Chapter 3

"SEJAK kapan lo jadi keluarga gue? Kenapa lo ngaku-ngaku keluarga gue? Siapa lo sebenernya?"

Finn spontan mundur, tapi gagal menghindari tangan putih sosok itu yang kemudian menghantam tepat di puncak kepalanya. Tidak ada wajah bersalah yang terlihat, hanya wajah dan mata merah darah yang menyorot tajam.

Finn mengusap lembut benjolan kecil di puncak kepalanya. "Kenapa mukul gue?"

"SOPAN SEDIKIT KAMU SAMA ORANG YANG LEBIH TUA!"

Finn langsung bergidik ngeri, bisa membayangkan rambut pirang panjang bergelombang wanita itu meliuk-meliuk seperti ular kelaparan.

Finn mengerucutkan bibir, melipat kedua tangan di depan dada sambil membuang muka. "Ya habisnya, lo ngaku-ngaku jadi keluarga gue. Emang, sejak kapan?"

"Aku Arete. Datang ke sini karena ada hal penting yang menyangkut tentang kamu. Jika aku tidak mengaku sebagai keluarga, pasti bocah berambut merah tadi tidak akan membawaku padamu."

Finn memutar tubuh dan kali ini menghadap wajah putih Arete, menatap lekat manik merah darah wanita itu—yang entah kenapa membuat hatinya berdesir aneh. Finn tidak tahu, tapi ini pertama kalinya.

"Jadi, apa yang kau inginkan dariku?"

Arete mengulas senyum, walau ada kedutan di sudut bibir dan sebelah alisnya dengan mata tertutup. "Bahasanya mulai sopan, tapi aku tidak bisa menemukan nada kesopanan di sana."

Finn berdecak karena wanita ini tak kunjung mengatakan tujuannya datang kemari. Apalagi, sedari tadi, yang wanita aneh itu katakan hanyalah bullshit semata.

Arete buru-buru menahan pergelangan tangan Finn saat anak itu beranjak berdiri. "Mau ke mana? Kita belum selesai bicara."

Finn melirik Arete yang menatapnya penuh harap. Kemudian menarik napas panjang dan menarik pelan tangannya. "Aku masih punya attitude."

Arete spontan menaikkan sebelah alis. "Apa itu tadi? Bahasa apa, itu?"

"Sopan-santun. Akan kubuatkan minum. Mau apa?"

Finn menatap lekat Arete yang nampak berpikir. Mengabaikan perasaan aneh akan sentuhan yang diberikan wanita itu. Pikiran Finn memang aneh.

Arete mengulas senyum. "Aku menginginkan teh merah."

Teh merah? Minuman jenis apa itu? Finn spontan duduk kembali dan menatap lekat manik merah Arete yang terlihat santai dan biasa.

"Minuman jenis apa itu?"

Arete memiringkan kepala. "Itu jenis teh yang hanya ada di Tanah Merah."

Finn spontan memukul kening, tapi juga tetap berdiri dan kembali lagi dengan segelas air putih. Kemudian meletakannnya di atas meja, sebelum kembali duduk di samping Arete.

Arete spontan memiringkan kepala, meneliti minuman biasa yang tidak ada unsur teh merahnya. "Sekarang teh merah seperti ini?"

Finn mendengus geli. "Itu air putih. Sebenarnya, kau ini berasal dari dimensi mana? Air putih aja nggak ngerti."

Arete mengerucutkan bibir, dan entah kenapa ifu terlihat sangat lucu di mata Finn. Namun dia tidak menunjukkan ekspresi serius. Hanya menggigit bibir dalam sebagai pelampiasan.

"Aku tahu. Hanya saja, aku meminta teh merah, tapi yang datang hanya air putih biasa. Jamuan macam apa ini!"

Finn menarik napas panjang, kemudian menyenderkan punggung ke sofa. Dia melirik Arete dengan rahang sedikit mengeras, karena wanita ini terus saja berbual dan tidak mengatakan hal pentingnya.

"Cepetan kasih tahu! Ada urusan apa kau menemuiku?" Walau aneh, tapi Finn tetap menggunakan bahasa yang membuat lidahnya berkedut.

Arete menarik napas panjang setelah meletakkan kembali air putih yang ia minum ke atas meja. Kemudian memutar tubuh untuk sepenuhnya menatap mata biru kristal Finn—yang mengingatkannya pada seseorang.

"Dunia yang kamu tinggali sekarang sudah berbeda. Kamu pasti sudah menyadarinya, bukan?"

Finn mengangguk. "Terus?"

"Kamu bisa menghentikannya."

"Oi, oi!" Finn geleng-geleng kepala. "Makhluk aneh aja tadi sulit banget buat aku bunuh. Dan kau dengan enteng ngomong gitu?" Finn tidak habis pikir. "Wah, kau emang agak lain, sih."

Arete menarik napas pelan untuk menenangkan gelora panas di tubuh dan otaknya. Dia sudah tidak tahan untuk segera membekap mulut tidak tahu diri Finn. Namun, ada hal lain yang membuatnya mengalah.

"Tapi, hanya kamu yang bisa menghentikannya."

Finn menaikkan sebelah alis. "Gimana bisa gitu?"

Arete sedikit mendongak untuk menatap penuh tekad manik biru kristal Finn. "Hanya kamu, sebagai reinkarnasi keturunanku yang bisa!"

Finn memainkan lidah di rongga mulut, menahan diri untuk tidak mengumpati wanita ini yang lagi-lagi berbual tidak tahu arah. Finn mana mau percaya dengan hal begituan.

Finn spontan tertawa pelan. "Lo ngomong apa, sih? Aneh banget, sumpah. Reinkarnasi apaan? Mana ada yang kayak begitu?"

Arete mengulas senyum, walau tidak tahan untuk memaki bahasa kotor yang lagi-lagi keluar dari bibir reinkarnasi keturunannya sendiri itu.

"Aku tidak heran jika kamu tidak percaya. Peradaban yang sekarang memang sudah sangat berbeda. Kamu pasti juga tidak percaya jika dulu ada dua pahlawan yang sampai berkorban, bukan?"

Finn mendengus geli. "Tahu! Sebenernya nggak mau percaya, tapi kalau udah temen gue yang bilang ...." Finn mengangkat bahu. "Berarti itu emang fakta."

Arete menarik napas pelan untuk mempersiapkan setidaknya kata-kata yang mungkin akan menguras banyak energinya.

"Kamu harus menghentikannnya. Apa kamu tidak memikirkan perasaan pahlawan yang dengan hati terbuka berkorban untuk dunia ini?"

Finn mendengus. "Nggak! Dari saat gue lahir, gue nggak akan pernah mau mengakui dunia ini!"

Bukan karena ucapan super pedas itu yang membuat Arete mengerutkan kening. Melainkan mata Finn yang menyorotkan banyak hal menyedihkan saat mengatakan itu.

"Kenapa?" Pada akhirnya, hanya itu yang terlantar dari bibir Arete.

Finn mengepal kuat kedua tangan. "Dunia ini jahat sama gue!" Mata Finn mulai memanas, tapi anehnya belum ada air mata yang berkumpul. "Dunia ini udah merenggut kebahagiaan gue!"

Finn menggertakkan gigi, mencoba untuk menahan agar suaranya tidak bergetar. "Dunia ini, udah ambil sesuatu yang paling berharga bagi gue!"

Arete mengepal kuat kedua tangan tanpa sadar, hingga kuku-kuku cantiknya memutih. Dia tidak bicara, hanya menatap wajah Finn penuh arti.

"Dunia ini, udah ambil sesuatu yang gue sebut sebagai keluarga!" Finn terkekeh sumbang, tidak tahu kenapa bisa mengatakan ini. "Aneh, 'kan? Yang lain aja bisa ngerasain kasih sayang Ayah dan Ibu. Lah gua? Apaan! Nggak ada!"

Bibir Arete sedikit bergetar, tidak tahu kenapa sangat emosional dengan anak ini. Sekalipun pada reinkarnasi keturunannya sendiri, tetap saja ini yang pertama kali terjadi padanya.

"Tapi, apa kamu akan tetap diam jika ini juga menyangkut sahabat yang paling berharga?"

Finn langsung menoleh dan menatap lekat manik merah Arete, berusaha mencari tahu apa yang ada di pikiran wanita ini. Namun nihil, karena wanita ini nampak sangat pintar menyembunyikan sesuatu.

Arete tertawa dan menepuk puncak kepala Finn. "Ayo kita selamatkan teman kamu!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!