Kembali ke Mansion Abercio

Mobil Bugatti La Voilure berkecepatan sedang melintas di jalan raya menuju mansion pribadi milik Adyan Abercio diikuti beberapa mobil di belakangnya.

Bugatti La Voilure adalah mobil termahal yang hanya ada empat unit di dunia. Desain mobil ini sangatlah elegan sehingga membuat orang yang duduk merasa sangat nyaman.

Fasilitasnya begitu lengkap. Jangankan duduk di mobil itu, melihatnya saja sudah bisa disebut beruntung.

Namun, dibandingkan dengan mobil Bugatti La Voilure ini, Itta lebih tertarik pada pemandangan di luar jendela mobil.

"Berhenti memandangi jendela yang tidak menarik itu."

Suara berat nan serak milik pria di samping membuat kepala Itta menoleh padanya. Hanya dua detik. Didetik selanjutnya Itta kembali memandang luar jendela.

Adyan meneliti wajah Itta dari samping. Tidak ada satupun bagian yang terlewat di mata Adyan.

"Saat itu ...." Adyan kembali membuka suara. "Jika bukan karenamu, mungkin saja aku tidak akan selamat."

Jika saja saat itu Itta tidak mengalihkan perhatian pria-pria yang mengejar Adyan, nyawa Adyan bisa terancam.

Dengan luka di sekujur badan dan dibawah pengaruh alkohol, Adyan kesulitan melawan mereka. Ditambah lagi para pria yang mengejar itu bisa dibilang dari pembunuh bayaran yang cukup elit.

"Apa itu alasanmu tertarik padaku dan mengajukan kontrak itu?"

"Ya, bisa dibilang begitu?"

Wajah Itta yang semula menatap jendela mobil, kini menatap Adyan sepenuhnya. "Kalau kamu memang ingin berterima kasih, maka bebaskan aku, bukannya malah mengikatku dengan kontrak."

"Bagaimana jika aku tidak mau melakukan itu?"

"Kau—"

Kalimat Itta terpotong saat tangan kekar Adyan memeluknya, sedangkan kedua bibir mereka menyatu. Spontan mata Itta melebar. Tangannya meronta-ronta mencoba melepaskan diri.

Untungnya Adyan melepaskan Itta setelah lima detik berlalu.

Mata Itta langsung menyorot marah, namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata Adyan.

"Jangan banyak bicara. Aku tidak tahan melihat bibirmu yang terlalu banyak bergerak," kata Adyan.

"Mesum!"

...—————•••———–—–...

Interior bangunan mansion Abercio hampir setiap sudutnya membuat Itta tidak hentinya berdecak kagum dalam hati.

Itta tidak bisa mendeskripsikan keindahan yang ada di mansion ini. Semuanya terlalu luar biasa.

Keluarga Itta memang termasuk keluarga yang cukup kaya, dia juga terbiasa melihat interior-interior megah. Namun, kemegahan mansion Adyan sungguh di luar perkiraannya.

Seorang pelayan menuntun Itta menuju kamar yang sudah disiapkan khusus untuknya. Kamar itu luasnya hampir tiga kali lipat dari kamar Itta di keluarganya dulu.

Itta memandang cermin di depannya. Pantulan wajahnya terlihat. Perasaan wanita itu mendadak hampa.

Mansion ini sangat menarik, tetapi Itta tetap merasa kosong. Bayangan keluarganya yang meninggal dengan keadaan tragis melintas, memenuhi dan menyakiti hati serta pikirannya.

Ketukan pintu yang terdengar sebanyak tiga kali membuat fokus Itta teralihkan.

"Masuk," ucap Itta.

Setelah mengucapkan kata itu, beberapa orang dengan pakaian pelayan memasuki ruangan.

"Selamat malam, Nona," ucap salah satu dari mereka. Ia membungkuk hormat. "Nama saya Olivia. Saya adalah kepala pelayan di mansion Tuan Adyan. Lalu, di samping saya ada Neti. Mulai hari ini, Neti akan bertugas melayani Anda sebagai pelayan pribadi."

Ini pertama kalinya Itta memiliki pelayan pribadi. Rasanya seperti ia berada di zaman kerajaan yang masing-masing anggota keluarga kerajaan memiliki pelayan pribadi.

"Baiklah," ujar Itta tidak mau ambil pusing.

Olivia mengambil sebuah kain berwarna peach yang berada di tangan Neti.

"Ini baju tidur Nona. Tunggulah selama lima menit, Neti akan menyiapkan air hangat dan perlengkapan mandi lainnya."

"Tidak perlu," tolak Itta. "Aku tidak ingin mandi di malam hari."

"Jika Nona khawatir pada kesehatan karena mandi di malam hari, tenang saja kami memiliki ramuan yang akan membuat Anda tetap sehat."

"Tidak usah." Itta cukup lelah hari ini. Ia hanya ingin tidur secepatnya. "Aku akan mengganti bajuku, kalian pergilah."

Olivia mengangguk sesaat. Ia menyerahkan pakaian tidur itu, lalu pergi bersama Neti.

"Kami pamit undur diri, Nona."

...—————•••—————...

Mimpi adalah bunga tidur. Namun, terkadang mimpi juga muncul sebagai kenangan yang menghantui.

Tubuh Itta menggeliat. Wajahnya dipenuhi keringat. Matanya terbuka dengan napas yang tidak beraturan. Tubuhnya terduduk di atas ranjang dengan penampilan acak-acakan.

Itta mengusap wajahnya kasar. Pikirannya semakin kacau dan rasa sesak dalam hatinya bertambah. Kematian keluarganya telah menjadi mimpi buruknya.

"Mimpi buruk?"

Itta tersadar mendengar suara berat nan serak di dekatnya. Lantas, ia menolehkan kepala ke samping.

"Kau? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Itta pada seorang pria yang duduk di sofa dekat ranjangnya.

"Ini adalah mansionku. Ruangan ini juga termasuk di dalamnya. Aku memiliki hak untuk pergi ke ruangan ini kapanpun aku mau."

Wajah Itta berpaling. "Terserah kau saja."

"Kau bermimpi buruk?" Adyan mengulang pertanyaan awalnya.

"Itu bukan urusanmu."

"Kau lupa? Sekarang kau adalah milikku, jadi semua yang menjadi urusanmu adalah urusanku juga."

Itta ingin sekali memakinya sekarang.

Bahkan, mimpinya pun menjadi urusan lelaki itu?

Itta membuang napasnya kasar. Ragu-ragu ia menjawab, "iya."

Dia tidak berbohong. Itu memang mimpi, walau mimpi itu ada karena kenangan buruknya.

"Apa yang kau mimpikan?" tanya Adyan lagi.

"Aku tidak begitu ingat," bohong Itta.

Adyan mengangguk beberapa kali, tidak membahas lebih lanjut.

Kecanggungan terjadi selama beberapa menit. Itta berdehem sebentar, berupaya meminimalisir kecanggungan.

"Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Itta.

"Memangnya salah?"

"Tidak, ini adalah mansionmu. Kamu ber-hak datang ke sini dan aku tak punya hak bertanya alasannya."

"Baguslah jika kau sadar diri."

Sungguh, Itta jadi emosi. Untung saja ia mampu mengontrolnya. Jangan sampai emosi membuatnya melakukan kesalahan.

"Lihat apa kau?" Itta melotot menyadari arah pandang pria itu. Spontan ia menutupi dadanya menggunakan dua tangan.

Malangnya bagian atas pakaian tidur ini cukup terbuka dan juga tipis. Pertahanannya tak cukup membuat tubuhnya lepas dari pandangan Adyan.

"Berhenti menatapnya!" Itta menekankan kalimatnya.

Tentu saja Adyan mengabaikan perkataan Itta. Hal itu membuat Itta keki sendiri. Ia merasa dilecehkan dengan tatapan pria itu.

"Ternyata punyamu lumayan besar." Perkataan Adyan sangat tidak tahu malu. Itu terlalu frontal untuk didengar.

Wajah Itta seketika memerah. Dengan cepat Itta menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya hingga yang tersisa hanyalah kepalanya saja.

Melihatnya membuat Adyan tidak dapat menahan kekehannya.

"Tidak ada yang lucu," ucap Itta. Bibir wanita itu mengerucut kesal.

Kewaspadaan semakin merayapinya tatkala melihat Adyan mendekat selangkah demi selangkah.

"Mau apa kau?" tanya Itta takut-takut.

Adyan tidak menjawab. Dia hanya terus mendekat, kemudian menaiki ranjang berukuran besar itu.

Spontan Itta bergegas lari, namun terhalang dengan kedua tangan kokoh milik Adyan. Adyan sudah lebih dulu mengurung tubuhnya, mengungkungnya, tidak memberikan celah untuk lari.

Itta meneguk air liurnya dengan perasaan gugup luar biasa.

Wajah Adyan perlahan mendekat, mengikis jarak di antara mereka.

Itta segera memalingkan wajah. Namun, tangan kekar Adyan mencengkram dagunya dan memaksanya melihat kembali wajah pria itu.

Saat mata mereka kembali bertemu, Itta merasakan sesuatu yang lembut menyapa bibirnya.

Lama bibir mereka bertemu.

Itta ingin menolaknya, tetapi mata pria itu menghipnotisnya dalam. Matanya memancarkan keindahan langit malam sehingga Itta tenggelam di dalamnya.

Tautan bibir mereka terputus. Senyum puas tersemat di wajah Adyan.

Dari jarak sedekat ini, Itta dapat melihat jelas betapa sempurnanya setiap pahatan wajah Adyan.

"Sangat manis. Aku jadi penasaran dengan 'rasa' bagian tubuhmu yang lain," ucap Adyan. Matanya melirik dada Itta.

Sekali lagi Itta mengutuk Adyan dalam hati. Bedanya kini ia tidak hanya mengutuk, tetapi juga mendorong kencang tubuh pria itu.

Amarahnya memuncak. Cukup sudah. Adyan sudah keterlaluan.

"KELUAR SEKARANG!" teriak Itta.

Persetan dengan Adyan yang identitasnya Tuan rumah, sementara Itta hanyalah orang asing. Ia tidak mau peduli.

Adyan tertawa sesaat, sebelum akhirnya mengikuti keinginan Itta. Hari ini Adyan sudah cukup puas menggoda Itta.

Terpopuler

Comments

anisa

anisa

frontalnyaa

2024-04-06

0

anisa

anisa

bjir dikokop

2024-04-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!