Tanah Bangsawan

Tanah Bangsawan

001 — Latar Kahisyana

Wanita kuat nyatanya tidak hanya bisa diukur dari segala aspek fisik yang mereka miliki, wanita kuat bisa pula dilihat dari mentalitas mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan sesungguhnya.

Ialah Kahisyana Ayu Manurta, gadis pribumi dari keluarga terpandang yang mempunyai andil penting. Di sisi kehidupan, ia hidup berdampingan dengan bangsa Londo yang menjajah mereka tak dapat terhitung sedikit berapa lamanya mereka menapaki tanah air.

Kahisyana adalah wanita kuat yang berusaha merebut hak yang mereka rampas tentang pendidikan yang harus diberikan selayaknya di tengah tantangan penduduk pribumi kolot yang ikut menentangnya mengartikan belajar itu tidak penting, yang terpenting adalah kerja keras dalam bekerja.

Kahisyana wanita kuat yang berusaha mengemansipasi para wanita di era membludaknya gempuran wanita berada di titik terendah. Mereka merampas kesucian gadis pribumi demi memuaskan nafsu bejat. Dengan segala mentalitas yang Kahis miliki, ia berusaha melawan segala hal salah. Semua orang berharga.

Dalam tulisan - tulisan mendebarkan yang sengaja dibuat dalam tujuan mengingat keadaan bangsa yang pernah kacau penuh injak terkhusus bangsa luar sekaligus untuk menceritakan peranan seorang wanita kuat yang melawan beberapa hantaman.

***

Cahaya baskara menembus atmosfer bergerak kilat tanpa tandingan di tempat Gaia, menerpa semua tempat yang telah lama ternirsinar. Baskara terus memendar tanpa henti, terkecuali saat perpaduan awan bergerumul menghadang pendarnya.

Pemilik mata berbulu lentik mengerjapkan matanya berkali-kali, iris coklat terangnya terbuka setelah merasakan sinar menusuk netranya. Memandang atap plafon yang sungguh asing untuknya, tunggu di mana dia? Segera ia beranjak dari tidurnya tetapi niatnya itu segera ia urungkan setelah merasakan sakit yang amat nyeri di seluruh badannya.

“Nduk, kui dah bangun toh?” Lontaran pertanyaan itu adalah suara pertama nan asing yang ia dengar. Seorang wanita paruh baya datang menggunakan kebaya polos dengan raut muka cemas. “Nduk Kahis,”

Gadis bernama Kahis itu menyerengit bingung ingin sekali bangkit duduk, bagaimana wanita ini mengenal namanya? Langsung dengan cekatan memapah dirinya yang dipanggil dengan nama Kahis bangun yang dilanda bingung sembari menyerengitkan dahi. “Nduk, kamu gapapa toh? Nduk.”

“Ini di mana ya, Mbok?” tanya Kahis keheranan, bola matanya menjelajah di setiap sisi ruangan. Ruangan asing layaknya rumah Belanda lama, hiasan ornamen di setiap sudut sudah cukup menjelaskan.

“Di kediaman Fredinand, Nduk,” jawab wanita itu yang telah duduk di tepi ranjang, tanpa diterka langsung mengelus surai Kahis lembut. Kahis menganggukkan kepalanya, ternyata pria egois itu? Tapi Kahis tanpa menahu siapa wanita paruh bayah asing ini.

“Kamu diselamatkan sama Tuan Carlio sehabis kejadian itu, Nduk,” ujarnya lagi mengisi kekosongan jawaban dalam benak Kahis sedari tadi.

“Berapa lama Mbok, Kahis di sini?” tanya Kahis, kembali menolehkan pandangannya ke setiap sisi.

“Tiga hari, Nduk. Ini di kamar pribadi Tuan Carlio sendiri,” timpalnya lagi membuat Kahis membulatkan mata.

“Mbok? Nyatanya semua orang Belanda seperti mereka berhidung belang,” acuh Kahis menjauhkan diri dari wanita paruh baya itu.

“Jangan langsung menyimpulkan seseorang dari luarnya, Nduk. Tuan Carlio pribadi yang sangat baik,” sela wanita itu sembari menatap Kahis.

“Pantesan, Nduk. Tuan Carlio tuh suka cerita gadis yang namanya Kahis, cantik banget rupanya,” Kahis langsung menatap wanita yang dipanggil Mbok olehnya dengan mengangkat alis sedikit.

“Nama Mbok siapa, ya?” tanya Kahis kepada wanita yang jelas dari kalangan pribumi, wajah yang penuh keriput dan mata penuh binar saat melihatnya.

“Mbok enggak punya nama resmi, tapi Tuan Carlio nyebut saya ini Mbok Nur,” jawab wanita tua itu yang kini diketahui Kahis namanya adalah Mbok Nur.

“Enggak punya nama resmi gimana maksudnya, Mbok,” kekeh Kahis mendengar penjelasan Mbok Nur seolah gurauan.

“Panjang ah Nduk, ceritanya. Lah, Nduk? Maaf ya, lupa nih ambil makan pasti lapar! Bentar toh, tak ambil makanannya dulu!” sergap Mbok Nur langsung mengacir pergi ke luar kamar, tidak sempat Kahis menahannya lagi.

Kahis duduk termenung, kejadian malam mencekam itu tidak akan pernah terlupa. Menembus hutan di saat lunar hanya bisa membantu dengan cahaya remang-remang. Rindu rumahnya dulu, rumah tempat berpulang yang kini tak lagi utuh.

Kahis mengerjapkan matanya berkali-kali, linangan air mata yang tidak bisa tertahankan.

Kahisyana Ayu Manurta. Gadis independent dari keluarga terpandang, Manurta. Ayahnya adalah Manurta, pria penyayang yang siap memasang tameng bagi keluarga mereka. Namun, hal itu hanya bersifat sementara.

Memang rutinitas seorang Kahisyana adalah berbaur dengan anak pribumi, meneduh di pondok sekaligus mengeluarkan suara kerasnya saat mengajarkan anak pribumi yang minimnya akan ilmu pengetahuan dasar.

Kahisyana mencapai lulusan sekolah menengah atas, maklum saja di zaman begitu memang telah tinggi pendidikannya. Apalagi kurangnya emansipasi wanita, walaupun begitu Kahisyana berasal dari keluarga terpandang kalangan pribumi dan juga tetap mendapat pelajaran tambahan dari Giricokro Manurta, kakaknya.

“Kenapa ini, Pak?” tanya Kahis saat dirinya habis pulang dari pondok anak-anak langsung diperkenalkan kepada pria tua bertubuh gempal, Mas Cahyo.

“Bapak mau atur pertunangan kamu sama Mas Cahyo,” jawab Manurta gamblang. Kahis dan Ibu Kinarsih langsung berdiri dengan ekspresi sulit dipercaya.

“Bapak!” sentak Kinarsih tak terima atas pernyataan Manurta, suaminya. Bagaimana tidak? Mas Cahyo memang sangat kaya, tetapi apakah etis menjalin hubungan seumur hidup dengan pria seusia ayahnya sendiri? Mempunyai wanita simpanan di mana-mana.

“Kahis enggak mau, Pak!” bentak Kahis langsung meninggalkan pihak Cahyo yang tak terima.

“Apa-apaan ini Nurta?!” tanya Cahyo tak terima. Manurta langsung menyusul Kahis.

“Bapak punya utang banyak, Nduk. Mas Cahyo udah banyak bantu kita selama ini. Mohon sekali pengertian kamu ke keluarga kita? Apa yang dikatakan orang-orang kalau kita jadi gelandang?” Manurta memohon sambil terisak.

“Kahis lebih milih jadi gelandang aja kalo gitu,” tolak Kahis mentah-mentah. Toh, ini hidupnya. Selama ini Kahis bisa menerima semua keputusan ayahnya, namun terkhusus ini tidak karena menikah adalah penentu. Apalagi untuk seumur hidup.

“Bapak kurang apa sih ke kamu?!” tanya Manurta membentak Kahis, Kinarsih menyusul sekaligus melihat perdebatan di antara keduanya.

Namun, prinsip yang selama ini Kahis tanam terlepas sia-sia. Setelah Kahis memikirkannya dalam waktu yang lama akhirnya menyutujui menjalin hubungan dengan Mas Cahyo.

“Dek, kamu yang bener aja lah!” Giricokro dengan suara lantang tak terima tiba-tiba menyelinap masuk ke dalam kamar adiknya. Kahis tampak termenung melihat langit yang kala itu masih terpenuhi oleh bintang.

“Mau gimana lagi?” tanya Kahis pasrah lalu menghembuskan napasnya berkali-kali. Kahis berdiri, menggulung lengan bajunya memperlihatkan luka kemerahan lalu berpindah memperlihatkan kakaknya itu lehernya itu lingkaran hitam membekat belum lagi akar rambutnya yang masih terasa sakit hampir lepas. Gadis itu kembali duduk, kembali memperlihatkan pipinya yang membengkak akibat kepingan botol kaca yang terlempar kepadanya. Gricokro langsung terhenyak sesaat. “Ibuk juga diginiin, gila bapak!”

“Sialan, Bapak yang giniin?!” tanya Giricokro memanas langsung beranjak dari duduknya. Namun, hal itu langsung dicegat Kahis yang menggelengkan kepalanya.

“Mau apa, Kak?” tanya Kahis menarik tangan Giricokro. Lelaki yang jarak umurnya hanya terpaut dua tahun itu bertindak resah.

“Mau bunuh, berani-beraninya ke kamu!” jawab Giricokro meletup-letup.

“Heh, kalo begitu Kakak yang mau bunuh saya!” balas Kahis menatap tajam Giricokro. “Sudahlah, ini aku juga mau. Mas Cahyo kaya, nanti aku bagi hartanya ke Kak Cokro juga,” timpalnya lagi melucu, Giricokro mengepalkan tangannya.

“Masa depan kamu gimana, bajingan?” tanya Giricokro semrawut, mengacak-acak rambutnya yang kini berantakan.

“Biarlah itu, asal Bapak sama Ibuk enggak melas aja hidupnya! Kamu yang urus Pondok aku ya,” pinta Kahis membuat Giricokro merosotkan bahu.

“Terserahlah, dek. Jangan nyesel aja,” dengus Giricokro langsung meninggalkan kamar Kahis.

Bayangan - bayangan buruk yang ada dalam pikiran Kahis salah, ia lebih jauh terpuruk.

“Jangan berani-berani kamu sentuh saya, mundur!” sentak Kahis saat mendapati dirinya di tempat yang salah, alkohol telah menghilangkan sedikit kesadarannya.

“Kamu udah dijual pada saya! Lacur kamu!” bentak tentara Belanda yang kini bertelanjang dada, mendorong kuat Kahis hingga terbaring.

Duakhh

“SIALAN AH!”

Kahis langsung melompat kabur usai menendang telak bagian intim pria itu hingga terkapar mengerang sakit. Hal itu memancing tentara Belanda yang lain saat asik menikmati waktu mereka. Merasa tak terima, mereka langsung bersama-sama mengejar Kahis.

Kahis menerjang penghalang yang menghalangi kakinya berlari. Pakaian tipis yang masih membalut dirinya pun hampir terkoyak terkena kikisan ranting pohon yang tajam. Lebih baik mati ketika memperjuangkan kesucian daripada hidup dalam keadaan hina.

Cahyo keparat!

Gerombilan pasukan di belakangnya mengejar, untung saja tubuh kecilnya bisa melesat melewati sempitnya akses jalan. Kaki kecil tanpa alas menapaki ranting yang siap menusuk, kakinya nyeri sangat nyeri tak tertahankan.

Gerombolan itu hampir tertinggal jejak. Tanpa penerangan, hanya dibantu oleh temaramnya bulan. Kahis harap kuasa membantunya walaupun terkadang harapan tidak sesuai realita.

Bruk.

Tamatlah sudah sepertinya, pakaiannya juga sudah terkoyak.

“Kahisyana,” panggilan itu membuat Kahis menyempatkan membuka matanya lagi. Mata elang yang tampak tidak seperti yang ia liat dulu. Benar, Kahis mengenali mata itu.

Pria itu mendekap Kahis erat, begitu erat hingga Kahis sadar bahwa doanya ke Yang Maha Kuasa kali ini berhasil.

“Kahisyana,”

“Kahisyana, tenang,”

Terpopuler

Comments

Arlingga Ve Mustafa🇮🇩🇹🇷

Arlingga Ve Mustafa🇮🇩🇹🇷

hadir,,,, semangaat ea,,, 💪💪

2024-06-19

0

Yi Yid

Yi Yid

siapa ini? carlio kh

2024-05-28

0

Ikhsan

Ikhsan

bagus kak,keren

2024-05-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!