Chapter 14

"APA benar ini tempatnya?"

Finn memiringkan kepala dengan mata menyipit, mengamati sekitar untuk mencari kejanggalan. Namun, hanya ada aroma wangi bunga anggrek, mawar merah dan putih di teras depan rumah. Untuk sejenak, Finn menarik napas sambil merentangkan kedua tangan dengan mata terpejam.

Briel menengok kanan kiri dengan mata memicing tajam, mencari beberapa petunjuk berguna. Namun, dia tidak menemukan apa pun, selain dedaunan yang gugur memenuhi halaman depan rumah.

Untuk beberapa detik, Briel meregangkan otot yang menonjol di lengannya, kemudian menarik napas pelan. Dia melangkah maju dan berhenti di teras, saat tidak ada Finn yang mengekor.

Briel menengok kanan kiri, namun tidak menemukan bocah aneh itu. Begitu menoleh ke belakang, rahang Briel mengeras sambil mendekati Finn. Dan tanpa aba-aba langsung menarik sebelah telinga pemuda itu.

"Aduh, aduh!" Finn membuka mata sambil mengusap telinga kanannya yang memerah. "Kenapa sih lo? Sakit banget, anjing!"

Briel berkacak pinggang. "Kenapa masih di sini? Kita harus segera masuk!"

Finn memajukan bibir beberapa centi. "Halah! Palingan juga nggak ada. Tenang-tenang aja tuh di sini."

Briel menarik napas panjang, menahan diri untuk tidak melayangkan tinju. Namun, gejolak panas di hati Briel tidak bisa ditahan. Dan tanpa sadar, perempuan itu memukul puncak kepala Finn, hingga benjolan kecil tumbuh dan terlihat cukup jelas.

Briel memasang wajah garang, sebelum menarik paksa kerah belakang baju Finn masuk ke rumah. Begitu menginjak lantai dingin, spontan Briel mendongak, saat ada sinar matahari masuk cukup besar.

Briel membulatkan mata, tidak mengira akan ada lubang berukuran sangat besar di atap rumah. Pecahan genteng sampai jatuh berserakan di lantai. Tubuh perempuan itu mulai gontai dan langsung terduduk di lantai.

Tubuh Finn limbung dan langsung terjatuh ke dinginnya lantai, belum siap karena tangan Briel yang secara tiba-tiba melepas kerah belakang jaketnya.

"WOI! Lo kalo mau narik bilang, dan kalau mau lepas ya bilang!"

Anjir! Finn mengusap lembut bibirnya dengan wajah polos, baru menyadari kata ambigu yang ia ucapkan. Dia menoleh kanan kiri, mencari keberadaan Briel yang mendadak hilang. Begitu menunduk, Finn mengangkat alis sambil duduk bersila di samping Briel.

"Lo kenapa?" Finn kemudian mengangguk. "Walau cuman rumah dua lantai, tapi emang mewah, ya. Bahkan, gue tadi sampe—"

"Finn, makhluk seperti apa yang bisa membuat lubang sebesar itu?" Jari telunjuk Briel mengarah ke atas dengan kepala tertunduk.

Finn mendongak dan mengangkat sebelah alis dengan mata menyipit, antara tidak tahan terlalu lama menatap sinar matahari, juga penasaran kenapa tikus bisa sampai membuat lubang sebesar itu?

Finn menepuk sebelah bahu Briel, berniat untuk membantu perempuan itu berdiri. Namun, gerakannya terhenti saat ada suara bedebum keras di lantai atas.

Briel berdiri dan langsung memakai sarung tangan hitamnya. Dia mendongak dengan mata memicing tajam, mencari tahu apa yang terjadi tanpa harus naik ke atas. Namun, tidak ada apa pun, kecuali pintu ruangan di lantai atas—yang seperti dipukul sangat keras dari dalam.

"Kita ke sana aja. Mungkin, tikus yang baru aja buat itu lubang."

Urat-urat nampak menonjol di kening Briel, tidak pernah berpikir akan kebodohan Finn yang nampaknya mulai mendarah daging. Dia sampai reflek memukul kepala Finn, hingga benjolan kecil muncul.

"Ini bukan waktunya bercanda! Bodoh!"

Finn mengusap kepalanya. "Kalau nggak percaya kita periksa aja!"

"Bodoh! Mana ada seekor tikus bisa membuat lubang sebesar itu?"

Finn mengangkat tahu, tidak tahu tapi juga percaya dengan apa yang ia katakan. Dia langsung menarik pergelangan tangan Briel menaiki tangga. Begitu hendak memutar gagang pintu, Finn tersentak dan spontan menjadikan tubuh Briel sebagai tameng, saat ada yang memukul pintu cukup keras dari dalam.

Finn bergidik ngeri saat ada suara cicit besar dari dalam. "Tuh, 'kan ada tikus. Gue nggak boong, El."

Briel mengeratkan sarung tangannya, sebelum memutar gagang. Begitu terbuka sedikit, Briel reflek menarik leher Finn melompat ke bawah, saat sosok besar keluar dengan lompatan tinggi.

Tubuh Finn terjerembab ke lantai, belum siap akan gerakan Briel yang secara tiba-tiba. Bahkan, lehernya memerah akibat cengkeraman kuat dari tangan Briel—yang menyerupai manusia purba.

"Finn, kau bensr."

Finn tidak menghiraukan ucapan Briel dan berusaha untuk bangkit berdiri. Namun, tubuh pemuda itu kembali terjatuh, saat sosok besar itu mendarat di depannya, hingga lantai rumah sampai bergetar.

"Kalau sama perempuan ini, kok gue apes mulu, ya?" gumam Finn sambil bangkit dengan susah payah.

Pemuda itu membuka mulut selebar mungkin, tidak menyangka apa yang ia ucapkan tentang seekor tikus benar-benar ada. Dia spontan langsung menjadikan tubuh Briel sebagai tameng, tidak ingin tikus berukuran besar itu memakannya.

"Nih, ambil nih! Gue rela lahir batin. Si Kutub Mars nggak akan marah kan, kalau lo dimakan sama itu tikus purba?"

Briel sempat membulatkan mata. Namun, dengan gerakan cepat langsung melesat maju dan memukul tikus sekuat mungkin, hingga ambruk menghantam dinding. Napas Briel terengah sambil mengusap bulu-bulu tikus yang sempat menempel di sarung tangannya.

"Itu, iblis tikus?" pikir Briel.

Finn menggigit ibu jari, kemudian menyipitkan mata, mengamati seluruh tubuh tikus. Begitu tiba di ekornya yang mengeluarkan asap ungu kehitaman, Finn langsung mengguncang bahu Briel.

"Hati-hati! Jangan sampe lo kena serangan tuh ekor si tikus."

Briel mengangguk, kemudian kembali melesat maju dan hendak melayangkan tinju. Namun, dia langsung melompat mundur, saat tikus mengayunkan ekornya, nyaris mengenai Briel.

"Gue bakal bantu! Lo tinggal habisin itu tikus. Kayaknya, kelemahannya ada pada organ vitalnya," kata Finn.

Pemuda itu mengulurkan kedua tangan, kemudian lingkaran sihir kecoklatan muncul di siai kanan dan kiri tubuh tikus. Akar-akar pohon keluar dan langsung melilit tubuh tikus, tidak membiarkannya bergerak barang satu inci.

"Now, Briel!"

Briel mengangguk dan langsung melompat maju, kemudian memukul tepat di organ vital tikus berulang kali, hingga akhirnya hancur membentuk partikel kecil.

Finn mengusap hidungnya. "Dia ini iblis tingkat C, kecil ngalahin dia mah."

Briel mendekati Finn, kemudian menepuk-nepuk puncak kepala pemuda itu dengan senyum merekah.

"Kau pintar juga. Sayangnya, otakmu banyak pikiran bodohnya."

"Tugas utama kalian, adalah menangkap manusia yang sudah terkena racun iblis! Ingat, jangan sampai membunuhnya!"

Finn langsung teringat tugas yang Vernon berikan. Dia menengok kanan kiri, mencari manusia di sini yang mungkin terkena racun dari si iblis tikus. Pintu tertutup di sudut ruangan membuat Finn mengerutkan kening.

"Kita cek di sana, El."

Briel menoleh pada apa yang Finn tunjukkan, kemudian mengangguk sebelum mendekati itu pintu. Kali ini, Finn yang memutar gagang pintu. Dan begitu terbuka, mereka spontan membulatkan mata.

"Anjir! Gue lihat ada kanibalisme di sini!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!