Curhatan Kawan

Diandra menghembuskan nafas lega, ketika berhasil lepas dari remaja labil yang semakin hari semakin sering mengajaknya berbuat mesum.

"Buruan jalan Dit," perintahnya pada kawannya yang ada dibalik kemudi.

Aditya menurut, lelaki itu melajukan mobil keluar dari rumah sakit, "Benar-benar Lo ya, gue kayak orang bego nungguin Lo dari sebelum Zuhur sampai isya, tau gini mending gue tidur dulu di rumah," dia mengomel sambil terus mengemudi.

"Sorry deh, gue nggak tau bakal ada drama segala, tapi sebagai wujud rasa terima kasih gue, karena Lo mau nunggu, gue bakal kasih free uang listrik selama dua bulan ke depan," Diandra berusaha merayu kawannya, jangan sampai Aditya membatalkan rencana mereka.

Aditya menoleh, "Serius Lo! Nggak bohong kan Lo!"

"Ya iyalah, gue nggak bohong, sebagai calon ibu kos yang baik, gue bakal kasih diskon,"

Aditya tersenyum lebar, "Gitu dong, jadi nggak sia-sia gue nungguin Lo, sampai berakar," ujarnya, "Betewe, Ada apaan sih? Tadi gue denger ribut-ribut, di luar rumahnya Dimas, gue ngeri Lo kenapa-kenapa, tapi gue ingat pesan Lo, supaya gue tetep di mobil, coba ceritain,"

Diandra menceritakan tentang apa yang terjadi tadi siang, hingga Denis memukuli Dimas, tapi tak menyebutkan alasannya, kenapa Denis memukuli pamannya sendiri.

Walau Diandra sangat dekat dengan Aditya dan Talita, tapi mengenai dirinya yang sudah tidur dengan Denis, tak akan dia ceritakan, biarlah menjadi rahasianya.

"Dari awal gue udah tau, Dimas emang udah suka sama Lo, tapi nggak nyangka dia beneran cinta sama Lo, untungnya dia nggak cemburu sama kedekatan kita,"

"Ya nggak lah kan udah gue ceritain, kalau antara kita bertiga, udah kayak saudara,"

Mobil melaju memasuki jalan bebas hambatan, "Dit, kalo Lo udah capek, bilang gue ya? Kita gantian,"

"Baru sampai sini Di, entar kalo udah di tengah-tengah," Sahut Aditya, "Tapi Di, gue bingung deh, kenapa sampai keponakan Dimas, belain Lo, emang deket sama dia, dan gue juga tadi lihat, Lo pergi ke rumah sakit sama dia,"

Diandra menaikkan bahunya, "Entahlah, nggak ngerti deh," dustanya, tak mungkin baginya mengaku.

Mobil terus melaju, semakin jauh dari ibu kota, Rasanya Diandra lega, setidaknya dengan kepergiannya, paman dan keponakan itu tak akan bermusuhan lagi.

Diandra merasa bersalah karena harus melibatkan Denis, dalam hubungannya dengan Dimas, mungkin Khilaf saat mereka berciuman pertama kali dan berakhir tidur bersama.

Tapi sejujurnya, Diandra bahagia, andai Denis bukan keponakan Dimas, mungkin dia akan tetap bertahan di ibu kota.

Masa bodoh dengan perbedaan usia, Diandra tau jika Denis menyukainya, begitu juga sebaliknya, walau terkadang tatapan remaja itu membuat takut.

Aura dominan, begitu kuat, beberapa kali dia merasakannya sendiri, padahal kalau dipikir-pikir, bukankah Denis masih terlalu muda?

"Sebenernya, Lo udah maafin Dimas belum sih? Jujur sama gue,"

"Maafin lah, cuman makin kesini gue mikir, bukannya perselingkuhan itu, kalau bisa dibilang sebagai salah satu penyakit, yang bisa aja kambuh setiap saat? Gue nggak mau ya, pas gue udah menginjak jenjang lebih serius, dia begitu lagi," Diandra menghela nafas, tapi Lo bayangin deh kalo Lo jadi gue, masa dia main sama p*cun, terus kalo dia ketularan penyakit gimana? Geli gue,"

"Emang elo udah sampai ketahap gituan sama Dimas?" tanya Aditya.

"Ya nggak lah, kita masih sebatas pegangan tangan sama cium pipi doang, terakhir tadi tuh, gue cium keningnya, ya itung-itung sebagai tanda perpisahan,"

"Jadi karena Lo nggak bisa di ajak main, makanya Dimas mainnya sama p*cun ya?"

"Dia nggak pernah ngajak gue, katanya gue terlalu berharga kalo di rusak, gue sih seneng-seneng aja, aman berarti gue,"

"Sebenernya Lo beneran cinta ga si sama Dimas?"

"Beneran lah dit, kalo nggak ngapain gue mau di ajak tunangan,"

Setelahnya mereka hanya mengobrol hal remeh temeh, juga tentang rencana apa saja yang akan mereka lakukan, di kota yang mereka datangi.

Menjelang tengah malam, Mereka beristirahat di pom Bensin, keduanya memilih tidur di mobil dengan membuka sedikit kaca jendela, hingga subuh menjelang.

Pagi harinya, usai sarapan di warung tak jauh dari pom bensin, mereka kembali melanjutkan perjalanan, kali ini Diandra yang mengambil alih kemudi, meski katanya jalanan yang dilalui sedikit ekstrim karena melalui perbukitan.

Kali pertama Diandra mengemudi sejauh ini, dia cukup percaya diri, meskipun mendapati medan lumayan sulit.

Berhasil melewati jalan ekstrim, giliran Aditya yang mengambil alih kemudi, di jalanan rata.

Beberapa kali mereka berhenti, untuk sekedar makan atau menikmati pemandangan yang menurut keduanya menarik.

Talita menelpon, menanyakan keberadaan mereka, "Mungkin sekitar dua jam lagi gue sampai Jogja," ujar Diandra.

"Lo berdua hati-hati, jangan ngebut, biarin lama yang penting pada selamat,"

"Siap nyonya,"

Terdengar tawa dari seberang sana, sebelum mengakhiri panggilan itu.

"Tinggal gue sama lo, nggak ada kaleng rombeng," kata Aditya dibalik kemudi.

"Sedih Lo nggak bareng Tata?"

"Sedih sih, tapi nggak apa-apa, kan ada elo, biarpun kurang rame, yang penting perut gue kenyang," Aditya tertawa.

"Lo suka sama Tata ya!" Tebak Diandra.

"Apaan sih? Nggak lah, dia bukan tipe gue, kan lo tau," sangkal Aditya, dengan wajah memerah menahan malu.

"Mumpung nggak ada Tata, Lo jujur aja kali, gue nggak bakal kasih tau dia kok,"

"Dia bukan tipe gue, Di, gue pengen punya cewek yang berhijab, kayak ibu gue, kayaknya adem gitu,"

"Oke Tata emang nggak pakai hijab, dia juga sebelas dua belas sama gue, kalau soal baju, tapi gimana dengan perasaan Lo sama dia, jangan ngomongin tipe deh,"

Aditya terdiam, beberapa kali dia menghela nafas, sambil terus mengemudi, Diandra membiarkannya, menunggu agar kawannya buka mulut.

"Sebenernya Di, rasa suka itu yang kayak apa sih," tanya Aditya, lelaki itu terlihat frustrasi, "Gue suka sama Lo, gue sayang sama Lo, tapi gue menganggap lo hanya sebatas saudara, ibaratnya, lo tuh kakak perempuan gue gitu," Diandra lahir empat bulan lebih dulu, dibanding Aditya.

"Lo ingat waktu class meeting semester satu, Tata di tembak sama anak IPS?"

Diandra mengangguk, "Setelah itu Lo ngilang, nggak bisa dihubungi, terus gue sama Tata samperin ke rumah, tapi nggak ada, dan Lo baru nongol waktu selesai liburan," terka nya, jelas dia ingat, sejak SMP mereka dekat, baru saat itu, Aditya merajuk lama.

"Gue lagi patah hati itu," akuinya.

"Tapi kan Tata akhirnya nggak mau Nerima, mana alasannya sadis bet," Diandra tertawa mengingat kejadian itu,

"Lah gue pikir Tata jadian sama dia,"

"Boro-boro, Itu cowok langsung ditolak ditempat, alasannya karena itu cowok bau badan sama giginya kuning,"

"Tata ngomong gitu," Aditya tak percaya.

"Lo lupa dia orangnya to the point, kalau ngomong kaga di saring,"

"Jadi Tata, nggak jadi pacaran pas itu?"

"Ya nggak lah, katanya dia mau pacaran setelah menikah, takut dosa katanya,"

"Syukurlah kalau gitu," Aditya bernafas lega.

"Jadi serius Lo suka sama Tata?" tanya Diandra baru menyadari.

Aditya menghela nafas, "Dari SMP sebenarnya, cuman gue takut,"

"Takut kenapa?"

"Kalau gue jadian terus putus, bakal canggung banget, Di,"

"Terjebak Friend zone , kasihan banget Lo," Diandra mengejek.

Aditya mengumpat, tapi justru tawa Diandra makin meledak.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Aditya kenapa tidak jujur saja kalau memang suka dengan Talitha

2024-05-30

0

Umie Irbie

Umie Irbie

hahahahau,. aditya sama tata 🤣🤣🤣🤣🤣

2024-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!