“Kamu enggak usah panik, Mas Giri itu orangnya mudah ngerti kok,” ujar Kahis kepada lelaki di sebelahnya. Carlio masih sempat kesal pada Kahis, kondisinya jauh dari kata pulih bahkan kakinya itu harus terbalut penuh oleh kain perban.
Juga, pikirannya terus memikirkan tentang dirinya pada Mas Giri. Sesuatu yang ditakutkannya hilang begitu saja setelah Kahis berkata bahwa Mas Giri adalah kakaknya. Sebenarnya ada banyak hal lagi yang ia takutkan, takut Kahis hanya sementara untuknya.
Carlio menatap semu gadisnya yang berlarian girang setelah turun dari mobil jep. Sesekali lelaki itu berteriak mengingatkan tetapi gadis itu seakan-akan tidak peduli dan mendengus padanya. “Aku tidak sakit lagi, aku sudah kuat. Jangan khawatirkan diriku, aku sudah sehat total,” ujar Kahis.
Carlio bergeming, sehat apanya? Jalannya saja masih terlihat terkencot-kencot. “Apa mau aku gendong?” tawar Carlio.
“Tidak mau aku tidak lumpuh, kalau aku lumpuh boleh-boleh saja,” balas Kahis, lelaki itu tidak henti-hentinya menghela napas pasrah.
“Jangan berkata seperti itu, aku tidak suka mendengarnya,” gerutu Carlio akan tetapi gadis itu tak menjawabnya.
Kahis menatap rumah besar Mas Giri, orang-orang di sekitar mengenalnya dengan sebutan Tuan Giri. Keduanya saling memancarkan pandangannya ke sekitar, Kahis masih teringat dengan Pak Le dan Buk Le … bagaimana keadaan mereka sekarang?
Linggarpun sudah dipulangkan oleh Jeffrien secara diam-diam, Kahispun penasaran bagaimana kelanjutan keluarga Pak Le menghadapi penduduk sekitarnya.
Desa itu tampak sepi, tidak seramai Kahis datang di hari yang lalu. Apa ada masalah lagi? Kahis juga ingin berniat menjenguk Linggar setelah mengunjungi Mas Giri, tetapi dia belum berbicara pada pria di sebelahnya yang tampak gelisah.
Senyum Kahis terbit, ia menatap Aily yang tengah bermain boneka di teras. Segera ia melajukan langkahnya sampai-sampai Carlio menahan bahunya pelan.
“Aku mendadak gelisah,” gumamnya pada Kahis.
“Percayalah padaku!” pinta Kahis lalu menarik cepat pergelangan tangan milik Carlio.
Bahkan, gelisah yang ia rasakan sekarang melebihi saat ia berhadapan dengan ayahnya. Menakutkan … tapi dengan begitu ucapan Kahis menghilangkan keraguannya.
“Aily!” panggil Kahis secara spontan, gadis cilik yang tengah melempar-lemparkan beberapa bonekanya sontak menoleh dan menyipitkan matanya.
“Bibi!” teriak Aily girang, segeralah gadis cilik itu beranjak berlari memeluk Kahis cukup lama, tak henti-hentinya Kahis mengecup Aily. Begitu rindu.
Aily kegirangan lalu dengan sempoyongan Kahis berusaha menggendongnya, membuat Carlio tampak panik. “Biar aku saja yang menggendongnya,” tawar Carlio hingga Aily menolehkan wajah padanya.
Aily menyerengitkan dahi, berusaha mengingat muka asing yang sekiranya pernah ia kenal namun sepertinya memang belum pernah bertemu. “Hai,” sapa Carlio.
Aily tampak bingung dengan raut muka bertanya pada Kahis. Kahis dan Carlio saling berpandangan.
Srak.
Kahis merespon dengan terkejut saat Aily diambil paksa dari gendongannya, Mas Giri kini berada di hadapannya menatap Kahis dan pria yang tidak dikenalinya dengan muka nyalang.
“Pergi.”
Kahis terkesiap mendengar pengusiran Mas Giri untuknya, raut muka itu tampak dengan emosi yang begitu meluap. Carlio menggenggam jemari Kahis mengajaknya untuk segera pergi, tetapo gadis itu bersikukuh untuk tetap berada di sana menolak genggaman Carlio secara halus.
“Mas Giri sama Mbak Miyum bagaimana kabarnya?” tanya Kahis lalu tangan kanannya ingin menggapai tangan Mas Giri untuk meminta salam namun segera lelaki itu tepis.
“Enggak usah basa-basi kamu, pergi dari sini! Mau saya seret? Malu-maluin keluarga, jadi pelacur orang ini toh?!” tuding Mas Giri sembari menunjuk Carlio yang juga menatapnya, gigi gerahamnya bergemelatuk tak tahan. Juga sepasang jemarinya ia remat kuat.
Aily dan Mbak Miyum juga berada di sana, berdiri di belakang Mas Giri tak jauh. Melihat persebatan dua saudara yang tak pernah bisa terbayang akan jadi seperti ini, Mbak Miyum memaksa Aily untuk pergi masuk rumah bersamanya namun anak kecil itu menolak. Mau tak mau Mbak Miyum menariknya secara paksa hingga Aily merasa kesedihan, ia meluruhkan air matanya. Ia sangat rindu pada Bibinya itu.
“Mas Giri bercandanya enggak lucu ah, ayo siapin makanan buat aku sama temenku ini, Mas,” ajak Kahis ingin segera menyelonong masuk ke rumah, Mas Giri sudah kehilangan kesabarannya ia mendorong pundak Kahis kasar dengan kedua tangannya hingga empunya sedikit akan terjatuh.
“Pelacur kamu pelacur, wanita hina aku enggak sudi mengakui kamu. Pergi!” usir Mas Giri dengan emosi yang membludak
Carlio segera membantu gadisnya itu untuk membenarkan berdirinya, ia menahan Kahis membiarkan tubuh besarnya menutupi Kahis. Gadis itu sedikit sesak, kakaknya benar berkata begitu padanya? Sialan. Buliran air mata Kahis tak bisa ia tahan, lolos begitu saja berkali-kali. Kini Carlio dan Mas Giri saling bersinggung tatap, menatap sengit.
“Kakak macam apa kau?” tanya Carlio dengan nada rendah.
“Londo, Londo, Londo lagi-lagi suka ikut campur!” teriak Mas Giri frustasi.
Srak.
Mas Giri tiba - tiba tak bisa dipercaya menggoreskan keris kecil miliknya pada leher Carlio. Lelaki itu menantang, mendekatkan tubuh besarnya pada Mas Giri. Keris kecil itu juga semakin mendekat padanya, menusuk sedikit.
“Mas Giri!” teriak Kahis pada kakaknya yang sedang layaknya kehilangan akal sehat, Kahis berusaha memberontak namun Carlio dengan kuat mencekal. Gadis itu semakin meluapkan tangisnya, ia belum pernah merasa sesedih ini.
Mas Giri mundur perlahan-lahan, menghindari Carlio dengan seringainya.
Lalu, Carlio berhenti menyunggingkan senyumnya mengejek. Ia mencolek sedikit darah yang mengalir dari lehernya, mencium darah kental miliknya itu. Carlio dengan keras menepuk-nepuk pundak Mas Giri. “Kalau saya ikut campur untuk gadis saya memangnya kenapa? Pribumi kolot!” serapah Carlio pada Mas Giri.
“Pergi sana kalian, saya enggak akan sudi menganggap dia adik saya. Kahisyana udah enggak ada, dia hanya lacur!” teriak Mas Giri sembari mengumpat keras.
Belum sempat Carlio ingin membogem rahang pribumi itu dengan keras, Kahis menarik lelaki itu menjauh. Gadis itu menariknya cepat, tak kuat lama-lama berhadapan dengan Mas Giri. Carlio mau tak mau menurut, Kahis kini berlari meninggalkan perkarangan rumah kakaknya dengan hati hancur.
Carlio mendesah kecewa, meraup wajahnya kasar.
Sedangkan pria yang ditinggalkan menjatuhkan dirinya duduk, tersungkur dengan sendirinya. Mbak Miyum — istrinya segera menghampiri suaminya yang mengerang frustasi, begitupun Aily takut-takut melihat dengan pikiran yang serba bingung.
Hancur juga hatinya, tak kuat berhadapan dengan adiknya. Mas Giri menepuk dadanya keras dengan perasaan penuh dongkol yang meluap, sedihpun yang tertanam. Miyum memeluk suaminya begitu erat berusaha menenangkan, lelaki dalam pelukannya itu semakin menangis sangat memohok hati.
“Miyum, gimana lagi ini ke depannya? Miyuuummm,” keluh Mas Giri. Mbak Miyumpun tidak bisa berkata-kata, senyum yang seringkali terpancar dalam dirinya kini tak terlihat.
“Udah, Mas udah! Selanjutnya kita serahkan pada Yang Kuasa, ya? Adik kita aman lho ternyata ada yang ngejaga,” hibur Mbak Miyum hingga akhirnya Mas Giri menyetujuinya dengan anggukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments