Raina berjalan dengan semangat menuju ruangan kelas yang ditunjukkan oleh mahasiswa yang ditanyai nya tadi.
Raina sebenarnya sangat gugup, seperti apakah nanti teman-teman sekelasnya. Raina sudah cukup lama tertinggal dan tak bersosialisasi dengan orang ramai.
Dia hanya berinteraksi melalui medsos nya yang menjadi pelanggan online shop nya. Jika bertukar cerita, Raina hanya akan menemui Utari tetangganya yang baik hati itu.
Raina masih sering berkirim pesan dengan Utari tapi hanya sebatas menanyakan kabar.
Utari sepertinya tahu dan menjaga hatinya. Tari tak pernah membahas masalah Bayu dan istri barunya.
Raina memasuki sebuah kelas yang di dalamnya sudah ada beberapa orang yang duduk di kursi. Raina sempat melihat mereka dan tersenyum pada sekelompok mahasiswa yang terlihat masih muda dan mereka duduk di belakang.
Raina pun segera duduk dan memilih kursi paling depan karena dia tak mau ketinggalan materi pelajaran.
Tiba-tiba seorang pria yang Raina perkirakan berusia sepantaran dengannya menghampiri Raina
"Assalamualaikum." pria itu mengucapkan salam.
Raina menoleh dan menatap pada laki-laki berkulit sawo matang itu.
"Waalaikumsalam." Raina menjawab ucapan salamnya sambil tersenyum.
"Kenalkan namaku Fajar, siapa nama kamu?"tanya laki-laki yang bernama Fajar itu.
"Raina." jawab Raina pendek dan dia merasa canggung.
"Kamu sudah mengajar dimana?" tanya Fajar yang kini duduk di sebelah Rania
"Belum, saya baru pindah ke kota ini dan melanjutkan untuk kuliah." Raina tak mau menceritakan mengenai dirinya terlalu detil. Karena dia belum mengenal karakter orang-orang di sini
"Ooo, kalau saya mengajar di SMP Harapan Bangsa. Dulunya saya sempat kuliah D3 tapi rupanya nggak sesuai dengan jurusan pekerjaan yang saya jalani. Akhirnya saya kuliah lagi mengambil S1." kata pria itu menjelaskan pada Raina.
Raina hanya mengangguk sebagai respon dari ucapan Fajar.
"Rata-rata mahasiswa yang masuk, kalau nggak orang yang udah mengajar ya anak-anak yang kemarin gak lolos seleksi di kelas reguler." katanya menyambung lagi.
Raina pun paham ketika melihat beberapa mahasiswa di kelasnya yang usianya masih terlihat masih muda.
"Kamu kenapa baru mulai kuliah?" tanyanya lagi.
Raina tersenyum, dia memang sudah menyiapkan diri jika ada temannya yang bertanya mengenai keterlambatannya menempuh bangku kuliah.
"Ada hal yang membuatku tak bisa langsung melanjutkan kuliah." kata Raina lagi sambil mengeluarkan alat tulisnya.
Fajar sepertinya tak puas dengan jawaban Raina dan ingin bertanya tapi tak sempat karena seorang wanita yang diperkirakan berusia lima puluh tahun masuk dan rupanya dia adalah dosen mata kuliah pertama di kelas Raina.
Dan selama kuliah berlangsung, Raina sangat fokus mengikuti semua pembelajaran.
Sampai waktu mendekati magrib mata kuliah itu selesai, Raina pun segera meninggalkan ruangan setelah dosennya keluar dari kelas. Raina segera menuju masjid besar yang masih terletak di area kampusnya untuk segera menunaikan ibadah sholat magrib.
Selesai melaksanakan kewajibannya, Raina menuju kelasnya. Masih ada satu mata kuliah lagi yang harus dia ikuti hari ini.
Saat berjalan menyusuri Selasar menunju kelasnya, suara ponsel Raina berbunyi. Tertera nama papanya Rayyan di sana. Dengan perasaan tak enak hati, Raina mengangkat panggilan itu.
"Assalamualaikum." Raina mengucapkan salam pada Rahardian.
"Waalaikumsalam, kamu dimana?" tanya Rahardian yang bertanya seolah-olah Raina wajib melaporkan keberadaannya saat ini.
"Masih di kampus, mas. Ada apa mas?" tanya Raina pada Rahardian.
"Kamu masih kuliah kan? Nanti aku jemput kamu sebelum jam tujuh tiga puluh. Kalau aku belum datang kamu tunggu saja di kantin atau tempat ramai di sekitar kampus."
"Iya, mas." kata Raina yang sebenarnya tak mau memperpanjang percakapan di antara mereka, namun sepertinya Rahardian masih belum mau menutup percakapan itu.
"Kamu gak usah makan berat dulu, kalau lapar ganjal perut pakai roti aja dulu. Pulang nanti kita cari makan." kata Rahardian
"Tapi, mas.."
"Aku udah ijin sama ibu kamu tadi, sama Zaki juga barusan sudah aku telpon. Katanya asalkan kamu pulang dengan selamat aku boleh mengajakmu makan." kata Rahardian dengan cepat memotong Raina yang ingin menolak ajakan makan malam dengannya.
Bukan makan malam, memaksa Raina untuk ikut makan bersamanya itu lebih tepatnya. Rahardian sekarang akan membuat Raina selalu bersamanya bahkan jika dia harus menggunakan paksaan sekalipun.
Rahardian tak mau kecolongan kedua kalinya.
"Raina, kuliah mau mulai. Dosen kita sebentar lagi masuk." kata Fajar yang tiba-tiba sudah berada di depannya.
"Mas, udah dulu ya. Dosenku udah mau masuk. Assalamualaikum." kata Raina cepat-cepat mematikan teleponnya karena panik saat melihat seorang pria berkacamata dan membawa tas laptop yang disampirkan di bahunya berjalan menuju arah kelasnya.
Raina segera berlari menuju kelasnya sebelum dosen itu masuk ke kelasnya.
Pak Herdi, dosen yang usianya masih terbilang cukup muda sekitar tiga puluh tahunan. Dosen mata kuliah ilmu pendidikan dasar yang sekarang ini sedang berlangsung.
Cara mengajar Pak Herdi berbeda dengan dosen sebelumnya Bu Endang, mungkin karena Pak Herdi merasa mengajar mahasiswa yang usianya hampir sepantaran dengannya atau hanya lebih muda beberapa tahun.
Jadi dia tak sekaku Bu Endang, bahkan beberapa kali dia melemparkan candaan-candaan yang membuat perkuliahan ini menjadi asik dan melewati jam pulang seharusnya.
Hal ini dikarenakan mahasiswa yang terus melemparkan pertanyaan-pertanyaan dan Pak Herdi selalu menjawabnya jika itu berkaitan dengan materi kuliah mereka.
Raina melihat jam tangannya, sudah jam delapan kurang sepuluh menit. Raina yakin Rahardian pasti sedang menunggunya di parkiran.
Dia melihat ponselnya yang disetel mode silent dan melihat beberapa pesan yang berasal dari ayah satu anak itu yang sekarang sudah menunggunya di parkiran.
"Kamu pulang sendiri atau dijemput?" tanya Fajar, mereka saat ini sedang berjalan menuju area parkiran bersama beberapa mahasiswa lainnya.
"Di jemput, sudah ditunggu di parkiran." kata Raina sambil melirik ke arah parkiran.
Benar saja mobil hitam yang harganya melebihi harga mobil mantan suaminya itu sudah terparkir cantik di area parkiran yang di sediakan untuk mahasiswa.
"Aku duluan ya, Jar. Udah di jemput. Assalamualaikum." kata Raina pamit meninggalkan Fajar saat mereka berada di parkiran dan Fajar menjawab salamnya dengan suara lirih.
"Ck, kalah sebelum perang ini. For**ner versus B*at, yo nggak mampu aku." kata Fajar pada dirinya sendiri. Menghibur dirinya yang sempat kecewa melihat Raina di jemput oleh seorang laki-laki tampan dan gagah dengan kendaraan roda empat yang mewah.
Apalagi Fajar sempat bergidik ngeri saat melihat tatapan tajam pria yang keluar dari mobil menyambut Raina dan membukakan pintu mobil untuk wanita itu.
Fajar yakin jika pria itu adalah kekasih atau bisa jadi suami Raina, tak mungkin wanita seperti Raina belum ada yang memiliki. Raina wanita yang cantik dan lemah lembut. Apalagi saat melihat Raina yang sholat magrib di masjid tadi, membuat Fajar semakin kagum dan terpesona pada wanita itu. Untung saja baru sebatas itu dan belum ada perasaan berlebihan.
"Kenapa sih, yang wanita seperti Raina udah punya orang. Ya Allah kapan aku dapat jodoh wanita yang soleha dan cantik." kata Fajar sambil memasang helm dan menghidupkan kendaraan satu-satunya yang dia miliki. Motor yang merupakan hasil kerja kerasnya selama beberapa tahun mencicil dan baru lunas satu tahun yang lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
🤣🤣🤣🤣 sabar yoo Jar...
2024-10-04
0
Endah Setyati
Tenang fajar,, buat laki laki pekerja keras soleh dan bertanggung jawab, pasti ada jodoh terbaik yg udah di siapkan,,
2024-08-27
0
Lilik Juhariah
mundur teratur aja fajar, bang Iyan udah Mateng itu wkwkw
2024-05-27
0