Perjuangan yang Sia-sia

Rencana Oldia kacau seketika. Terpaksa mereka harus kembali menyusuri jalan yang baru saja mereka lewati demi mencari Zora.

Berhubung jumlahnya terlalu banyak, mereka membagi menjadi 2 team.

Team A berisi Oldia, Izume, Itta dan Riana. Tugas mereka pergi ke ruangan bawah tanah terlebih dahulu dan mencari jalan keluar.

Oldia di team A akan menjadi navigator sekaligus hacker yang akan membobol pintu ruang bawah tanah.

Oldia sempat mencari info mengenai pintu itu sebelum merusak handphonenya. Pintu tersebut bisa dibuka menggunakan kode-kode yang mungkin saja hanya dimengerti Oldia.

Kemudian Izume, Riana dan Itta masuk ke team A.

Di team B ada Elia, Isni, Lesya, Killa dan Hela. Tugas mereka mencari keberadaan Zora dan menyelamatkannya. Tugas mereka lebih berbahaya dibandingkan tugas team A.

Elia memiliki kemampuan kepemimpinan yang baik. Dia pasti bisa berpikir kritis dan mengatur yang lainnya. Awalnya Isni menentang keberadaan Elia di team mereka.

Perut Elia telah terluka. Meski kini sudah dibalut kain, itu tetap berbahaya. Namun, Elia bersikukuh. Dia tidak bisa membiarkan Isni memimpin team, sedangkan remaja itu masih terlalu labil.

Lalu, Isni memiliki keberanian yang luar biasa. Dia sanggup membun*h para pria itu. Keberaniannya itu sangatlah diperlukan.

Kemudian, katanya Killa memiliki kemampuan bela diri yang cukup baik, dia pasti akan membantu banyak dalam menyelamatkan Zora. Sementara itu, Hela dan Lesya mengajukan diri untuk menyelamatkan Zora.

"Pelan-pelan." Elia memberi instruksi pada mereka yang ada di belakang. Intruksi itu dipatuhi tanpa adanya protes dari siapa pun.

Hela meneguk ludahnya melihat banyak pria berjas hitam berseliweran di depan sana. Pria berjas itu semakin banyak dan semakin menambah kewaspadaan.

"Bagaimana ini?" tanya Hela panik.

"Tenanglah, jangan panik!" balas Isni.

Sepasang mata Elia mengamati keadaan sekitar. Ia berpikir keras. Kalau seperti ini terus, mereka tidak akan bisa mencari dan menyelamatkan Zora.

"Elia bagaimana selanjutnya?" Lesya ikut bertanya cemas dengan keadaan yang sangat mencengkam ini.

Para musuh dengan senjata yang ada di tangan masing-masing membuat Lesya takut bukan main.

Di tengah kekhawatirannya itu, tanpa sengaja pupil mata Lesya menangkap sosok perempuan yang dikenalnya.

Itu Zora!

Sontak, kedua mata Lesya langsung terbelalak. Suaranya hendak keluar memanggil nama wanita itu, namun orang di sampingnya menghentikannya dengan membungkam mulut Lesya menggunakan tangannya.

"Jangan!" peringat Isni. "Kau lihat itu!"

Telunjuk Isni mengarah ke depan, menampilkan sosok Zora dengan lebam-lebam di tubuh dan wajah.

Sontak, Lesya dan rekan-rekannya mematung. Jantung mereka berpacu cepat dalam hitungan kurang dari satu detik.

Di sana ada sosok Zora yang tidak sadarkan diri.

Rambut panjang wanita itu dijambak dan ditarik keras oleh seorang pria berbadan kekar. Sedangkan, tubuhnya diseret hingga menimbulkan luka yang kian menjadi-jadi. Kepalanya mengeluarkan darah. Darah itu terlihat jelas di pupil mata mereka.

Kelima wanita itu memandang ngeri situasi di depan sana.

Salah satu sosok kekar di sana mengarahkan pisau ke Zora. Lantas, tanpa pikir panjang Elia keluar dari tempat persembunyiannya diikuti rekan-rekannya yang lain.

Mereka tidak tahu bahwa upaya menyelamatkan Zora saat itu hanya akan membawa malapetaka yang lebih buruk dari sebelumnya.

...—————•••—————...

Derap langkah tergesa menggema di setiap ruangan yang dilewati. Berbunyi keras nan tidak beraturan bersamaan dengan suara napas yang kacau. Keringat dingin mengucur di sela-sela perjalanan kaki yang semakin dipercepat.

Tidak ada waktu untuk berhenti atau sekedar mengatur napas. Sedetik saja berhenti, maka mereka akan tertangkap dan mengalami hal yang sama seperti Zora.

"Di sebelah sini!" instruksi Elia. Menunjuk sebuah pintu yang pernah diarahkan Oldia lewat peta kertas yang dibuat.

Tindakan Elia tadi terlalu gegabah. Ia tanpa sadar membawa rekannya yang lain menuju kematian.

Saat melihat Zora hampir ditusuk, otak Elia berhenti berpikir. Tubuhnya bergerak sendiri menolong wanita yang sebenarnya sudah kehilangan nyawa, bahkan sebelum Elia menemukannya.

Team mereka kalah jumlah dan kekuatan.  Maka dari itu, Elia memerintahkan rekan-rekannya untuk mundur.

Namun, mundur bukan berarti terbebas. Nyatanya para pria berjas itu berlari mengejar.

"Kita mau ke mana?" Hela yang berlari di samping Elia memberi pertanyaan.

"Ruangan bawah tanah."

"Dasar gila!" Isni menyahut tak percaya. "Kau ingin memberi masalah ke rekan kita yang lain?!"

"Kita tidak punya pilihan lain. Hanya ini jalan yang kita tahu. Lagipula jika kita bersama mungkin akan lebih baik. Kita bisa saling melindungi."

Sejujurnya, Elia tidak yakin akan ucapannya sendiri, namun dalam situasi ini, ia hanya bisa mengandalkan rekan mereka yang ada di sana.

"Awh!" ringis Elia. Tangan Elia memegang perutnya yang mengeluarkan darah lagi.

"Sudah kubilang, kau seharusnya ikut team Oldia saja. Sekarang lukamu semakin parah karena kau harus terus berlari," omel Isni.

Mereka memasuki sebuah ruangan bercahaya redup. Tanpa basa-basi Elia meraba-raba tembok dan juga lantai, mencari sebuah pintu tersembunyi.

Lokasi ruang bawah tanah itu belum diketahui dengan pasti. Oldia hanya memberi tahu ruangan yang menjadi jalan menuju ke ruang bawah tanah itu. Dengan terpaksa Elia harus mencaritahu sendiri letak pintunya.

Seolah mengerti maksud Elia, Isni dan Killa ikut membantunya.

"Apa yang kalian lakukan? Cepat bantu cari pintu tersembunyi itu!" ujar Isni, sedikit kesal dengan respon lambat dari Lesya dan Hela.

"I-iya."

Belum sempat berhasil menemukan pintu tersembunyi, salah seorang pria berjas hitam berhasil menyusul mereka.

Dia mengarahkan sebuah pistol, membuat kelima orang itu terpaksa mengangkat tangan.

Lalu, tiba-tiba sebuah pelatuk ditarik dan berhasil mengenai sang objek, menimbulkan suara tembakan yang cukup keras.

"Cepat! Kita harus kabur!" ucap seseorang di ujung sana. Itu adalah Izume yang menembaknya dengan tangan gemetaran. Di samping wanita itu ada Oldia, Riana dan Itta.

"Untunglah ada kalian," ujar Elia lega.

"Di mana ruangan bawah tanah itu?" tanya Isni.

"Kami belum berhasil menemukannya. Ternyata nggak mudah menemukan pintu tersembunyi itu." Killa yang menjawabnya, membuat Isni mendengus kesal.

"Kalian memang bodoh!" maki Isni pelan.

"Kau pikir mudah mencari ruangan tersembunyi itu?!" Oldia ikut menyahut, sebab terpancing dengan kalimat Isni.

"KETEMU!"

Sontak, para wanita itu membalikkan badan mereka.

Kini mereka sudah dikepung dari berbagai arah. Na'asnya lagi di antara kumpulan pria berjas itu terdapat Eric yang sedang memandang dengan mata tajamnya sembari mengeluarkan kekehan kecil.

Sembilan wanita itu berdiri merapat, saling menjaga satu sama lain. Wanita yang memiliki senjata bersiaga di tempat dan wanita yang tidak memiliki senjata bersembunyi di belakang tubuh mereka yang bersenjata.

"Jangan menyerang, sebelum diserang," titah Elia.

Sayangnya, Isni mengabaikan larangan Elia. Wanita berumur 17 tahun itu menembak salah seorang pria di sana. Musuh mulai menyerang balik dan mereka kewalahan menghadapinya.

Dengan jumlah dan kekuatan yang sangat berbeda jauh, tentu saja hanya kekalahan yang menanti mereka.

"Hey! Bodoh! Kenapa kau tidak mendengarkan Elia?! Lihat sekarang semuanya kacau gara-gara kau!" Dalam pertarungan sengit itu, Oldia menyempatkan diri memarahi Isni.

"Apa maksudmu? Tujuan kami datang ke sini bukan untuk lari, melainkan membutuhkan bantuan untuk menghadapi mereka," balas Isni.

Indera pendengaran Elia menangkap kalimat Isni. Ia merasa tertohok karena pada dasarnya kalimat itu diucapkan untuk menyindir Elia.

Dia lah yang sudah membahayakan rekan-rekannya dengan datang ke tempat ini. Isni telah memperingatkan, namun Elia memilih abai.

Situasi saat ini terjadi sebab Elia tidak bijaksana sehingga mengambil keputusan yang salah.

"Maaf," cicit Elia pelan.

Namun, permintaan maaf sangatlah tak berguna di situasi yang telanjur kacau ini. Sebab kata maaf tidak pernah bisa membuat situasi mereka membaik.

Rekan-rekannya banyak yang terluka.

Izume terluka parah. Hela dan Lesya di sebelah sana saling melindungi meski akhirnya mereka berdua juga terluka parah.

Killa yang memiliki kemampuan bela diri pun kewalahan menghadapi lawan yang lebih hebat berkali-kali lipat darinya.

"Itta, kau tenang saja. Aku pasti akan melindungimu." Riana yang berdiri di depan Itta mengangkat pisaunya, melukai siapa pun yang mencoba menyentuh Itta meski dirinya harus terluka.

Suara tembakan berbunyi saling bersahutan. Pisau-pisau saling beradu kekuatan sang pemegangnya. Teriakan kesakitan dan darah menjadi saksi atas perjuangan mereka yang sia-sia.

Hingga akhirnya kekalahan tercetak jelas di depan mata, menjadi akhir pertarungan sengit yang sebenarnya sejak awal tidak mungkin mereka menangkan.

...—————•••—————...

Daftar wanita yang berasal dari ruangan 110 :

Laquitta Grizelle / Itta

Isni

Elia

Hela

Zora (MATI)

Killa

Lesya

Oldia

Riana

Izume

Yilse (DIJUAL)

Tasha (DIJUAL)

Shia (DIJUAL)

Devia (DIJUAL)

Avira (DIJUAL)

Terpopuler

Comments

Medeia Iaros

Medeia Iaros

lah died?

2024-03-11

2

anisa

anisa

coba aja kalau elia ga gegabah tadi

2024-03-11

1

anisa

anisa

gedeg gw sama elia

2024-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!