Dessy membawa ibu dan adiknya yang tak sadarkan diri ke rumah sakit, dengan mobil yang dikemudikan pak Sukar.
Menyisakan Denis yang masih ditenangkan oleh Diandra, hampir saja tadi remaja itu kembali menghampiri pamannya yang sudah tak berdaya.
"Kamu kenapa brutal banget? Kalau sampai Dimas kenapa-kenapa gimana? Kamu nggak mikir," Diandra benar-benar kesal sekarang, kelakuan remaja itu diluar pemikirannya.
"Salah sendiri dia peluk-peluk kamu, aku nggak suka," Denis sama sekali tak mau menatap wanitanya, dia masih kesal.
"Astaga Denis, wajar dia sampai begitu, karena dia memang tak mau hubungan kami berakhir, kalau sudah begini bagaimana kamu bertanggung jawab? Kamu sudah membuat paman kamu sendiri sampai pingsan, sama juga dengan Oma kamu," Diandra berkacak pinggang, "Pokoknya kamu harus ke rumah sakit, dan setelah Dimas sadar, kamu harus minta maaf," perintahnya.
Denis menggeleng, "Aku nggak mau, dia udah peluk kamu,"
Diandra mendengus kesal, tapi ingin tertawa, saat melihat wajah cemberut pemuda yang umurnya lebih muda tak sampai empat tahun dengannya.
Denis memanyunkan bibirnya, sembari menunduk, bagai anak kecil yang sedang diomeli oleh ibunya karena ketahuan nakal.
Antara kesal dan gemas, tapi mendadak, Diandra ingat akan kawan yang tengah menunggunya, dia lupa pada Aditya.
"Aku pergi, jaga diri baik-baik, Denis," baru saja hendak beranjak, tangannya ditahan.
"Kamu mau kemana?" tanya Denis.
"Pulang ke rumah," yang di Jogja, "Tapi aku mau jenguk Bu Dewi sama Dimas dulu,"
"Aku ikut,"
"Nggak bisa Denis,"
"Kalau begitu, kamu jangan pergi," Denis masih belum mau melepaskan tangannya.
Diandra memutar matanya malas, "Ya udah lepasin tangan aku dulu, bentar." pintanya, begitu Denis melepaskan tangannya, dia mengambil ponsel dengan casing warna merah muda, dia mengirim pesan pada seseorang, "Kita naik taksi ke rumah sakit,"
***
Diandra meminta kotak P3K pada supir taksi, untuk mengobati punggung tangan Denis yang sedikit lecet, akibat tindakan yang dilakukan pemuda labil di sampingnya.
"Kamu kenapa emosian banget sih, kamu jadi ikutan lecet kan?" Diandra menggerutu sembari mengobati.
Denis tersenyum, "Kamu khawatir sama aku?"
"Khawatir lah, masa nggak,"
Senyum di bibir Denis makin lebar, "Kamu sayang sama aku?"
"Sayang lah," sahut Diandra dan setelahnya dia baru menyadari, jika dia kelepasan bicara, "Sayang karena kamu anaknya mbak Dessy," dia meralat ucapannya sendiri, jangan sampai remaja itu gede rasa, bisa gawat nanti.
Senyum lebar itu berubah menjadi senyum kecut, "Apa jika aku yang dipukuli, kamu akan menangisi aku?"
"Kenapa kamu yang dipukuli? Sudahlah Denis jangan menambah masalah makin runyam, aku jadi makin pusing,"
Diandra selesai mengobati luka di punggung tangan Denis, dia mengembalikan kotak P3K pada supir taksi yang tengah mengemudi, seraya berucap terima kasih.
Denis menyandarkan kepalanya ke bahu wanita yang disukainya, "Maaf ya, buat kamu khawatir, aku nggak bisa terima, Abang peluk kamu, mungkin aku cemburu,"
"Aku maafkan, tapi tetap kamu harus minta maaf sama Dimas dan Oma kamu," ucap Diandra, "Lalu bukankah harusnya kamu pergi ke Bandung bersama mama kamu, kenapa kamu malah kembali?" tanyanya.
"Aku sengaja membohongi mama, supaya aku bisa kembali pulang, dan melihat saat kamu memutuskan pertunangan dengan Abang," jawabnya tanpa merasa bersalah.
"Astaga Denis, kenapa mesti sampai segitunya sih? Aku pasti memutuskan pertunanganku dengan Dimas, kemarin kita sudah bahas,"
Denis melingkarkan tangannya ke tubuh Diandra, "Aku juga kangen kamu," ucapnya manja.
Diandra menghela nafas, menghadapi remaja labil membuatnya pusing saja.
Taksi sebentar lagi, memasuki halaman rumah sakit, "Pak, saya mau cium pacar saya, jadi jangan iri ya!" ucap Denis pada supir taksi.
Setelahnya, dia meraih sisi wajah Diandra dan mulai mencium bibirnya, Diandra tak sempat mengelak, alhasil dirinya malah membalas ciuman itu, hingga Denis melepaskan terlebih dahulu, lalu mencium keningnya, "Aku mau berpisah sementara dari kamu, tapi hanya sampai aku lulus, setelah itu, aku akan cari kamu dan kita menikah,"
Semalam, Diandra mengaku, akan kuliah di Semarang, tentu saja itu bohong, tak mungkin dia mengaku yang sebenarnya, dan keduanya membuat kesepakatan jika mereka akan berpisah untuk sementara waktu, hingga Denis lulus SMA dan memiliki kartu tanda penduduk, lalu mereka akan kembali bersama setelahnya.
***
Diandra dengan diikuti Denis dibelakangnya, menemui Dessy yang duduk di bangku ruang tunggu IGD, wanita beranak satu itu, terlihat begitu frustrasi.
"Mbak," sapa Diandra, "Gimana keadaan ibu dan Dimas?" tanyanya khawatir.
Dessy menghela nafas, "Belum tau Di, masih ditangani dokter,"
Perasaan bersalah mulai menyeruak ke dalam pikiran Diandra, bagaimanapun kejadian ini karena kesalahannya, "Maaf ya mbak, gara-gara Dian, Ibu sama Dimas jadi begini," ucapnya dengan suara pelan.
"Bukan salah kamu Di, ini murni salah putra mbak, mbak sendiri bingung kenapa Denis begitu marah," Dessy melirik putranya yang duduk di samping Diandra.
Denis yang mendengar, langsung berkata, "Abang nggak mau dengerin aku, ma, coba kalau Abang mau lepasin mbak Dian, pasti aku nggak akan hajar Abang,"
"Itu wajar dilakukan Dinas, yang memang masih mencintai Dian, apa hubungannya sama kamu?" Dessy mulai meninggikan suaranya.
"Jelas ada hubungannya sama aku, karena aku...," belum selesai Denis melanjutkan ucapannya, Diandra membungkam mulutnya, "Disini Dian yang salah mbak, oh ya mbak, aku beliin minum sama camilan di kantin ya, mbak belum makan siang kan?"
Dessy mengangguk, tadi memang dia tak sempat makan, karena putranya mengeluh sakit, "Sekalian aja Denis Di, tadi dia bilang sakit perut," pintanya, walau masih marah dengan tindakan putranya, sebagai seorang ibu, tentu memikirkannya.
***
Dokter mengatakan, jika Dewi hanya syok, sehingga hanya istirahat sejenak di rumah sakit, lalu Dimas tak ada luka berarti, hanya memar dan lebam, tak ada yang patah, tapi disarankan di rawat selama semalam.
Diandra menemui Dewi, dan memohon maaf, karenanya Dimas jadi babak belur, Dewi sempat bingung dengan sikap cucunya, karena baru kali ini, dia melihat sisi lain dari Denis.
Terakhir dia menjenguk Dimas, lelaki itu masih saja memintanya untuk kembali, tapi Diandra masih kekeh dengan pendiriannya, dia berpesan agar Dimas fokus kuliah dan membantu Dessy di perusahaan. Tak lupa mendoakan yang terbaik dan meminta maaf pada Dimas.
Dan satu yang menjadi PR nya, Denis selalu menempel padanya, bagaimana bisa dia pergi menemui Aditya, remaja labil itu pasti tak akan melepaskannya, jika tau dia pergi bersama lelaki lain.
"Aku mau pulang," keduanya sedang duduk di koridor depan ruang rawat Dimas.
"Aku antar," sahut Denis.
"Kamu jaga Dimas, aku naik Taksi aja,"
"Abang udah gede ngapain di jagain,"
Diandra mendengus kesal, "Bisa kurangi keras kepala kamu, dikit aja,"
"Aku masih kangen kamu," Denis memasang wajah, yang menurut Diandra imut tapi tampan, kenapa nih bocah gemesin banget, mana ganteng lagi.
"Kan tadi kita udah ciuman, atau gini aja, besok pagi aku kesini, kita bisa setengah hari bareng, gimana?"
Denis menggeleng, "Ayolah Denis-nya Dian yang gantengnya nggak ketulungan," rayunya.
Wajah remaja tampan itu memerah, bahkan hingga telinga, dia senang dipuji oleh wanita yang disukainya.
"Oke, tapi sekali lagi kita ciuman, abis itu aku izinin kamu pulang,"
Diandra menghela nafas, tak ada pilihan lain selain menurut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
astaga Denis,,,parah sekali bucin nya..
2024-05-30
0
Umie Irbie
ya ampuuuuuun baca nya gemes tau ngg 🤣🤣🤣🤣🤭
2024-03-10
1