Diandra sengaja menghindari paman dan keponakannya, bukan tanpa alasan dia melakukan hal itu, dia tak ingin merusak hubungan keluarga mereka.
Diandra akui, dirinya berdebar setiap dekat dengan Denis, tapi dia berfikir tak mungkin bisa memilih diantara keduanya.
Dia memang memaafkan kesalahan Dimas, tapi dari lubuk hati terdalam, dirinya tidak bisa terima atas pengkhianatan itu, dia juga sadar, dia sama saja dengan Dimas, jadi tak layak jika hubungan pertunangan itu dilanjutkan, bisa saja muncul masalah dikemudian hari.
Apalagi Denis mengancam, akan mencelakai pamannya sendiri, jika Diandra tetap bersama Dimas, meskipun logikanya tak percaya, bagaimana bisa remaja yang tingginya sama dengannya, bisa mengalahkan Dimas yang lebih tinggi dan bertubuh lebih kekar.
Tapi demi kedamaian keluarga Dewi dan Dessy, yang sudah sangat baik padanya, Diandra lebih memilih pergi.
Segala persiapan sudah dilakukan, dia sudah packing barang-barang yang hendak dibawa, dia dan Aditya juga telah mengirimkan terlebih dahulu motor mereka masing-masing, melalui salah satu jasa angkutan.
Motor itu, akan digunakan untuk transportasi selama mereka berkuliah, setidaknya untuk mempermudah beraktivitas.
Barang-barang Firman dan keluarga juga sudah mulai berdatangan sejak kemarin, rencananya, baru besok pagi keluarga itu, akan resmi pindahan, dan siangnya Diandra bersama Aditya akan berangkat ke Jogja, dengan menaiki mobil Diandra.
Siang itu, saat baru saja Diandra memasukan koper terakhir miliknya, ke dalam bagasi mobil, bel rumahnya berbunyi.
Dia ingat, jika tadi Aditya akan datang sore hari untuk mengantarkan barang-barang milik lelaki itu, sehingga tanpa pikir panjang, Diandra keluar dari garasinya, menuju pagar rumahnya.
Tawa yang biasa menyambut kawannya, hilang seketika, itu bukan Aditya, tapi seorang lelaki dengan kaos hitam, celana jeans senada, jangan lupakan topi yang selalu berada di kepalanya.
"Akhirnya kamu keluar juga," Diandra merinding, saat tatapan tajam menusuk tertuju padanya, "Kamu sengaja menghindari aku? Dan aku juga nggak nyangka, kamu menghindari Abang juga," terka Denis.
Diandra menggeleng, dia tidak membuka pagar rumahnya, "Aku sedang sibuk, dan aku nggak menghindari kalian," sangkalnya, tak mungkin bagi dirinya sampai mengakui.
"Apa kamu tidak mempersilahkan aku masuk?" tanya Denis menaikan sebelah alis tebalnya.
Diandra membuka pagar, tapi bukan untuk mempersilahkan Denis untuk masuk, "Aku laper, belum sempat makan tadi siang, temani aku makan bakso di depan komplek,"
Denis menyamai langkah wanita yang mengenakan celana pendek selutut dan kaos oblong juga sandal jepit.
"Abang lagi uring-uringan di rumah, karena kamu nggak bisa dihubungi dan saat dia datang kesini, rumah kamu sepi, sebenarnya selama beberapa kebelakang, kamu kemana?"
"Aku di rumah Tata," Diandra berdusta, dia tau jika beberapa kali Dimas mendatangi rumahnya.
"Kamu bohong kan? Aku ke rumah teman kamu kok, dan kamu nggak di sana," terka Denis.
Diandra menghentikan langkahnya, dia menghela nafas, lalu menatap remaja tampan di hadapannya, "Kamu lupa yang suruh aku memutuskan Dimas siapa? Sekarang aku sedang memikirkan cara untuk ngomong sama oma kamu,"
Denis menggandeng tangan Diandra agar mereka kembali berjalan, "Kamu tinggal ngomong putus, apa susahnya, apa perlu aku yang ngomong,"
Diandra kembali menghentikan langkahnya, sehingga Denis otomatis berhenti, "Nggak semudah itu, aku dan Dimas udah tunangan, bukan sekedar pacaran,"
Denis mengangkat tangan Diandra, dia berdecak ketika cincin pemberian pamannya, masih tersemat di jari manis wanitanya, "Kenapa cincin dari aku nggak dipakai? Aku lepas dan buang ini ya!"
Diandra menepis tangan Denis, "Jangan, biar aku yang lepas dan mengembalikan pada Oma kamu," cegahnya.
"Oke, jangan ditunda lagi, atau besok kamu akan dengar Abang masuk rumah sakit, karena ulahku," ancam remaja itu, sembari meraih tangan Diandra, untuk kembali berjalan bersama, menelusuri jalanan komplek.
Keduanya sampai di taman depan komplek, yang banyak terdapat pedangan kaki lima, Diandra menyebutkan pesanannya.
Mereka duduk bersebelahan pada bangku plastik yang telah disediakan, "Kamu udah daftar sekolah?" tanya Diandra.
"Mama nyuruh aku, sekolah di tempat kamu dan Abang, tapi aku masih bimbang, kakekku meminta aku kembali ke Amerika, dan bersekolah di sana," jawab Denis, "Lalu kamu bagaimana?"
"Kenapa jadi aku? Aku yang tanya loh,"
"Aku ikuti kamu, atau kamu ikut aku aja ke sana, kamu punya pasport nggak?"
Diandra menggeleng, "Aku disini aja,"
Obrolan mereka terhenti, ketika pesanan mereka sudah jadi, Denis mendengus kesal ketika melihat ada banyak daun seledri di mangkuknya, hal itu disadari oleh Diandra, lupa jika Denis tidak menyukainya.
"Jangan dibuang, sini buat aku," Diandra mengambil potongan daun seledri di mangkok bakso yang di pegang oleh Denis, "Enak gini nggak doyan, payah kamu, kan wanginya sedap," gerutunya.
"Tapi aku nggak suka,"
"Udah cepetan dimakan, keburu dingin nggak enak," Ujar Diandra usai berhasil mengambil seluruh potongan daun yang tidak disukai remaja itu.
Diandra yang memang belum makan sedari tadi, makan dengan lahap bakso pesanannya, usai menambahkan pelengkapnya.
Denis tersenyum, "Kamu nggak gengsi makan depan pacar, lahap banget,"
"Aku nggak doyan sama yang namanya gengsi," Diandra berucap usai menelan terlebih dahulu bakso yang telah di kunyahnya.
"Tapi itu salah satu daya tarik kamu sih," puji Denis, "Tapi kalau lagi makan bareng keluarga aku, kamu jaim gitu,"
"Ya iyalah depan calon mertua, ya kali aku bar-bar,"
"Mantan calon mertua tepatnya," Denis mengingatkan, "Abis aku lulus SMA aku mau kita menikah," sambungannya.
Mendengar itu, Diandra tersedak, kuah pedas hasil racikannya, Denis panik, dia langsung menepuk punggung wanitanya dan memberikan air mineral.
"Pelan-pelan sayang, nggak ada yang minta makanan kamu," ujarnya.
Diandra mengelap sudut mulutnya dengan punggung tangannya, "Omongan kamu buat aku keselek, bisa nggak kalau ngomong jangan kejauhan, bikin kaget tau nggak," dengusnya kesal, tapi tetap melanjutkan makannya.
"Aku rencananya emang kayak gitu, nunggu aku punya KTP juga, supaya aku bisa memiliki kamu seutuhnya, kejauhan gimana coba?"
"Ya tapi kan kamu harus kuliah demi meraih cita-cita kamu,"
"Kan aku pernah bilang, aku bisa mengerjakan dua pekerjaan dalam satu waktu, aku bisa menjalani peran sebagai mahasiswa sekaligus suami kamu nanti,"
Disini Diandra memang sudah rugi, karena tak lagi memiliki mahkota kebanggaannya sebagai seorang perempuan, tapi bukankah hal itu sudah biasa di kota besar?
"Tapi Denis, bisa saja, saat kamu mulai memasuki masa SMA, kamu akan jatuh cinta pada gadis yang lebih baik dari aku," Diandra mencoba berfikir logis, "Aku yakin banyak gadis-gadis yang menyukai kamu, dan kamu bisa saja lupa sama aku,"
Denis baru saja menghabiskan makanannya, dia meminum terlebih dahulu air mineral miliknya, "Aku bukan Daddy yang suka berselingkuh, bagiku cukup kamu, satu-satunya dalam hidupku, karena aku sudah mendapatkan semuanya dari kamu, jadi aku tak perlu mencari wanita lain,"
Diandra melongo, lalu menggeleng tak percaya, "Gombal," sangkalnya.
Denis mengelus kunciran milik wanitanya, "Aku serius, kamu cantik, tipe aku banget, masakan kamu enak, kamu juga pintar, terus wangi, dan yang utama, aku mendapatkan sesuatu yang paling berharga dari kamu, mata, hati, perut dan ini," tunjuknya pada sesuatu dibalik celana yang dikenakannya, "Kamu kasih aku kenikmatan luar biasa,"
Wajah Diandra memerah, astaga remaja itu membuat jantungnya semakin berdebar tak karuan, andai Denis bukan keponakan Dimas, mungkin saja dia dengan senang hati akan melanjutkan hubungan mereka.
"Ngaco kamu," Diandra menahan senyumannya, tak mau terlalu larut dalam pesona remaja tampan itu.
Denis membayar makanan yang mereka pesan, dia berteriak, meminta wanitanya untuk menunggu.
Hingga grep..., dia meraih tangan Diandra, "Jangan ditinggalin dong,"
"Siapa yang ninggalin sih, aku hanya berjalan lebih dulu," Diandra masih berusaha menenangkan dadanya yang berdebar kencang.
"Ayang, malam ini aku menginap ya! Aku kangen kamu," bisik Denis tepat ditelinga wanitanya.
Diandra melebarkan matanya, mustahil baginya membiarkan Denis menginap di rumahnya, yang kini tengah berantakan, karena barang-barang milik Firman dan keluarganya, bisa ketahuan rencananya untuk pergi dari kota ini.
"Jangan lah, nggak enak sama mbak Dessy,"
"Tapi aku kangen kamu, gimana dong, aku ingin peluk kamu," rengek Denis.
Diandra memutar bola matanya malas, menghadapi keinginan remaja baru mletek, membuatnya tak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
astaga Denis nya bicara tanpa di filter 🤭🤣🤣🤣
2024-05-30
1
❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀
lanjut ka.. aku sukanya Diandra SM denias
2024-03-08
1
Mareeta
entar malem
2024-03-08
0