"DI ... mana?"
Finn berulang kali mengedarkan pandang. Namun, yang ada hanya ruang kegelapan tanpa arah dan cahaya. Semuanya kosong, kecuali genangan air—yang entah datang dari mana ini di bawah pijakan kakinya.
"Finn."
Suara itu? Finn reflek berbalik dan menengok kanan kiri dengan mata biru kristalnya menyorot penuh. Namun, yang ia cari tidak ada selain genangan air yang kini— jadi merah?
"A–pa ini!" Finn spontan mundur, namun genangan merah berada di mana-mana, mengelilingi tiap langkah yang Finn ayunkan.
Finn spontan berbalik lagi dengan mata memicing, mencari tahu suara langkah yang baru saja menginjak genangan. Bayangan gelap masih menyelimuti. Namun, Finn langsung maju beberapa langkah, saat di depan ada dua kaki polos juga menginjak genangan.
Finn perlahan mendongak, mengamati penampilan sosok di depan dari bawah hingga atas. Namun wajah si sosok tidak terlihat, karena bayangan gelap masih menyelimuti sekitar.
"Kenapa lo nggak nyelametin gue? Kenapa lo diem aja? Kita udah nggak temenan lagi, ya?"
Finn membulatkan mata dengan tangan gemetar. Dia membuka bibirnya yang bergetar, namun suaranya seolah hilang, tersangkut di tenggorokan tanpa mau keluar. Membuat Finn akhirnya kembali menutup bibir rapat, hanya memberikan sorot berkaca-kaca dari manik biru kristalnya.
Begitu ada sedikit cahaya muncul, Finn terkejut bukan main saat sadar akan wajah Frey—sahabat satu-satunya yang rusak? Tubuh Finn membeku, tak bisa lagi merasakan aliran darah, hanya degup jantung dengan ritme cepat yang bergema di telinga.
Frey menyeringai lebar, membuat sebagian kulit pipinya retak dan terkelupas, jatuh ke bawah genangan air merah. Membuat Finn spontan mundur dengan gerakan tertatih, hingga tubuhnya hilang keseimbangan dan terjatuh.
Da–rah? Finn langsung berdiri sambil berusaha menghilangkan air merah berbau amis di tubuh dan wajah dengan tangan. Namun, walaupun hilang, bau anyir tetap tidak mau menghilang.
"Finn. Lo tega ngebiarin gue mati? Lo sebenernya emang pengen gue mati, 'kan?"
Finn menggeleng dan kembali mundur, menjaga jarak dari Frey yang kini melangkah maju dengan terseok, seperti cara jalan zombie.
Kulit wajah Frey terkelupas kian banyak. Hingga di kulit anak itu yang terakhir menghantam genangan air merah, suaranya bagai batu kerikil yang jatuh ke dalam air, sampai membuat Finn tanpa sadar menutup mata.
"Jangan biarkan ketakutan menguasai dirimu, Finn. LAWAN!"
Finn langsung membuka mata dengan napas terengah. Dan terkejut saat dirinya sudah berada di tempat yang berbeda. Dia sampai mengacak-acak kasar rambut peraknya, namun perasaan aneh ini terus menganggu tanpa mau pergi.
Finn mengepal kuat kedua tangan dengan rahang mengeras. "WOI! LO SIAPA SIH SEBENERNYA? KENAPA GANGGUIN GUE?"
Ada suara tawa besar dan berat, namun hanya ada suaranya tanpa mau menunjukkan diri. Membuat rahang Finn kian mengeras, tapi ia hanya bisa diam dengan kepala menengok kanan kiri.
"Kamu memang berbeda. Pemberani. Tapi sayang sekali. Ketakutan kamu jauh lebih besar. Kelemahan kamu yang sekarang menguasai. DASAR LEMAH!"
Finn mengepal kuat tangan kanan kemudian menjulurkannya ke depan, seolah ingin memberikan tinju pada lawan. "ANJ*NG! SINI LO KALO BERANI! BY ONE SAMA GUE!"
Ada suara tawa besar lagi. Tapi kini dengan gelembung biru yang secara perlahan berbentuk seperti seekor naga? Finn sampai membulatkan matanya yang sedikit bergetar. Dan tanpa sadar melangkah mundur dengan gerakan patah-patah.
"Bagaimana? Apa kau puas sudah bisa melihat wujudku?"
Finn sedikit menutup mata saat mulut gelembung berbentuk naga terbuka, dan mengembuskan napas yang mampu membuat tubuh Finn terasa membeku. Dingin banget.
"Gue pasti mimpi. Tapi, kenapa gue mimpi ketemu makhluk kayak gini? Gue buat salah apa, ya?" gumam Finn, namun nadanya cukup keras.
Naga itu lagi-lagi menyemburkan tawa, hingga Finn lagi-lagi harus mundur karena embusan—yang bagaikan badai salju dari mulut besarnya. Sangat dingin banget.
"Kau memang unik dari yang sebelumnya."
Finn menarik napas pelan. Kemudian mendongak dan memberanikan diri memberikan sorot nyalang pada mata gold si naga.
"Kenapa lo lakuin ini? Gue bahkan nggak pernah ya ketemu sama makhluk kayak gini. Lama banget lagi, nggak kelar-kelar nih mimpi."
Si naga mendengus dan langsung memukul puncak kepala Finn dengan tangan besarnya, namun tidak terlalu kuat. Tapi tetap saja, mampu membuat benjolan besar bersarang tepat di puncak kepala Finn.
"Jika bicara denganku, jangan coba-coba menggunakan bahasa manusia penuh kotoran seperti itu lagi!"
Finn mengerucutkan bibir sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Ternyata, kau lebih menakutkan daripada Bibi Arete."
Si naga tertawa lagi. "Kau memanggilnya Bibi?"
"Kenapa?"
"Dia pasti akan sangat marah saat tahu kau memanggilnya begitu."
Finn juga ikut tertawa. "Dia emang udah bibi-bibi. Badannya sih seksi, tapi gaya bicaranya udah sama kayak ibuk-ibuk depan komplek."
Si naga tersenyum. "Kau berani juga, ya. Benar-benar sangat berbeda. Aku, bahkan tidak merasakan adanya aura dendam dalam dirimu. sekalipun ...."
Finn berhenti tertawa. "Kau bisa membaca pikiran?"
Si naga tertawa. "Jika itu pikiranmu, mungkin bisa."
Finn mengerucutkan bibir. "Hei, naga jelek! Cepat kembalikan aku seperti semula! Buat aku bangun dari mimpi buruk ini!"
"Anak muda, sebut aku Daghara. Jangan sebut aku dengan nama aneh dan kotor seperti itu lagi! Atau aku akan mencabik habis tubuhmu itu!"
"Tidak perlu! Lagi pula, ini pertemuan pertama dan terakhir kita. Aku akan langsung melupakanmu dalam waktu satu detik!"
Daghara tertawa. "Hei, bocah! Aku tidak akan pernah pergi. Karena ...."
Finn berusaha menyimak karena penasaran. Namun, Daghara belum selesai bicara dan mendadak ada kabut tebal yang membuat Finn spontan menutup mata. Begitu membuka matanya lagi, tempat berbeda lagi—yang kini tidak asing.
Finn geleng-geleng kepala, kemudian beranjak bangun. "Emang mimpi beneran."
"Mimpi apa?"
Arete datang dan duduk di tepi ranjang. "Kenapa hari ini kamu bangun siang?"
Finn menarik napas panjang. "Aku habis mimpi burik. "
"Burik? Bahasa apa itu?"
"LUPAKAN! Sekarang, lebih baik kita buat rencana nyelametin Frey!"
"Kamu bahkan belum bisa mengendalikan kekuatan kamu sendiri. Kamu kesulitan jika menggunakan sihir elemen dua sekaligus secara bersamaan. Itu akan membuatmu hilang kendali."
"Apa tidak ada cara lain?"
Arete menarik napas pelan. "Kamu memerlukan latihan yang mungkin akan membutuhkan waktu."
Finn menggeleng. "Nggak bisa! Kau bahkan mengatakan kalau kita nggak punya banyak waktu lagi buat nyelametin Frey!"
Cara lembut ternyata sulit. Arete menundukkan kepala, dan begitu terangkat kembali, senyum merekah di bibirnya dengan mata tertutup. "Jadi, kamu tidak mau menurut?"
Finn melipat kedua tangan di depan dada. "Tentu sa—"
Finn spontan menutup bibir rapat-rapat saat Arete mulai meregangkan otot tangan yang nampak menonjol itu. Membuat Finn menelan ludah dan langsung mengangguk tanpa berani membantah lagi.
Ternyata Finn salah. Naga itu tidak ada apa-apanya dibanding Bibi Arete.
"Bagus. Kita akan berlatih sambil bergerak secara perlahan, karena mereka sepertinya akan bertemu denganmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments