.
Pov. Ashenda Reamurthi
.
.
.
Aku semakin betah meringkuk di dalam dekapan hangatnya walau sebenarnya aku sudah terjaga sejak lama dalam kondisi yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Masih lekat dalam ingatan ku saat ia dengan panik menggendong ku menuju kamarnya karena memang posisinya lebih dekat dari ruangan tempat kami berbincang tadi daripada harus menuju kamarku yang letaknya sangat jauh.
Tanpa pikir panjang apalagi meminta pendapatku terlebih dahulu ia langsung menghangatkan tubuhku di dalam dekapannya. Tak peduli bagaimana nanti reaksi yang akan ku tunjukkan atas aksi nekadnya tersebut.
Entah sudah berapa lama kami sudah terlelap di dalam posisi itu, diam - diam aku berharap agar waktu berjalan lebih lambat agar kami tak segera menjumpai pagi. Aku sangat bahagia sekali saat ini. Sangat bahagia.
Jika aku tau berada di pelukannya akan terasa senyaman dan se tentram ini, tentu aku tak akan meninggalkannya saat itu. Karena kusadari debar cinta di dadaku masih sekuat dulu. Bahkan semakin menguat saat kurasakan detak jantungnya perlahan menggetarkan wajahku yang tengah menempel di dadanya.
" Lo udah baikan?." Ku dengar suaranya menggema di atas kepalaku. Rupanya ia mengetahui kalau aku telah terjaga meski aku tak mengeluarkan suara apapun.
Entah sejak kapan Ia terjaga dari lelapnya. Lalu perlahan merenggangkan dekapannya dan bersiap untuk bangkit dari sisiku. Di momen itulah agak nekad aku menarik lengannya, hingga akibat dari perbuatan ku tersebut tubuhnya yang masih limbung karena baru saja terbangun dari tidurnya, jatuh kembali ke sisiku.
" Lo mau kemana? Kenapa harus ada kecanggungan lagi?." Tanyaku dalam posisi kami yang begitu dekat hingga dapat ku rasakan hangat nafasnya menyapu lembut wajahku.
" Gue takut kehilangan lo untuk kedua kalinya ..." Desisnya penuh rasa khawatir, dan sorot matanya sayu. Aku tau itu akan sangat menyakitkan baginya jika sampai terulang. Itu sebabnya ia sangat berhati-hati dalam memperlakukanku.
" Lo pikir gue dateng jauh-jauh ke Moscow cuma untuk hal yang sia-sia? Gue dateng buat lo. Hanya buat lo, Mikh." Kalimatku tajam seolah menantangnya, sembari berharap itu akan menerbitkan inisiatif di benak cowok itu untuk bersikap lebih agresif.
Dan tebakanku tak meleset, ia memang selalu menolak untuk diremehkan, hingga tak menunggu lama ia langsung mengikis jarak di antara kami. Bak seorang ksatria sejati, ia akan memberikan pembuktian bahwa ia adalah seorang yang tangguh dan tak terkalahkan.
Perlahan namun pasti ia mengalirkan kehangatan itu kembali dalam dekapan eratnya. Tak berhenti sampai disitu, aku pun dibuat melayang oleh kecu_pan demi kecu_pan ba_sah penuh gai_rah yang menghujani setiap jeng_kal tu_buhku. Terasa begitu nikmat dan penuh energi hingga menjalar ke dalam nadiku.
Darahku berdesir-desir dari ujung kaki ke ujung kepala, detak jantungku berpacu sangat kencang, dan nafasku memburu, berlomba dengan desah rindu terpendam yang ingin segera dituntaskan.
Aku tak mampu lagi berkata-kata, hanya diwakili oleh rin_tih dan jeri_tan manja ku yang terdengar memecah keheningan malam yang membeku di Kota Moscow.
" ssshhh ... Hmmmppp ... Terus sayaangg ..." tanpa ku sadari bibir ku meracau dan menciptakan suara-suara yang tak biasa, hingga hal itupun semakin mengobarkan api gai_rah di kepala Mikhail.
Sesekali ku tatap wajah gagah itu yang mulai berpeluh dengan senyuman bahagia, memberinya kesan bahwa aku sangat bahagia sekali saat itu, dan ingin menyatukan jiwa raga kami lebih erat lagi dari sebelumnya.
Seakan mengerti has_ratku, gai-rah di dadanya semakin menyala dengan hebatnya. Tak peduli berapa lama sudah waktu berlalu, buai rindu ini butuh batas pencapaian yang sempurna. Berpacu dengan detak jantung yang tak lagi beraturan, aku men_jerit tertahan saat ku rasakan bulir-bulir kehangatan yang luar biasa menenangkan merasuk ke dalam diriku tanpa begitu kusadari.
Kedua mataku terpejam lena demi meresapi kenyamanan itu dalam-dalam. Untuk beberapa saat aku terbiar dan tenggelam dalam rasa itu hingga tak kusadari Mikhail mengecup bibirku untuk kesekian kalinya seolah menyadarkanku dari keterpakuan.
Ia lalu berbaring di sisiku, menatapku penuh cinta. Entah kenapa mendadak aku merasa malu. Karenanya kubenamkan wajahku dibawah dagunya agar ia tak bisa lagi menatapku.
" Janji gak akan pergi lagi?." Bisiknya lirih. Aku merasa tak perlu lagi menjawabnya. Bagaimana mungkin terlintas di benakku hal semacam itu setelah ku serahkan segenap jiwa ragaku seutuhnya padanya. Ia tak bersuara lagi, kurasa ia pun tak membutuhkan jawabanku lagi.
.
.
Pov. Mikhail Alferov
.
.
.
Ku tinggalkan kediaman Dokter Mendelev dengan perasaan lega campur takjub. Bagaimana tidak, ia bilang aku tak membutuhkan dia lagi karena hasil check up hari ini menunjukkan progress yang sangat signifikan.
Sebenarnya aku pun dapat merasakan perubahan itu, khususnya menyangkut emosi ku yang cenderung lebih stabil dan terkontrol. Hal itu tentu tak lepas karena kehadiran bidadariku yang merupakan obat dan therapy yang paling ampuh untuk segala jenis keluhan yang ku derita.
Dalam perjalanan menuju pulang ke rumah, aku sengaja mampir ke Yuva Cafe. Membungkus beberapa menu untuk kubawa pulang demi menyenangkan hati 'kesayanganku'. Dapat ku lihat keceriaannya yang langsung terpancar ketika aku menyamakan pendapat soal makanan. Terlihat sepele, namun sangat penting.
Mungkin kini aku yang perlu mengerti dirinya lebih dalam, aku harus mulai memaklumi semua yang menjadi kebiasaannya selagi itu bernilai positif, bahkan sebisa mungkin aku akan mencoba untuk ambil bagian dalam setiap kegiatannya. Aku tak bisa lagi membuatnya menjauh kali ini. Takkan ku biarkan ia mengeluh tentangku, sekuat tenaga aku akan selalu berusaha membuatnya bahagia.
Aku menahan senyum ketika melihat Ashen nampak lucu dalam balutan kemeja putih yang kebesaran. Saat meninggalkannya dalam posisi tidur tadi pagi, aku lupa meminta pelayan untuk membawakan gaun untuknya ke kamarku.
Tapi semakin ku amati, pakaian itu tak sedikitpun mengurangi kecantikannya, bahkan terlihat tetap menawan dengan kancingnya yang seperti sengaja dibiarkan terbuka hingga menampakkan bela_han da_danya yang indah, serta bagian bawah dibiarkan terbuka tanpa mengenakan bawahan sehingga pa_ha mu_lusnya nampak begitu meng_goda.
Sepertinya Ia mengerti arti tatapanku yang nyaris tak berkedip demi tak ingin melewatkan pemandangan itu. Aku pun di buatnya geregetan dengan sikapnya yang sedikit malu-malu. Ya ampun aku sampai menelan saliva ku berkali-kali.
Tanpa aba-aba ku hampiri ia yang duduk di tepi ranjang, ku rebahkan tubuhnya ke atas kasur. Tak tahan aku melihat bibirnya yang ranum itu seolah memanggil-manggil ku.
Ia men_de_sah tak sadar saat jemariku menyu_sup dari bagian bawah kemejanya. Melihat tak ada respon penolakan sedikitpun, aku pun tak ragu untuk mengulangi kemesraan yang terjadi tadi malam. Can_du.
" Gue tadi mampir ke Yuva Cafe. Gue bawain ayam geprek, ikan bakar, gado-gado, sama mangga arumanis. " Setelah meminta jatah obat siangku, aku baru ingat kalau tadi aku membawakan banyak makanan untuknya.
" Serius? Banyak banget" Sudah kuduga akan kudapatkan respon sebaik itu darinya.
" Emangnya gue gak boleh ikutan makan juga?!" Aku melotot gemas ke arahnya. Ia kemudian tergelak.
" Yakin mau belajar makan sambel?" Ia mengejekku.
Tawaku pecah, tapi aku akan berusaha hingga ia tak bisa lagi mengejekku. Jika hatinya yang sekeras batu saja bisa kutaklukkan, apalagi hanya sambel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Udah MP duluan sebelum Nikah..
2025-01-02
0