Bab 15. Masih Cinta???

.

Pov. Ashenda Reamurthi

---

.

.

Di tengah perjalanan, Haikal tiba-tiba menepikan sepeda motornya padahal rumahku masih cukup jauh.

" Kok berhenti disini?" Tanyaku bernada heran dengan alis yang bertaut.

" Kalo gue terusin, yang ada seragam gue bakalan basah total karna airmata lo." jawab Haikal sedikit kesal campur prihatin sambil menatap ke arahku.

Aku tertunduk sejenak sambil menyeka pipiku yang basah dengan ujung jemariku.

" Gue belum mau pulang." ucapku menegaskan kalau aku masih butuh waktu untuk menenangkan diri di luar, kalau langsung pulang ke rumah sebelum suasana hati ini tertata kembali dengan baik, yang ada nanti justru aku akan tenggelam dalam lamunan yang tak berujung.

Lalu Haikal berinisiatif untuk membawaku ke rumahnya setelah sebelumnya meminta izin kepada papaku tentunya. Aku pikir tak mengapa sesekali mengunjungi saudari papaku yang tak lain adalah mama dari Haikal karena kami memang jarang sekali berjumpa.

" Ashen kenapa kal? Jangan-jangan Kamu yang udah bikin dia nangis?." Ku dengar tante Windi bertanya pada putranya dengan menyusulnya ke dapur. Tapi tak ku dengar Haikal menjawabnya, mungkin ia bicara setengah berbisik pada mamanya.

" Kamu istirahat dulu aja di kamar Haikal ya. " Ucap tante Windi usai ku minum air putih yang ia bawakan untukku.

Aku mengangguk lalu mengikuti langkah kaki Haikal menuju ke kamarnya.

Aku jadi ingat dulu ketika aku masih sering ke rumah Mikhail. Saking seringnya aku kesana dan sudah tak dapat dihitung lagi, aku sampai hafal letak semua barang yang ada di kamar tidurnya. Sebuah tempat yang ku nilai paling nyaman di antara tempat-tempat lainnya di muka bumi, di mana kami sering menghabiskan waktu bersama. Belajar bersama, berbincang, bercanda bahkan memadu kasih.

Tak dapat ku tahan air mataku yang memaksa meluncur menuruni pipiku kala mengenang semua kenangan indah bersama dengan Mikhail.

" Udah dua tahun lebih sejak lo bikin keputusan untuk menjauhi dia, dan hari ini lo malah kayak gini. Ini jelas membuktikan, kalo Lo masih sayang banget sama dia, shen." Haikal yang sudah menjadi tempat curhatku selama ini sudah mengerti betul perasaanku.

Aku menangis sesenggukan di dalam pelukan Haikal. Entah kenapa aku merasa hari ini aku begitu rapuh. Satu persatu ingatanku tentang hari-hari bahagia yang telah ku lalui bersama Mikhail melintas tanpa jeda. Bertubi-tubi menyerang ingatanku hingga membuat aku tak bisa berpikir jernih.

" Gue benci sama dia kal. " Ratapku pilu meski itu bertentangan dengan apa yang sebenarnya ada di dalam hatiku.

" Bibir lo emang bisa bilang benci. Tapi lo gak bisa bohongin perasaan lo sendiri. Udah akui aja kalo lo masih sayang sama dia. Gue yakin kok dia bakal nerima lo dengan tangan terbuka." Haikal memberi saran. Mungkin ia iba melihatku yang hilang keceriaan selepas memutuskan berpisah dari Mikhail.

" Tapi gue gak mau masuk ke keluarga itu kal. Bikin gue stress dan gak bisa mikir sama sekali. Gue pengen hidup bahagia tapi dengan cara gue sendiri. " Bantahku.

" Shen, semua masalah pasti ada solusinya. Kalo memang dia sayang sama lo, dia gak akan buat lo ngerasa terkekang. Coba deh lo ajak dia ngomong baik-baik. Lo sampaikan apa yang jadi keinginan lo pelan-pelan. Gue yakin dia pasti bisa ngerti kok." Haikal meyakinkanku.

" Tapi kal, gue udah bikin taruhan sama dia. Kalo gue yang unggul di olimpiade sains nanti, gue minta dia buat jauhin gue selamanya." ujarku yang membuat Haikal langsung melotot ke arahku mendengar pengakuan itu.

" Gi_la lo ya! Lo tuh jahat banget tau gak! Gak nyangka gue!." Hardik Haikal dengan wajah kesal sambil melempar tatapan tak bersahabat ke padaku

" Gue gak punya pilihan lain, kal. karena gue gak bisa terus-terusan liat dia cari-cari perhatian ke gue." Sahutku walaupun terdengar egois mungkin bagi Haikal.

" Iya, itu karna lo takut ketauan kan kalo lo masih sayang sama dia?! Lo tuh jahat banget shen! Dan hebatnya dia udah lo jahatin tapi tetap aja kekeuh ngejer-ngejer lo. Dimana lagi lo bisa dapetin cinta setulus itu shen!." Kini Haikal benar-benar memihak kepada Mikhail, bukan padaku.

" Dan apa yang terjadi kalo seandainya dia yang berhasil unggul?" Haikal ingin tahu.

" Dia mo bikin gue bertanggungjawab atas semua penderitaan yang udah gue kasih ke dia selama ini. Dia juga bilang gak akan mengampuni gue." Jawabku sambil terisak.

" Syukur deh. Gue doain agar dia yang unggul, bukan lo. " Aku terkejut mendengar perkataan Haikal karena ia sama sekali tak membelaku sebagai sepupunya, dan malah membela Mikhail yang bahkan selalu bersikap antipati terhadapnya.

" Kal, lo gak liat raut wajah penuh dendamnya dia. Gue aja sampe gak ngenalin dia lagi. Setau gue, dia dulu gak kayak gitu." jujur aku sangat takut saat mengenang itu.

" Ya Tuhan ..." Haikal mendesis sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

" Lo bener-bener udah sukses bikin dia depresi. Lo sendiri yang bilang kalo dia itu tipe orang yang tertutup banget, gak punya temen, jarang keluar rumah kecuali untuk ke sekolah, dan satu-satunya temennya itu cuma elo. Itu artinya lo adalah dunia-nya. Dia gak butuh hal lain lagi selain lo. Jadi wajar kalo dia depresi berat gara-gara lo jauhin dia." Haikal terus mencecar ku tanpa ampun.

" Tolong hentikan kejahatan lo ini sebelum terlambat, shen. Atau lo akan menyesal seumur hidup lo." Haikal mengakhiri wejangannya sambil menggenggam tanganku memberiku dukungan dan ia bantu menghapus air mataku dengan tisu.

" Thanks, kal." ucapku sambil berusaha ukir senyum.

Hampir waktu Maghrib Haikal mengantarku pulang ke rumah. Namun ia langsung berpamitan setelah sempat mengobrol singkat dengan mama. Ku lambaikan tanganku sambil mengulas senyum tipis sebelum ia dan sepeda motornya menghilang di ujung tikungan.

" Sayang ..."

Mama muncul dari balik pintu beberapa saat setelah aku keluar dari kamar mandi dan sudah selesai berpakaian.

Aku yang berdiri mematung menghadap ke jendela lalu menoleh sambil membuka kedua tanganku karena tangisku mulai berderai kembali. Mama langsung mendekat dan menenangkan ku di dalam pelukan hangatnya.

Memang sejak kepulanganku tadi, mama menatapku dengan mata sendu. Aku yakin ia faham sekali atas apa yang tengah aku rasakan kini.

" Kamu masih mencintai Mikhail, kan?." Sambil mengusap-usap punggungku, tiba-tiba mama menanyakan hal itu yang beberapa waktu belakangan bahkan tak pernah lagi terdengar nama itu di sebut di rumah ini.

Aku tak menjawab. Karena aku yakin mama lebih mengetahui perasaan anak bungsunya ini.

" Mama masih berharap agar kalian bisa bersatu kembali. Mikhail anak baik. Semoga akan ada keajaiban yang bisa merubah segalanya seperti semula." Mama membisikkan sebait do'a di sisi telinga ku yang lalu ku'amin'kan dalam hati.

YuKa/ 230324

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!