"Besar banget gedungnya, mbak. Ara nanti mau kuliah di sini juga yah. Mbak bilangin ke mas Zaki." kata Zahra yang masih terpesona menatap gedung kampus ini.
Kampus berlantai tiga itu memang kelihatan mewah ditambah warna cat dinding yang terlihat putih bersih.
"Mbak, kuliah di sini biar bisa kerja apa?" tanya Zahra dengan polos.
"Mbak mau jadi guru, cita-cita mbak dulu." kata Raina. Dia menatap sendu plang yang tertulis nama fakultas pendidikan di depan gerbang.
"Dulu nenek kita itu juga guru, jadi mbak pernah dibawa nenek mengajar sebelum dia pensiun. Dari situ mbak suka melihat nenek yang mengajar anak-anak muridnya." Raina tersenyum kecil ketika mengenang kembali masa kecilnya yang indah.
Tak ada kata-kata dan perlakuan kasar mantan suaminya, tak ada hardikan dan ucapan nyinyir dari mantan mertuanya.
Bahkan tak ada rasa sakit akibat penghianatan yang dilakukan oleh orang yang dicintainya.
"Mbak niatnya juga mau buka les di rumah. Buat anak-anak yang baru belajar baca tulis aja dulu." kata Raina dengan mata yang berbinar-binar.
Saat ini begitu banyak rencana di kepalanya dan semuanya itu adalah keinginannya yang harus dia kubur karena menikah dengan Bayu.
"Ara juga bisa bantu kok, mbak. Nanti kita omongin ke ibu sama mas Zaki, mereka pasti setuju." kata Zahra yang juga terlihat semangat.
Raina mengelus kepala Zahra yang tertutup hijab dengan perasaan sayang. Adiknya itu dari dulu selalu menggemaskan, bahkan dulu selalu menempel dengannya. Zahra akan menangis ingin ikut dengan Raina jika melihat mbaknya keluar rumah.
Setelah proses pendaftaran selesai, Raina mendapatkan buku panduan dan daftar nama dosen yang mengajar di fakultas itu.
Raina menatap penuh haru pada buku itu. Seandainya ayah masih hidup, Raina pasti akan menunjukkan buku itu pada ayahnya.
"Ra, kita makan dulu yuk. Kamu tau tempat makan yang enak gak?" Raina hampir lupa jika adiknya belum makan siang karena sibuk mengikuti Raina mengurus berkas pendaftaran.
Zahra tadi hanya minta dibelikan roti saat Raina mengajaknya makan siang.
"Memangnya mbak udah dapat banyak duit?" tanya Zahra takut-takut.
"Udah, kamu jangan kuatir. Kemarin ibunya teman-teman kamu pada datang ke rumah borong dagangan mbak. Alhamdulillah, lumayan banyak hasilnya." kata Raina sambil tersenyum melihat mata Zahra yang berbinar-binar.
"Beneran mbak? Gak percuma Ara posting tiap hari di medsos. Yuk mbak, Ara tau tempat makan yang lagi viral. Mbak pasti suka, soalnya sesuai selera mbak." kata Zahra sambil menggamit lengan Raina dengan manja.
"Duh manjanya. Heran mbak, kamu kalau sama mas Zaki kenapa suka kayak orang musuhan." kata Raina sambil mencubit hidung adiknya.
"Mas Zaki itu cerewet, mbak. Ara malas kalau udah urusan dengan mas Zaki. Banyak larangannya." kata Zahra
"Tapi mas Zaki melakukan itu semua demi kebaikan kamu loh, Ra. Kamu adik kami, dan kami mau yang terbaik buat kamu." kata Raina menasehati adiknya.
"Iya mbak, iya. Yuk kita pergi sekarang." kata Zahra.
Mereka pun meninggalkan area parkiran kampus itu menuju tempat makan yang disebutkan Zahra.
Menurut Zahra, Zaki pernah beberapa kali mengajaknya dan ibu untuk makan di tempat itu.
AYAM MELEDAK
Nama papan nama tempat makan itu. Aku menatap heran dengan nama tempat itu. Memang ajaib marketing bisnis sekarang, bahkan nama pun dibuat unik.
Kulihat parkiran yang penuh, tentunya tempat itu sangat ramai pengunjungnya.
Jujur saja sebenarnya aku agak rikuh jika makan di tempat ramai. Aa Bayu jarang mengajakku makan di tempat umum.
Jika mengajakku makan paling jauh warung bakso depan komplek perumahan kami. Itupun sudah sangat lama sebelum ayah meninggal dunia.
"Ramai banget, Ra. Ada tempat duduk kosong nggak?" tanya Raina yang memandangi sekeliling tempat itu.
Tak ada meja kosong padahal sudah lewat jam makan siang tempat ini masih saja ramai.
"Tenang mbak, kita makan di belakang aja. Ada taman kecil di sana. Orang-orang jarang mau makan di sana karena mejanya terlalu kecil untuk rombongan. Tapi nanti jangan heran ya, mbak." kata Zahra dengan lancar dan mengajak Raina ke bagian belakang.
"Heran kenapa, Ra?" tanya Raina heran.
"Banyak orang pacaran di belakang, karena mejanya memang di setting buat dua orang." kata Zahra.
Dan benar saja, Raina melihat beberapa pasangan muda mudi yang sedang asik berbincang bahkan ada yang suap-suapan.
"Kamu sering ke sini, Ra?" tanya Raina dengan tatapan menyelidik. Dia tak mau jika Zahra pacaran dulu di usianya yang masih labil.
Raina memiliki rasa trauma, dia ketakutan jika membayangkan adiknya yang mengalami penderitaan sepertinya.
"Mbak tenang aja, Ara ke sini cuma sama mas Zaki atau sama Tante Vani aja kok." katanya yang kemudian mengajak Raina duduk di tempat yang kosong.
"Mbak mau pesan apa?" tanya Zahra dengan semangat.
"Yang enak deh, kamu recommended menu apa? Mbak ikut aja." kata Raina yang tersenyum melihat Zahra yang sudah hafal dengan menu-menu dalam daftar itu.
Akhirnya Zahra memesan paket Ayam goreng meledak dahsyat dan es jeruk.
"Mbak, kita cuci tangan dulu ya, nggak enak kalau makan beginian pakai sendok." kata gadis yang baru menginjak usia tiga belas tahun itu.
"Dimana tempatnya, Ra?" tanya Raina
"Di sana mbak, nanti gantian aja nyuci tangannya. Ara duluan baru mbak." kata Ara lalu pergi menuju tempat yang disediakan untuk mencuci tangan.
Tak lama Zahra pun datang dan Raina gantian pergi mencuci tangan agar ketika makanan mereka datang bisa langsung makan.
Maklum saja mereka berdua sudah melewatkan jam makan siang.
Ternyata tempat ini memang enak dijadikan tempat untuk bersantai bersama teman atau keluarga. Raina melihat ke arah luar tempatnya mencuci tangan ada tiga buah gazebo yang penuh dengan pengunjung. Di samping gazebo ada sebuah kolam yang terlihat cantik dengan tanaman yang ditata rapi.
Raina ingin kembali ke mejanya tadi, tapi tiba-tiba seorang anak kecil menabraknya dan terjatuh.
Anak laki-laki itu menangis dan menjulurkan tangannya seperti minta digendong.
Raina yang awalnya terlihat khawatir berubah menjadi gemas pada anak laki-laki lucu itu. Raina pun menggendong anak laki-laki itu sambil tersenyum lembut.
Anak itu berhenti menangis dan langsung memeluk Raina. Sontak saja Raina sangat kaget, kenapa anak kecil itu sangat mudah memeluknya yang merupakan orang asing.
"Kamu gak apa-apa, sayang? Ada yang sakit?" tanya Raina pada anak yang diperkirakan berusia tiga tahunan itu.
Anak kecil itu tak menjawab hanya menggelengkan kepalanya dan memeluk Raina lagi.
"Mana mama papa kamu?" tanya Raina pada anak itu. Raina yakin jika anak seusia itu sudah bisa berkomunikasi dengan baik.
Tapi lagi-lagi anak itu menggelengkan kepalanya.
'Aduh gimana ini, apa aku bawa ke kasir aja ya? Buat minta bantuan menemukan orang tuanya' batin Raina.
Ketika Raina berbalik dan ingin menuju kasir, tiba-tiba ada suara keras dan lantang mengagetkanku.
"Hei, mau kamu bawa kemana anak saya? Kamu mau culik anak saya?" tuduh laki-laki yang Raina duga adalah ayah anak ini.
Raina pun membalikkan badannya dan ingin menjelaskan jika dia hanya membantu anak ini.
Namun, Raina terkejut ketika melihat siapa laki-laki yang menuduhnya. Mata Raina seketika membulat saking kagetnya begitu juga dengan lelaki itu. Dia terlihat terkejut melihat Raina berdiri sambil menggendong putranya yang terlihat nyaman memeluk leher Raina.
"Kamu??? Rain???" tanya pria itu
'Ck, kenapa mesti ketemu sama orang ini sih.' batin Raina yang kemudian memalingkan wajahnya dari tatapan tajam seorang pria di masa lalunya.
Rahardian Pratama
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
😃😀🤣🤣🤣
2024-04-12
0
Sandisalbiah
sang mantan ya Rain ...
2024-03-31
0
Susanty
mantan masa lalu 🤭🤣🤣
2024-03-22
1