.
Pov. Ashenda Reamurthi
.
.
Aku berhasil menjadi kebanggaan sekolahku di olimpiade sains. Mengharumkan nama sekolah di mata nasional, dan kini aku siap melaju ke kancah olimpiade internasional.
Hal itu dapat ku raih dengan mudah tentunya karena rival terberat ku telah di diskualifikasi sebelumnya. Jika tidak, tentunya aku perlu usaha lebih keras untuk mengunggulinya.
Ya. Peristiwa penyerangan terhadap Jody dan Raisa beberapa hari lalu membuat Mikhail resmi di diskualifikasi dari keikutsertaannya di olimpiade sains. Nama besarnya tercoreng akibat tindakannya yang sudah masuk dalam kategori kriminalitas. Namun karena uang dan tahta ibunya, ia terbebas dari proses hukum dengan mudah.
Tak hanya absen dari olimpiade sains nasional, tapi ia juga absen dari kelas. Sudah satu minggu ia tak datang ke sekolah sejak peristiwa itu.
" Untung lo udah putus sama dia, shen. Dia udah sakit jiwa tau gak." Jody berkata dengan geram saat aku menjenguknya di rumah sakit. Ia terluka parah akibat di hajar secara brutal oleh Mikhail.
Aku segera berpamitan setelah sempat ku kunjungi Raisa juga. Aku masih tak habis pikir, dua orang dari kelasku sudah menjadi korban kekejaman Mikhail yang dulu kukenal sebagai pribadi yang sangat lembut dan penyayang.
Entah apa jadinya jika hal ini terus terjadi tanpa penanganan khusus, ia mungkin akan menjelma menjadi sosok yang benar-benar sakit jiwa seperti yang dikatakan oleh Jody.
Ku temui Nyonya Sofia Kovalevskaya di rumah besarnya, walaupun ia menyambut ku dengan sangat tidak ramah.
" Mau apa kamu datang ke rumah ini lagi? Belum puas kamu menghancurkan Mikhail, hah?!" Suara wanita itu meninggi.
" Aku tau aku gak akan mendapat maaf dari kalian. Tapi tolong izinkan aku menemuinya" tetap aku meminta dengan tenang meski sejak tadi hanya sikap antipati yang ditunjukkan oleh wanita terhormat itu.
Nyonya Sofia Kovalevskaya mengangkat sudut bibirnya, sinis.
" Untuk apa? Sudah cukup dia menderita karena kamu selama bertahun-tahun. Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi di hadapannya. Atau dia akan semakin hancur" suara wanita itu tiba-tiba berubah parau.
" Tolong beri aku kesempatan bertemu Mikhail sekali aja. Aku janji aku gak akan bikin masalah. Tolong." Aku memelas hingga bersujud di kaki wanita itu yang tengah berjuang menahan tangisnya agar tak pecah.
" Dia berada di Moscow saat ini, bersama dokter yang menanganinya. Dokter Mendelev _ Ahli jiwa terbaik di sana. Karena Dokter Ilham juga menyarankan agar Mikhail kembali ke Moscow untuk melanjutkan therapy." Wanita itu akhirnya melunak.
Hampir dua puluh jam aku menempuh perjalanan udara menuju bandara internasional Rusia_ Moscow Sheremetyevo, setelah sebelumnya sempat transit di bandara Changi- Singapore.
Ini merupakan pengalaman pertamaku bepergian ke luar negeri terlebih dengan durasi terbang yang hampir memakan waktu sehari-semalam.
Di bandara Moscow Sheremetyevo aku sudah dinantikan oleh sopir pribadi nyonya Sofia Kovalevskaya. Sehingga aku tak perlu kebingungan setelah menginjakkan kaki di sana.
" I use English only" kukatakan padanya kalau aku hanya bisa berbahasa Inggris, dan aku belum menguasai bahasa Rusia.
Jika saja aku datang dengan niat berlibur tentu aku akan mengambil kelas singkat belajar bahasa Rusia sebelumnya. Tapi berhubung kedatanganku dalam kondisi darurat, aku tak bisa melakukannya. Untung sang sopir juga mahir berbahasa Inggris hingga kami dapat berkomunikasi dengan lancar.
Bulan Oktober sudah memasuki musim dingin di Moscow. Semoga saja aku bisa beradaptasi dengan baik. Aku yang terbiasa berpakaian casual dan serba minim di Indonesia terpaksa harus membiasakan diri untuk mengenakan mantel bulu tebal berlapis-lapis.
Mobil itu berhenti di depan pagar sebuah rumah besar nan megah setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Lalu pintu pintu gerbang terbuka secara otomatis hingga mobil yang ku tumpangi kembali meluncur membelah sebuah area taman yang luas.
Di pintu utama, aku di sambut oleh seorang pelayan, yang kemudian langsung mengambil alih koperku. Ia antarkan aku ke sebuah kamar yang sengaja dipersiapkan untukku. Sebuah kamar yang luas lengkap dengan perabotan mewahnya, serta di lengkapi dengan penghangat ruangan otomatis.
Segera ku baringkan tubuh lelahku di atas kasur dengan perasaan penuh kelegaan. Akhirnya kutemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat setelah puluhan jam aku disiksa dalam ketegangan.
***
.
Pov. Mikhail Alferov
.
.
Ku buka pintu kamar itu dengan perasaan tidak menentu. Aku baru saja selesai menjalani therapy bersama dokter Mendelev sehingga aku baru mengetahui kalau ada seseorang dari Indonesia sengaja datang mencari ku.
Jika hanya mendengar dari pelayan dan sopirku saja, aku masih sulit percaya bahwa sosok itu adalah seseorang yang paling ku tunggu kedatangannya. Namun kini setelah ku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku baru yakin jika semua itu bukan hanya hayal belaka.
Seorang gadis cantik dengan fisik yang nyaris sempurna dalam penilaianku, tengah terlelap dalam mimpinya. Di dalam balutan gaun tidur berbahan sutra berwarna rose ia semakin nampak menawan.
Pipi ranumnya, bibir manisnya, hidung bangirnya, bulu mata lentiknya, dapat ku lihat dari jarak yang sangat dekat. Sungguh keindahan itu kini nyata di hadapanku, bukan hanya mimpi seperti yang selama ini selalu menggoda dalam kesunyianku.
Entah sudah berapa jam bidadari itu terlelap. Tentunya ia lelah setelah menempuh perjalanan panjang. Sementara aku masih berdiri mematung di sisi ranjang dimana gadis itu berbaring.
Aku tak ingin mengganggu tidurnya, namun juga tak rela beranjak pergi dari sana. Entah kenapa hanya dengan melihat gadis itu tertidur saja hatiku sudah merasakan ketenangan yang luar biasa.
Segera ku buang pandangan saat gadis itu berganti posisi membelakangi ku. Bagaimana tidak, dengan gaun tipis itu bentuk tubuhnya yang seksi kini terbentuk dengan jelas. Terlebih karena ujung gaunnya tersingkap hingga menampakkan sebagian pa_ha mu_lusnya.
Aku segera memutar langkah menuju pintu karena aku tak bisa bertahan disana lebih lama lagi di dalam situasi ini.
" Mikhail ..." Sebuah suara lembut yang tak pernah ku lupakan menghentikan langkahku seketika.
Sesaat aku sempat berpikir bahwa ini cuma hayalan belaka, karena terlalu dalam aku merindukan suara itu. Namun semuanya menjadi nyata saat aku membalikkan tubuhku ke arah nya.
Gadis cantik itu telah terjaga dari tidurnya, menatap penuh pendar ke arahku dalam posisi duduk di tepi ranjang.
Tiba-tiba aku merasa bingung untuk bersikap. Canggung. Seolah kami baru saja saling mengenal.
" Udah bangun?" Tanyaku terdengar kaku. Masih mematung di tempatku tepatnya di depan pintu.
Gadis itu tak menjawab, ia turun dari tempat tidur lalu mulai melangkah ke arahku.
" Udah lama disini? Sorry ya gue tidur gak inget waktu." ucap gadis itu sambil mengacak rambut indahnya, membuat ekspresinya menjadi lucu dan menggemaskan.
" Gak pa-pa. Kalo masih ngantuk tidur aja lagi." Aku bersiap meninggalkan ruangan itu namun sebuah tangan mencegahku.
Deg! Jantungku berdegup kencang demi mendapati tangan gadis itu yang sudah melingkar di lenganku.
" Ada apa?" Tanyaku kaku sekaligus gugup. Sekilas saja aku menatap matanya.
" Gue laper ..." Rengeknya sambil memegang perutnya.
Aku tersenyum lega, setalah cukup lama aku tak melihat tingkahnya yang sedikit manja itu.
" Ganti baju sana. Gue tunggu di bawah" ucapku sebelum ku tinggalkan ia yang sempat mengukir senyum manisnya.
Aku menuruni tangga sambil senyum-senyum sendiri. Ada perasaan bahagia yang meliputiku, suatu perasaan yang telah begitu lama tersimpan hingga aku lupa kapan terakhir kalinya aku tersenyum bahagia sebelum hari ini.
Entah angin apa yang membawa gadis itu datang mencariku. Karena seingatku, terakhir kami bertemu masih dalam kondisi tegang di dalam rivalitas. Aku tak tau apa tujuannya datang padaku. Semoga saja ini pertanda baik, takdir telah membawanya kembali kepadaku. Semoga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments