Makasih buat yang udah like dan komen, jangan lupa subscribe, sedih sebenarnya subscriber nya cuman dikit.
Tapi aku nggak boleh patah semangat, mudah-mudahan bisa rame kayak cerita sebelumnya.
Happy reading
Diandra menggeliat, pagi telah tiba, dia menatap jam dinding, waktu menunjukkan pukul lima, seperti sudah otomatis, dia akan bangun di jam yang sama.
Ada sesuatu yang berat menimpa perut dan pahanya, ah..., dia lupa, bocah baru lulus SMP itu merengek, meminta tidur di kamarnya, usai makan mie instan dini hari tadi, walau setelahnya tak ada kegiatan berperang peluh, mereka hanya tidur saling berpelukan, tepatnya Denis yang memeluknya.
Pelukan itu mengerat, ketika Diandra hendak bangkit, "Mau kemana? Bobo lagi aja," bisik lelaki yang masih memejamkan mata dari belakangnya.
"Aku mau bersih-bersih, aku juga mau subuhan dulu,"
Mendengar itu, Denis melepaskan pelukannya, lalu Diandra beranjak dari sana menuju kamar mandi.
Usai mandi keramas Diandra kembali ke kamar, dia lupa mengambil baju ganti, dan dia mendapati Denis tengah duduk di ranjangnya, "Kamu nggak mandi? Kita subuhan bareng,"
Meskipun terlihat malas-malasan, Denis menurut, usai Diandra memberikannya handuk baru dan baju ganti.
***
Diandra memasakan nasi goreng ala kadarnya, untuk sarapan tamu tak diundangnya, keduanya makan dalam diam, hingga sajian di piring masing-masing habis tak bersisa.
"Kamu nggak pulang?" tanya Diandra, keduanya duduk di karpet ruang tengah.
"Kamu ngusir aku?" tanya balik Denis.
Diandra memutar bola matanya malas, menghadapi remaja labil, membuatnya harus menyediakan stok kesabaran ekstra, "Bukannya ngusir, kalau mbak Dessy nyariin gimana?"
"Mama belum pulang dari luar kota sama Abang, oma juga sama, dari pada aku sendiri di rumah, mending aku sama kamu kan?"
"Tapi nanti, aku mau kedatangan tamu, apa kata beliau, kalau ada lelaki asing di rumah ini,"
"Siapa? Laki-laki atau perempuan," tanya Denis dengan tatapan menyelidik.
"Satu keluarga, teman kuliah mendiang bapak dulu,"
"Mereka mau ngapain?"
"Kenapa kamu mau tau? Ini urusan pribadi aku,"
"Jelas aku harus tau, karena kamu pacar aku,"
"Astaga Denis, kapan aku mengiyakannya? Aku itu tunangan paman kamu loh, apa kamu lupa?"
"Lalu apa kamu juga lupa siapa yang meniduri kamu sebanyak dua kali? Apa yang katanya tunangan kamu, pernah meniduri kamu?"
Skak mat, Diandra tak bisa berkata-kata, karena itu memang kenyataannya, betapa murahan dirinya, bertunangan dengan Dimas, tapi ditiduri oleh keponakan tunangannya, sampai dua kali lagi, benar-benar sudah gila dirinya.
"Sepulang Abang dari luar kota, aku minta kamu putuskan pertunangan kalian, atau aku benar-benar akan membuat dia sekarat didepan mata kamu," Ancam Denis, "Jangan main-main denganku, Diandra, atau kamu akan menyesal,"
Diandra merinding seketika, tatapan Denis mengintimidasi dirinya, lidahnya terasa kelu, untuk sekedar membantah ucapan yang dilontarkan padanya.
***
Sepeninggal Denis, Diandra kedatangan tamu, teman kuliah mendiang bapaknya, "Apa kabar Diandra? Maaf om nggak datang waktu ayah kamu meninggal, om baru tahu setelah pulang ke negara ini," kata Firman, terlihat jelas diwajahnya, rasa bersalah, karena tak mendampingi anak dari karibnya, saat dirundung duka, Firman baru saja pulang dari Inggris setelah tujuh tahun bekerja di sana.
Firman datang bersama Asih istrinya dan putranya Bara yang baru saja lulus Elementary school di Inggris,
"Alhamdulillah baik om, nggak apa om, om mau pindah ke sini atau cuman mau mudik aja?" Tanya Diandra.
"Ini istri Om, minta pindah ke sini, katanya pengen tinggal di sini aja, kebetulan Bara juga mau masuk SMP, om juga udah dapat tawaran ngajar di kampus ayah kamu dulu,"
"Terus om tinggal dimana selama di sini, seingat Dian, om bukannya asli Jogja ya?"
"Udah nyari sekitaran kampus, rumah kontrakan, tapi kata istri Om, nggak ada yang cocok, jadi untuk sementara kami tinggal di hotel dulu,"
Sebuah ide tiba-tiba muncul dipikiran Diandra, "Om sama Tante mau nggak tinggal di sini, kebetulan, Dian nggak kuliah di sini," tawarnya.
"Loh kenapa?" tanya Firman heran.
"Dian pengen ganti suasana aja, dari kecilkan udah tinggal disini, mau ya Tante? Dari sini sekolah SMP favorit deket kok, emang dari kampus tempat om ngajar agak jauh, pasar tradisional dekat, mal juga, strategis kok!" Diandra bagai sales marketing yang menawarkan dagangannya. "Di sini juga ada dua kamar ada garasi juga, mungkin Tante mau lihat-lihat dulu,"
"Emang kamu mau kuliah di mana?" Tanya Asih.
"Dian mau kuliah di Jogja, bareng sama temen sekolah," jawab Diandra, kemarin dia sudah membicarakannya dengan Aditya.
"Oh ya udah, kamu tinggal di rumah orang tua Om aja yang di sana," sela Firman.
"Maaf om, tapi Dian mau tinggal di rumah Bapak yang ada di sana, sebelum bapak meninggal, bapak sempat beli rumah di sana, niatnya untuk investasi, selama ini cuman di sewain, kebetulan nggak jauh dari kampus,"
"Gimana ibu sama bara mau tinggal di sini?" Tanya om Firman kepada istri dan putranya.
Diandra mengajak room tour Asih dan Bara,
"Terus barang-barangnya gimana, Di?" Tanya Asih, usai berkeliling rumah dan mendengar penjelasan Diandra.
"Kalo barang-barang pakai aja, Dian cuman bawa baju sama mobil dan motor aja,"
"Jadi rumah dan isinya yang di sewain, Di?" Tanya Asih lagi.
"Nggak usah sewa Tante, kalian tempati dan di rawat dengan baik aja, Dian udah seneng, yang penting rumah ini jangan sampai kosong,"
"Ya nggak bisa gitu Di, om tetap akan bayar uang sewa, gimana kalo 25 jt/tahun?"
"Beneran om nggak usah," Diandra yang duduk di kursi singel sofa ruang tamu, menggoyangkan kedua tangannya, "Seperti yang aku bilang, yang penting rumah ini nggak kosong dan merawat, kalau mau dijual sayang," dia menambahkan.
"Ya udah berarti Tante nggak jadi, soalnya kamu nggak mau di bayar, soal sewa rumah, itu emang udah ada budgetnya?" ujar Asih.
"Ya udah terserah om sama Tante aja deh, terus Bara mau kan tinggal di sini?" tanya Diandra pada bocah yang beranjak remaja itu.
"Mau mbak," Bara mengangguk antusias.
Mereka mengobrol hingga siang menjelang, Diandra sempat membuat kudapan bersama Asih, Setelahnya Firman dan keluarganya pamit undur diri, usai bersepakat tentang rencana kepindahan mereka.
***
Diandra bernafas lega, rumahnya tempat dia dibesarkan tak perlu dijual, sehingga dia tak perlu merasa bersalah pada mendiang orang tuanya.
Baru saja hendak menghubungi Aditya untuk mengajak bertemu lagi, dilayar ponsel dengan casing merah muda itu, tertera nama Denis yang menelponnya.
Diandra menghela nafas, tapi tetap memencet tombol bergambar telepon berwarna hijau, "Halo, ada apa, Denis?"
"Temen mendiang ayah kamu udah pulang?"
"Udah baru saja, kenapa emang?" Diandra membuka kulkas, mengambil botol berisi air minum, sembari mengapit ponsel diantara telinga dan bahunya.
"Kita makan siang bareng yuk, aku sekalian mau beliin cincin buat kamu,"
"Makan siang oke, tapi buat cincin nggak, lagian buat apaan kamu beliin aku cincin?"
"Cincin yang sekarang kamu pakai, kembalikan ke Abang, lalu kamu pakai cincin dari aku,"
Diandra memutar bola matanya malas, tapi paham watak kepala batu remaja baru mletek itu, dia berkata, "Aku pasti akan kembalikan cincin dari Dimas, tapi tidak sekarang," dan meskipun begitu, aku tak mau menerima cincin dari kamu, apa kata orang?
"Ya udah sebentar lagi aku jemput kamu, aku lagi di jalan, sebentar lagi sampai rumah kamu,"
Dasar gila, kenapa tuh bocah nekad bener, kepala Diandra mulai berdenyut, "Aku siap-siap dulu,"
Sepertinya dia harus semakin bersabar menghadapi tingkah remaja labil menyebalkan yang sayangnya tampan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
sabar saja Diandra...itu lebih baik daripada Dimas.. jangan saja Denis selingkuh.....
2024-05-30
1
Umie Irbie
semangat yaaaaa thoooor,. masa mau di cat lagi siiiih,. 😩 coba othoooor promosiin di komentar cerita yg rame ,. suruh mampirr 😀
2024-03-07
2
Umie Irbie
hahahahaha,. denis nyebelin,. tapi sweet 🤣🤣🤣🤣🤪
2024-03-07
1