Chapter 6

"FINN! Hentikan! Kamu akan melukai diri kamu sendiri!"

"NGGAK BISA! Aku harus cepat! Frey membutuhkan bantuanku!"

"Bagaimana jika dia tidak membutuhkan bantuanmu?"

Lingkaran sihir menghilang dari hadapan Finn, mata biru kristalnya menyorot dengan alis terangkat sebelah. Tidak mungkin. Finn mendekati Arete, mengabaikan rasa perih yang menjalar di tangan.

"Apa maksudmu?"

Arete menarik napas pelan, senyumnya terulas tipis. "Kamu tidak akan mau berhenti jika aku tidak mengatakan ini."

Arete sedikit menunduk dan tersenyum masam saat sadar bekas kemerahan hampir memenuhi lengan dan telapak tangan kanan Finn. Dia mendekat dan menepuk bahu Finn dengan senyum sehangat mungkin.

"Ayo kita obati dulu lukamu."

Finn tidak beranjak saat tangannya ditarik. Hingga Arete berhenti dan menoleh dengan alis terangkat sebelah. Namun alih-alih menjelaskan, Finn malah duduk di kursi kayu sambil melipat kedua tangan.

"Aku bahkan belum bisa menguasai satu dari dua sihir elemen yang kupunya. Tiap kali mengeluarkannnya, sihir itu bergerak sendiri tanpa bisa kukendalikan."

Memang berbeda. Tapi .... Arete mengangguk, kemudian duduk di samping Finn. Dia menoleh dan spontan mengerutkan kening, saat menyadari manik biru kristal Finn yang sedikit berkaca-kaca.

"Siapa Frey? Kenapa kamu begitu peduli padanya?"

Finn tersenyum. "Temanku satu-satunya. Di saat orang-orang tidak ingin bicara dan dekat denganku, hanya karena aku anak yatim piatu. Dan Frey datang dengan buku tebal di tangannnya, menjelaskan tentang Sains dan Kimia yang tidak aku pahami. Dan setelah itu ...."

Finn spontan tertawa kecil saat mengingat masa lalu. Frey memang menjelaskan panjang lebar tentang Kimia dan Sains. Tapi setelah itu, dia langsung menutup buku setebal penderitaan Finn itu dengan tidak santai, kemudian tersenyum pada Finn.

Dan dalam keadaan—yang menurut Finn sedikit aneh, Frey saat itu malah berkata, "Apa aku sudah bisa membuatmu tersenyum?"

Sialan! Finn lagi-lagi tertawa saat mengingat wajah polos Frey mengatakan hal seaneh itu. Dulu, anak itu bicara memang menggunakan bahasa 'aku-kamu'. Tapi langsung berubah begitu Finn berteman dengannya.

Tiap kali Finn mendapat perlakuan buruk dari murid-murid di sekolah, maka Frey orang pertama yang akan memasang perisai tebal. Berdiri di depan Finn dengan mata coklat menyorot setajam elang.

Dan tiap kali ada yang menghina Finn, maka dia akan selalu berkata, "Lo semua lebih hina daripada dia! Punya orang tua tapi attitude nol besar. Terus dengan seenak jidat lo pada jelekin dan hina Finn! Di sini yang hina jadi siapa? Lo pada spa Finn?"

Arete sedikit tertawa. "Dia, cukup aneh. Aku pikir, dia cukup menyayangimu dan menganggapmu lebih dari teman."

Finn bergidik geli. "Menggelikan!"

Arete mengerutkan kening. "Kenapa?"

"Kenapa kau mengatakan itu? Kau menganggap Frey tidak normal?"

Arete menggeleng pelan. "Tidak! Maksud aku, dia menganggapmu lebih dari teman, karena menganggapmu sebagai keluarga."

Finn diam beberapa saat, sebelum beranjak berdiri sambil meregangkan otot leher dan tangan. Dia berbalik dan tersenyum sambil berkacak pinggang.

"Bagaimana cara bertemu dengan mereka?"

Arete mengerutkan kening. "Siapa yang kamu maksud?"

Finn tersenyum, menampakkan deretan giginya yang putih. "Ayo buat rencana!"

...◆...

Si pembeli meraih plastik hitam dari tangan kasir perempuan. Kemudian mengeluarkan beberapa lembar uang, sebelum berbalik sambil memasukkan tangan kanan ke saku jaket hitamnya.

"Maaf. Kembaliannya?"

"Tidak perlu," jawabnya tanpa mau membuka tudung jaket yang menutupi kepala dan sebagian wajah, hanya menunjukkan mata biru kristalnya yang menyorot tenang.

Di ambang pintu supermaket, tiang listrik terjatuh menghantam atap. Hingga dia melesat mundur sambil mengeratkan pegangan pada tali plastik yang nyaris jatuh. Mulutnya bergumam kata sial, namun tanpa bersuara.

Kasir perempuan berlari mendekat dan menelisik pemuda berjaket hitam itu dengan raut khawatir. Dan tersenyum sambil mengusap dada saat tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Apa itu tadi? Kenapa tiang listriknya bisa jatuh?" tanya si kasir perempuan—yang entah pada siapa.

Pemuda berjaket hitam berlari keluar. Aliran listrik yang masih aktif di tiang besi nyaris menyerang sepatu sneakers hitam kebiruannya. Namun dia lebih dulu menyeberang dengan sedikit melompat.

Pemuda berjaket hitam sempat berhenti dan menggigit ibu jarinya, sebelum berlari ke tengah jalan raya. Kemudian melempari tubuh makhluk berbadan hijau di sana dengan bekas minuman kaleng besi, hingga berhasil menarik perhatiannya.

Tembakan yang datang dari helikopter di udara berhenti, saat monster berbadan hijau menghentikan serangan dan hendak menyerang salah satu pejalan kaki. Tidak! Lebih tepatnya, dia sengaja memancingnya.

"Woi, naga jelek! Kau bisa mendengarku tidak?" Pemuda berjaket hitam memejamkan mata.

Begitu membuka mata lagi, dia sudah berada di tempat—yang nampak tidak asing, karena pernah datang ke sini di dalam mimpi. Atau memang nyata?

Sebuah gelembung yang kemudian membentuk kepala naga muncul. "Wah, ini benar-benar kejutan. Kau menemuiku? Bagaimana kau bisa tahu? Ataukah karena wanita itu?"

Pemuda berjaket hitam menarik tudung jaket, menunjukkan rambut peraknya yang sedikit meliuk karena embusan angin dari mulut Daghara saat berbicara.

Jika bukan karena penjelasan Arete mengenai Daghara waktu itu. Mungkin sekarang Finn akan tetap menganggap pertemuannya dengan naga jelek ini hanyalah mimpi belaka.

"Daghara, ya. Dia hewan mitologi yang melindungi Dewa Arthory. Tidak kusangka, dia selama ini bersemayam di dalam tubuh kamu. Finn, dia bisa memberikanmu kekuatan. Dia akan melindungimu, karena kamu lah yang sekarang mengambil alih dirinya setelah Dewa Arthory." Itulah kiranya yang Arete katakan semalam.

Finn mendengus. "Kenapa aku harus bertemu denganmu lagi."

Daghara tertawa. "Bukankah kau yang ingin bertemu denganku? Sekarang kau tahu 'kan, kenapa aku tidak bisa pergi darimu?"

Finn berdecak. "Sejak kapan tubuhku jadi penginapan?"

Wajah Daghara mengeras dan tanpa aba-aba langsung mengembuskan napas es dari mulutnya, hingga tubuh Finn sampai membeku, tak bisa digerakkan kecuali mata dan mulut.

"Sialan kau! Sekarang ini aku tuanmu! Jangan main-main denganku, naga jelek!"

"Berhenti mengataiku kotor!"

"Maaf, maaf. Sekarang, lepaskan aku!"

Daghara mendengus hingga embusan panas keluar dari lubang hidungnya. Dia membuka mulut, kemudian menyemburkan asap hangat, langsung melelehkan tubuh Finn yang membeku.

Finn bernapas lega. "Naga jel— Ehm! Maksudku, Daghara! Aku butuh kekuatanmu!"

Daghara tertawa. "Bukankah kau memiliki dua sihir elemen sekaligus. Dan mungkin, nanti akan ada lagi."

Finn mengerucutkan bibir. "Jangan meledekku. Kau di dalam tubuhku, pasti tahu apa yang sudah aku lalui, 'kan? Dan bodohnya aku tidak tahu sama sekali!"

Daghara tertawa. "Kau juga punya kekuatan."

"Tapi aku masih belum bisa mengendalikannya."

"Apa kau pikir, kau bisa mengendalikan kekuatanku?"

Raut wajah Daghara berubah, seperti ada yang membuatnya khawatir jika Finn mengamatinya lebih lama.

"Berhati-hatilah, Finn. Beruntung aku yang bertemu denganmu pertama kali. Bukan dia."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!