"Bu Gito, Iin udah balik ke rumah ya. Kenapa cerai sama suaminya ya?" tanya Bu Tri yang rumahnya tak jauh dari rumah orang tua Raina.
Para tetangga dan teman-teman ibu Raina biasa memanggil Bu Gito. Karena nama ayah Raina adalah Sugito Pramono biasa dipanggil pak Gito.
"Iya Bu." jawab Bu Vivi, ibunya Raina dengan pendek.
"Itulah dulu itu kenapa si Iin dikasih nikah muda sih, Bu. Awalnya saya kira Iin tekdung duluan rupanya gak hamil-hamil sampai sekarang." kata Bu Tri dengan nada agak mengejek.
Bu Vivi hanya menghela nafas dengan panjang, agar dia tenang dan tak membalas ucapan Bu Tri.
"Bu Kokom, berapa belanjaan saya?" tanya Bu Vivi pada si pemilik warung.
"Delapan puluh tujuh ribu saja Bu." jawab Bu Komariah yang biasa dipanggil Bu Kokom.
Setelah membayar belanjaanya, Bu Vivi segera pamit meninggalkan warung, dia malas mendengar ucapan para tetangganya yang membuat panas telinga.
Jika ditanya mengapa diijinkan, awalnya bu Vivi dan suaminya tak mengijinkan putri sulungnya itu menikah muda. Apalagi dengan pria yang baru dia kenal.
Tapi apalah daya, tekad putrinya yang begitu kuat mengalahkan semuanya. Bahkan Raina pernah hampir membunuh dirinya karena tak diijinkan menikah dengan Bayu. Dan yang mengetahui hal itu hanya keluarga dekat mereka saja.
"Assalamualaikum." Bu Vivi mengucapkan salam ketika memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, wah banyaknya belanjaan ibu. Mau ada acara Bu?" ledek Raina pada ibunya.
Bu Vivi memang sengaja membeli stok bahan makanan agak banyak, agar dia tak ke warung Bu Kokom setiap hari dan mendengar tetangga yang nyinyir dengan keadaan putrinya.
Bu Vivi tersenyum melihat Raina yang sedang mengepel lantai ruang keluarga. Saat ini Raina sudah bisa bangkit dan tak murung lagi seperti sebelumnya.
Hampir dua bulan putrinya pulang dan baru akhir-akhir ini Raina terlihat mulai membuka dirinya.
Di awal-awal kepulangannya ke rumah ini, Bu Vivi sering mendengar suara tangis pilu anaknya. Bu Vivi membiarkan saja Raina mengeluarkan semua kesedihan dalam sujud dan doa pada sang pencipta di tengah malam itu.
Bu Vivi selalu berpura-pura tak tau, bahkan menegur Zaki yang pernah menyinggung suara tangis perempuan di tengah malam.
Saat ini Bu Vivi harus menguatkan putra-putrinya, buah hatinya dan almarhum suaminya.
"Ibu mau buat sambal goreng, Zaki minta dimasakin itu. Kamu mau request apa Iin?" tanya Bu Vivi.
"Apa aja yang ibu masak, Iin suka kok bu."kata Raina yang masih mengepel lantai.
Raina Wulandari, nama yang diberikan oleh ayahnya karena Raina lahir saat hujan deras dan Wulan adalah nama almarhum nenek Raina. Wanita baik yang sangat menyayangi anak menantu juga cucu-cucunya.
Raina adalah cucu pertama yang dinantikan kelahirannya. Karena ayah Raina adalah putra tunggal jadi Raina dan Zaki dulu selalu menjadi kesayangan sang nenek.
"Bu, nanti Iin mau keluar sebentar ya. Iin mau lihat-lihat kampus tempat Iin mendaftar kemarin. Katanya Iin disuruh mengumpulkan berkas fisiknya ke kampus." kata Raina yang sudah selesai mengepel dan sedang membersihkan alat pel di keran yang biasa untuk berwudhu.
"Iya, kamu urus saja dulu kuliah kamu. Kalau telat mengumpulkan berkas nanti malah dicoret nama kamu. Dianggap gak melengkapi persyaratan." kata Bu Vivi, tangan keriputnya lincah mengupas kulit kentang.
Raina membantu membereskan barang belanjaan ibunya. Raina tau jika ibunya belanja agak banyak karena malas pergi ke warung Bu Kokom yang merupakan tempat ibu-ibu bergosip.
"Orang-orang di sini masih kayak dulu ya, bu. Belanjanya sepuluh ribu tapi habisin waktu di warung Bu Kokom sampai satu dua jam." kata Raina.
"Hus, kamu jangan begitu. Gak baik, toh kalau mereka mau nginap di sana kita gak berhak melarang. Orang suaminya aja gak marah, kok kita yang sewot." kata Bu Vivi
Ucapan ibunya itu membuat Raina tertawa kecil. Ya, dia tau jika saat ini dia menjadi perbincangan hangat ibu-ibu di sini. Karena lama tak pulang, sekali pulang dengan status baru. Janda yang diceraikan.
Satu bulan lagi masa iddah nya akan berakhir. Di saat itu pula dia akan memulai perkuliahannya.
Seluruh keluarga Raina mendukung keputusannya untuk kuliah lagi. Bahkan adik dari Bu Vivi memberikan uang untuk membayar pendaftaran yang tak murah itu.
Karena Raina bukan masuk kategori mahasiswa reguler lagi namun kuliah kelas karyawan yang lumayan mahal.
Zaki yang membantunya mendaftarkan lewat online. Zaki, lelaki satu-satunya di rumah ini. Zaki menanggung biaya hidup mereka semua termasuk si bungsu Azzahra.
Uang pensiunan bapak yang diterima sangat kecil, karena potongan pinjaman biaya rumah sakit saat ayahnya koma dan tak ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Siang ini sekitar jam satu Raina meluncur menggunakan sepeda motor milik almarhum ayahnya yang biasa dipakai ibu untuk berpergian. Sebelum ke kampus, Raina menjemput Zahra terlebih dahulu. Sekolah Zahra letaknya tak jauh dari perumahan mereka.
Raina berhenti di gerbang sekolah yang merupakan sekolahnya dulu. Di gedung SMP itu adalah gedung SMA. Banyak dari siswa yang bersekolah di SMP ini akhirnya mendaftar di SMA sebelahnya.
Istilah kerennya dulu adalah tinggal loncat pagar.
"Mbak Iin, mbak jemput Ara?" Zahra menghampiriku yang masih duduk di atas motor.
"Iya, ayo naik Ra. Temani mbak ke suatu tempat dulu." kata Raina sambil menyerahkan helm pada Zahra.
"Tumben mbak jemput, mau kemana memangnya, mbak?" tanya Zahra dengan heran.Karena biasanya ibunya yang akan menjemput Zahra.
Biarpun ibunya sudah berusia lima puluhan tapi masih gesit membawa kendaraan bermotor bahkan lebih ngeri dibanding ayah jika soal menyalip kendaraan.
"Temani mbak ke kampus dulu. Ada yang harus mbak urus dulu." kata Raina pada Zahra.
Sepanjang jalan pun Zahra bercerita dengan mbaknya. Ibu sempat mengatakan jika Zahra sekarang sudah lebih terbuka dibandingkan sebelumnya.
Bahkan Zahra cenderung manja pada Raina yang selalu mau menjadi pendengar setia Zahra.
Seperti saat ini, dia mengomentari cara berkendara Raina yang kaku dan gugup. Tentu saja Raina gugup, jalan yang mereka lewati sudah banyak berubah dan sekarang lebih banyak kendaraan dibandingkan dulu.
Raina tersenyum saja mendengar ucapan adik bungsunya itu. Dalam hati dia bersyukur, ternyata perceraian dengan Bayu membawa sisi positif untuknya dan juga keluarganya.
Raina memiliki kesempatan untuk kuliah lagi dan keluarganya yang bahagia dia kembali ke tengah-tengah mereka, terutama Zahra.
Ternyata benar Tuhan tak selalu memberikan apa yang kita mau, tapi Tuhan selalu memberikan apa yang kita butuhkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Sintia Dewi
wah syukur dr keluarga rania msih banyak yg baik biarlah mulur julit tetangga yg pting keluarga masih mau merangkul
2024-06-18
1
Neli Allen
semangat ya Raina smg kmu sukses nantinya melebihi mantan suami mu
2024-05-23
0
👏mBhem🖤²²¹º
setau aq ya thor, klo ada hutang semasa alm pensiunan masih hidup, saat alm meninggal otomatis terhitung lunas, ga akan di lanjutkan pembayaran nya ke ahli waris
jadi sang istri alm menerima uang pensiun janda nya utuh, walaupun ga sebesar saat alm masih hidup, dgn kata lain separuh nya lah
wkwkkk cuma opini ya thor, bukan mau rusuh✌🤭🏃♀️🏃♀️🏃♀️
2024-03-26
3