Pov. Mikhail Alferov
,-------
Masih dalam balutan handuk sehabis mandi, aku menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur. Berharap lelah pikiranku akan membuatku segera terlelap. Namun semakin aku mencoba, aku semakin sulit untuk memejamkan mata. Ada sesuatu yang mengusik pikiranku.
... Lo gak perlu overprotektif kayak gini ke gue. Kita tuh cuma temenan ....
Kata-kata pedas itu tak berhenti terngiang-ngiang di telingaku. Akhirnya aku menyadari hubungan sebenarnya di antara kami. Kedekatan kami selama ini tak memiliki arti apa-apa baginya. Ia menilaiku overprotektif, iya aku tau itu. Aku takkan membiarkan hal buruk terjadi padanya. Apa aku salah?!
Batinku bergolak mencari pembenaran. Setelah hampir empat tahun kami berteman sangat dekat, aku terpaksa harus menerima kenyataan pahit ini. Ashen sudah dewasa, ia perlu kebebasan untuk memilih lingkungan yang akan membuatnya nyaman. Mungkin ia benar, ia bisa menjaga dirinya sendiri. Ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Aku harus belajar meyakini itu.
Satu persatu momen-momen kebersamaan kami seolah diputar ulang, tak pernah ada duka, selalu dipenuhi canda tawa. Saat bersama, kami tak merasa membutuhkan yang lainnya lagi. Itulah sebabnya kami tak pernah berniat untuk merayakan masa puber dengan mencari pasangan layaknya ABG lain pada umumnya. Karena kami sudah mendapatkan semuanya di dalam pertemanan kami.
Saat itu aku sempat berpikir bahwa hubungan kami akan terus berlanjut dengan perasaan kami yang tak pernah berubah. Hingga nanti setelah dewasa kami akan mencapai suatu titik dimana kami harus memikirkan untuk hubungan yang lebih serius daripada sekedar teman. Sumpah aku pernah memikirkan itu walau hanya sekilas saja.
Aku bahkan berniat untuk menikah di usia muda disaat nanti kami tak bisa lagi saling melepaskan namun juga tak bisa membendung rasa yang ada seiring berjalannya waktu. Tapi itu akan terjadi nanti, mungkin tiga atau lima tahun kemudian.
Tapi apa yang terjadi hari ini benar-benar di luar prediksi ku. Tak ku sangka Ashen akan berpaling dariku secepat ini. Lalu ia anggap apa kedekatan kami selama ini?
Kami sudah seperti bayangan yang selalu saling mengikuti satu sama lain. Ku kira takkan ada lagi yang bisa membuat kami saling menjauh. Tapi semua dugaanku salah. Ashen lebih memilih senior cabul itu daripada aku.
Saat itu aku memperhatikan betul setiap gerak-gerik senior itu. Dari caranya menatap Ashen dari ujung rambut sampai ujung kaki, bahkan saat ia menatap gemas ke arah area sensitif Ashen, aku tau ia bukan cowok baik-baik. Aku yang sudah dekat selama bertahun-tahun saja tak pernah berani melakukan itu bahkan tak ada niat sedikitpun.
Geram aku saat mengenang hari itu. Tapi kemudian lamunanku buyar begitu mbak Lasih-asisten rumah tangga-tiba-tiba masuk ke kamarku.
" Oh my God mas Mikhaaaa ...." Seperti biasa mbak Lasih selalu salah tingkah setiap kali melihatku, apalagi aku sedang dalam kondisi setengah telanjang begini.
" Apaan sih mbak. Main masuk aja gak pake ketok pintu dulu" protesku, terburu mencari baju di lemari demi tak membuat perempuan itu semakin baper melihatku.
" seksi banget sih maass. Duh jadi gak kuat deh liatnya" Mbak lasih tak berhenti bertingkah aneh sambil bergelayut di daun pintu, tak berani juga ia mendekatiku.
" Mbak ngapain kesini?" Todongku risih.
" Mau ganti spreinya mas. Kemaren kelupaan. Ibu udah marah-marah sama saya." Gumamnya.
" Baru juga mo dua hari. Gak perlu sesering itulah. Kamu pikir saya sejorok itu" protesku.
" Aduh mas, ini perintah ibu, soalnya katanya kemaren mbak Ashen tidur disini sampe sore banget ya kan" jawabnya.
" Iya emang dia tidur disini. Terus kenapa?!" Aku jadi heran.
Mbak Lasih kembali pasang wajah genitnya.
" Ah mas Mikha masa gitu aja minta dijelasin. Ya spreinya lengket dooongg mass." Lanjutnya. Aku jadi tepok jidat mendengarnya.
" Tuh kan ngerti. Eh mas, kapan-kapan saya mau juga dong" mbak Lasih semakin keset*nan.
" Apaan sih mbak. Emangnya mbak pikir kita gituan? Orang cuma tidur doang" aku membela diri.
" What? Di kamar berdua sama cewek cantik mulus seksi dengan dada n bokong montok gak ngapa-ngapain? Mas Mikha normal gak sih?!" Mbak lasih tak percaya ucapanku. Padahal memang itu faktanya.
" Udah deh mbak. Ngaco aja" aku segera berlari meninggalkannya.
🌹
Pov. Ashenda Reamurthi
------
Mikhail berlalu cuek dari hadapanku, duduk di tempat duduknya tanpa menolehku sedikitpun. Akupun berusaha untuk tidak berinteraksi dengannya.
Sejak hampir empat tahun berteman dekat, baru kali ini hubungan kami renggang. Aku bukannya tak suka ia mengkhawatirkanku, tapi kunilai ia sudah terlalu berlebihan. Ia seperti menghalangiku untuk bergaul dengan dunia luar. Kalau ditanya apakah aku menyayanginya, aku akan jawab lantang, iya aku sayang. Sejak dulu aku menyayanginya.
Tapi rasa sayangku hanya sebatas itu, kukira ia pun begitu karena ia tak pernah bertindak yang mengindikasikan kalau ia menganggapku lebih istimewa dari sekedar teman. Sikapnya penuh dengan perhatian dan kasih sayang, tapi aku tak pernah sekali pun melihat ia menatapku dengan tatapan cinta.
Dengan hubungan pertemanan yang sangat dekat selama hampir empat tahun ini, jika ia menyimpan rasa untukku pasti sudah terungkap sejak lama. Tapi nyatanya hal itu tidak terjadi.
Jam pelajaran berakhir dengan berat hari ini, padahal Fisika adalah salah satu mata pelajaran favoritku. Aku tak bisa berkonsentrasi dengan baik demi melihat sikap cuek Mikhail.
Di sisi lain, kini kak Frederick intens menghubungiku via chat bahkan telfon. Setidaknya itu bisa mengalihkan duniaku sejenak dari memikirkan Mikhail. Itulah sebabnya aku tak menolak saat Kak Frederick mengajakku makan bersama di cafetaria. Hal itu tentu saja membuatku seketika jadi pusat perhatian.
Bagaimana tidak, Kak Frederick adalah Siswa nomor satu di sekolah, dan aku satu-satunya cewek yang terpilih untuk menemaninya. Terang saja itu akan menjadi santapan hangat bagi para pemburu berita sekolah.
" Ashen ..." Lembut sekali suara kak Frederick menyebut namaku, ia beranikan diri untuk memegang tanganku membuat hatiku berdebar tak menentu.
" Iya kak ." Sahutku singkat, ku balas tatapannya yang lembut dan penuh kasih itu dengan sebuah senyum manis.
" Saya sangat tertarik sama kamu... " Cetus Kak Frederick jujur. Kala itu jantungku berdetak keras, terlebih saat kurasakan genggaman tangan cowok itu semakin erat.
" Saya ingin lebih dekat lagi sama kamu boleh?" Tanya Kak Frederick. Oh my God. Dia nembak aku!
Memangnya aku punya jawaban lain selain "ya"?!
Aku sangat beruntung bisa ditaksir oleh idola semua cewek di sekolah ini. Semua cewek pasti mendambakan cintanya. Dan aku dengan tanpa perjuangan telah mendapatkan itu dengan mudahnya. Haruskah kulewatkan kesempatan emas ini begitu saja?!
" Boleh banget kak" Jawabku yakin setelah cukup lama diam.
Mendapat respon positif dariku, Kak Frederick nampak bahagia sekali. Dikecupnya punggung tanganku dengan lembut dan santun. Oh Tuhan debaran di dalam dadaku berganti menjadi gemuruh yang hebat. Baru kali ini aku merasakan jatuh cinta.
Saat kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran begitu jam istirahat berakhir, aku masih saja terbawa perasaan. Tak mudah kulupakan sikap dan perlakuan manis Kak Frederick terhadapku. Hingga aku tak sadar sampai senyum-senyum sendiri.
Sungguh aku jadi tak sabar untuk bertemu dengannya nanti seusai jam sekolah.
Meskipun terasa berat, waktu berlalu juga mengantarkanku ke sekretariat Edelweis. Namun aku tak begitu peduli saat tak kujumpai teman lainnya disana seperti kemarin. Bukankah lebih baik berdua saja dengan Kak Frederick agar tak ada yang mengganggu.
" Boleh ?" Tanya Kak Frederick sambil menempelkan telunjuk di pipinya mengisyaratkan sesuatu. Aku jadi salah tingkah tak berani menjawab. Dan sikapku yang tersipu malu lalu ia simpulkan sebagai persetujuan.
Tanpa ragu ia mengecup pipi kananku, berikut pipi kiriku. Oh Tuhan, jantungku serasa mau copot. Masih dalam posisi duduk menyampingiku, ia meraih tubuhku mendekat. Kali ini tanpa bertanya lagi ia mel*mat sepasang bibirku dengan penuh gair*h. Ku rasakan persendianku kaku seketika, sehingga aku tak punya kekuatan untuk menolaknya.
Tak berhenti sampai disitu, Kak Frederick memberanikan diri untuk meny*supkan jemarinya ke dalam rok ku. Seketika aku seperti tersadar dan menjauh darinya.
" Kenapa sayang?" Tanya cowok itu heran. " Maaf kak, aku gak bisa" tolakku. " Apanya yang gak bisa? Kamu gak perlu ngapa-ngapain kok. Ayolah sayang, aku gak bakalan kasar." Bujuknya seperti sudah terlanjur tersulut bir*hi.
Dalam satu gerakan ia berhasil membuatku terkunci didalam dekapannya. Tapi aku tak menyerah, aku terus berusaha melepaskan diri meskipun ia menyerangku bertubi-tubi dengan cumb*annya. Dan entah mendapat kekuatan darimana, aku berhasil membuat tubuh cowok itu terpental cukup jauh dariku. Tak buang waktu aku berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu. Tak peduli apakah cowok itu masih mengejarku atau sudah menghilang, aku hanya terus berlari tanpa hiraukan sekelilingku.
.
Yuka/030324
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Deni Saputra
keren ni😘🥰
2024-03-28
1