ia akan kembali memakai kebaya ataupun kemben. Sekarang rasanya ia seperti membuang identitas, tapi mau bagaimana lagi?

“Mari makan,” Mbok Nur paling ekspresif kegirangan. Wanita pribumi yang sepertinya bisa sangat dekat dengan Carlio, berapa lama mereka manjalin hubungan hingga sekarang ini? Hubungan mereka sudah seperti antara ibu dan anak, bukan hanya sekedar pengasuh.

Kemana keluarga Carlio? Kahis sendiri hanya mengetahui tentang Glenio yang nyatanya adalah kakak dari Carlio, mereka mempunyai kemiripan tapi Glenio lebih sensitif.

Tidak bisa, Kahis tidak bisa terlalu lama di sini. Kahis sudah berpikir matang-matang untuk pergi, lagipun tindakan Carlio sekarang telah menunjukkan untuk mempersilahkannya pergi bukan?

Pagi besok dia akan segera pergi meninggalkan rumah ini. Entah ia akan pergi kemanapun, asalkan ia tidak kembali pada Cahyo ataupun rumah ayahnya di Gresik. Karena yang dapat ia pastikan mengenai Kahis di malam itu, harga dirinya di mata penduduk akan hancur dan ia tidak bisa kembali dengan penilaian yang akan membuat keluarganya makin terpuruk. Sudah cukup, mereka masih dalam keadaan terpuruk.

Kahis tidak bisa berbohong jika ia rindu pada Ayahnya Manurta, Ibu Kinarsih dan Mas Giricokro. Bagaimana keadaan mereka? Apakah mereka baik-baik saja? Kemungkinan opsional utama Kahis, ia akan pergi ke kediaman Giricokro di Malang bertemu dengan Mbak Kinan di sana.

Ia sangat berterima kasih pada Carlio, malam ini secepatnya ia akan langsung berterima kasih. Ia tak enak, apa penilaian penduduk sekitar akan dirinya? Kahis juga tahu diri, dia adalah wanita dan seharusnya tau kodrat. Walaupun mereka keduanya tidak memiliki hubungan yang mendasari, Kahis harus melindungi citranya dan Carlio sendiri.

Kahis baru tersadar akan ruang makan di rumah Carlio, di sekeliling dinding terdapat beberapa patung khas Yunani. Banyak sekali patung dalam bentuk Ares dan juga Gaia, begitupun Arthemis, Zeus, Posei, Athena dan Nike yang lebih sedikit. Selebihnya Kahis tidak tahu, akan Kahis tanyakan pada Mas Giricokro setiba di Malang. Kakaknya itu lebih banyak tahu.

Melihat Carlio dan Giricokro menurutnya umur mereka tidak terpaut terlalu jauh. Carlio … lelaki itu, Kahis tidak banyak tahu tentangnya. Apa memang dia pure berdarah Belanda atau ada darah Indo-Belanda dalam dirinya? Kemana keluarganya, akankah telah pulang ke Belanda? Kemana lagi Glenio, apa dia juga punya rumah sendiri?

Kahis langsung mengalihkan atensinya pada Carlio, lelaki itu meletakkan garpu dan sendok yang sedikit berdenting di atas piring lalu memundurkan kursi tempat ia duduk, lalu beranjak dari duduknya setelah berberes dengan makanannya. Tanpa dentingan sendok, Kahis dan Mbok Nur saling tatap. “Kenapa Carlio, Mbok?”

“Aduh, Nduk. Mbok enggak mau kaya paling tau, tapi Mas Giricokro itu siapa?” tanya Mbok Nur, Kahis yang mendengar pertanyaan tentang siapa Giricokro langsung menghentikan gigitannya.

“Kenapa, Mbok?” ucap Kahis bertanya balik, Mbok Nur menepuk jidatnya.

“Nduk, Giricokro tuh kekasih apa bagaimana?” tanya Mbok Nur lagi secara lebih jelas, pertanyaan yang dilontarkan Mbok Nur kali ini seketika membuat Kahis tersedak sedikit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!